Rabu, 02 Maret 2011

PEMUDA Dan OPOSISI

Akhirnya anggota DPR hasil pemilu model campuran selesai. Meski masalah di sana-sini akan selalu muncul, ada satu jenis masalah yang sudah muncul dan tidak dapat dianggap sepi.masalah itu terkait dengan susunan kabinet yang baru dan komposisi anggota parlemen.Jika anggota kabinet berasal dari partai koalisi, dan mayoritas parlemen juga darimayoritas itu pula, memang pantas dicemaskan apakah good governance dapat dijamin? Dalam sistem demokrasi multipartai seperti sekarang, masalah seperti itu dimengertis ebagai soal ada tidaknya kekuatan oposisi yang kuat agar parlemen tak sekadar menjadi tukang stempel alias hanya mengiyakan kebijakan eksekutif. Atau masalah ini tidak perlu dicemaskan karena kini soal transparansi sudah sedemikian meluas sehingga pengawasan terhadap pemerintah bukan saja menjadi ranah parlemen,tetapi juga masalah polity atau masyarakat politik, di mana peran media massa, lembaga masyarakat, dan lainnya menjadi penting.Dengan kata lain, sepanjang masyarakat kita sudah terbuka seperti sekarang,otoritarianisme dengan sendirinya menjadi masa lalu. Apalagi, melihat komposisi demografis DPR sekarang, mayoritas adalah kaum muda dan berpendidikan tinggi sehingga jika diandaikan ”muda dan terdidik” sama dengan kritis dan dewasa, kecemasanakan pemerintah yang salah urus dapat ditepis.Kaum muda Seluruh masalah itu akan tampak lain jika kita melihat perkembangan politik di Tanah Air sekarang tidak dari kacamata formal, kelembagaan, dan di permukaan.Artinya, jika kita lihat, pertama, anggota DPR adalah anggota partai. Jadi, mereka mewaaili kelompok kepentingan politik yang berbeda. Kedua, kepentingan dan rumusan masalah DPR tentu berbeda dengan kepentingan dan rumusan masalah pemerintah. Maka, soal di atas akan berbunyi lain. Masalah oposisi dan turunannya akan hilang dan menjadi rancu justru karena dua pengandaian di atas adalah hal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Mengapa? Pertama, partai politik dalam keadaan sekarang belum merupakan wujud kristalisasi kepentingan rakyat. Hal ini dapat dilihat dari mudah pindahnya anggota partai yang satu ke partai lain.Kedua, jika DPR atau pemerintah tidak diletakkan dalam arti fungsi negara, tetapi dipahami sebagai bagian dari birokrasi, aneka tarik-menarik antardua lembaga negara itu sebenarnya tidak akan pernah bersangkut soal substansial. Dengan kata lain, jika fungsi pemerintahan adalah demi menjadikan perumusan kebijakan itu diarahkan untuk menjamin tata keadilan bagi semua warga dalam semua segi (ekonomi, hukum, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya), justru hal semacam itulah batu uji yang sangat sulit ditempuh. Jadi, pertanyaannya bukan soal ada tidaknya oposisi, tetapi masalah hasil pemilu yang lalu harus dimengerti dan dibingkai dalam pertanyaan ”apakah kebijakan politik yang dilahirkan baik dalam proses maupun dalam hasil akan mampu menjamin masyarakat yang lebih adil dan sejahtera?”

Dalam kaitan dengan masalah itu, soal kaum muda yang tampil dalam pimpinan politik,baik di DPR maupun di pemerintahan lalu, menjadi mendesak.Dinilai lebihSudah menjadi kebiasaan kita, orang muda dianggap lebih maju, lebih baik, dan lebihcerdas dari generasi sebelumnya. Kita mengenal pemujaan orang muda sejak masa
revolusi sampai masa reformasi karena paling tidak korban yang jatuh pada setiap kejadian politik yang penting adalah orang muda, mahasiswa, atau kelompok muda yang lain.Dan di kalangan orang muda juga ada sejenis mitos bahwa orang tua itu hanya bisa menoleh ke masa silam serta takut berubah. Pendek kata, muda, terdidik, dan modern adalah satu kata, perubahan! Pertanyaannya kini, apakah semua kelompok muda akan mampu menjamin perubahan yang diperlukan ketika mereka secara nyata menempati public office yang mereka tuntut selama ini? Mereka bukan lagi DPR jalanan, tetapi sudah DPR beneran. Mereka bukan lagi pemerintahan bayangan, tetapi sebenarnya duduk di birokrasi dan di jabatan tinggi lain. Apakah orang muda Indonesia, yakni mereka yang lahir tahun 1960-an, mampu memimpin Indonesia mengarungi abad XXI?
Dua hal inilah yang akan menjadi penentu atas masalah-masalah itu.
Pertama, betapapun Anda muda, Anda sepenuhnya tak lain adalah produk sistem pendidikan yang diciptakan oleh pemerintah lama. Artinya, gaya bisa muda, tetapi acuan,nilai, perilaku, dan mimpi tidak akan jauh dari masa lalu. Kata pepatah, ”setinggi-tinggi bangau terbang, akan kembali pula ke comberan”.Kedua, aneka masalah abad XXI bukan lagi masalah abad XX. Abad XX cukup sesakdengan soal nasionalisme, pembangunan, demokratisasi, dan sebagainya. Namun, abad XXI, dengan lahirnya watak krisis di seluruh bumi, akan menentukan kemampuan yang lebih dari apa yang selama ini kita kenal. Para pendiri bangsa adalah tokoh-tokoh besar dan lazimnya mereka kandas di pergolakan dunia paruh dua abad XX. Lalu apakah kaum muda kita kini akan mampu mengangkat kepala, pikiran, kemampuan, dan kebesaran jiwa lebih dari para pendiri bangsa?

Sumber : cetak.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar