Minggu, 20 Maret 2011

Undang-Undang Advokat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:
a.  bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan
mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, tertib, dan
berkeadilan; 
b.  bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh
dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas,  mandiri, dan bertanggung jawab,
untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian
hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan,
dan hak asasi manusia; 
c.  bahwa Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam
menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh undang-undang demi
terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum; 
d.  bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Advokat yang berlaku
saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum masyarakat; 
e.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Advokat.

Mengingat :
1.  Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; 
2.  Undang-Undang Nomor 1/Drt/1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara Untuk
Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan, dan Acara Pengadilan-pengadilan
Sipil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor
81); 
3.  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaaan Kehakiman  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor
74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879); 
4.  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209); 
5.  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung   (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3316); 
6.  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3327); 
7.  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3344); 
8.  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3400); 

9.  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3713); 
10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia  Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3778); 
11. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG ADVOKAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.  Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun
di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-
Undang ini. 
2.  Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi
hukum, bantuan hukum,  menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela,
dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. 
3.  Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum
dari Advokat. 
4.  Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan Undang-
Undang ini. 
5.  Pengawasan adalah tindakan teknis dan administratif terhadap Advokat untuk
menjaga agar dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi  dan
peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi Advokat. 
6.  Pembelaan diri adalah hak dan kesempatan yang diberikan kepada Advokat untuk
mengemukakan alasan serta sanggahan terhadap hal-hal yang merugikan dirinya di
dalam menjalankan profesinya ataupun kaitannya dengan organisasi profesi. 
7.  Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh Advokat
berdasarkan kesepakatan dengan Klien. 
8.  Advokat Asing adalah advokat berkewarganegaraan asing yang menjalankan
profesinya di wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan persyaratan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 
9.  Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat  secara cuma-
cuma kepada Klien yang tidak mampu. 
10. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hukum
dan perundang-undangan. 





BAB II

PENGANGKATAN, SUMPAH, STATUS, PENINDAKAN, DAN
PEMBERHENTIAN ADVOKAT

Bagian Kesatu
Pengangkatan

Pasal 2
(1) Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang
pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat
yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat. 
(2) Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(3) Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.

Pasal 3
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.  warga negara Republik Indonesia;
b.  bertempat tinggal di Indonesia;
c.  tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d.  berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e.  berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
f.  lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
g.  magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
h.  tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i.  berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang
tinggi.
(2) Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang
tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan.

Bagian Kedua
Sumpah

Pasal 4
(1) Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut  agamanya atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah
domisili hukumnya.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lafalnya sebagai berikut :
“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji :
-  bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar
negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
-  bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan
barang sesuatu kepada siapapun juga;
-  bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan
bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
-  bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan
tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat
pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi
perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani;

-  bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban
saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai
Advokat;
-  bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa
hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian
daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.
(3) Salinan berita acara sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Panitera
Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung,
Menteri, dan Organisasi Advokat.

Bagian Ketiga
Status

Pasal 5
(1) Advokat berstatus sebagai penegak hukum,  bebas dan mandiri yang dijamin oleh
hukum dan peraturan perundang-undangan.
(2) Wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Bagian Keempat
Penindakan

Pasal 6
Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan :
a.  mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
b.  berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
c.  bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang
menunjukkan  sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan,
atau pengadilan;
d.  berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan
martabat profesinya;
e.  melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan
tercela;
f.  melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.

Pasal 7
(1) Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa:
a.  teguran lisan;
b.  teguran tertulis;
c.  pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua  belas)
bulan;
d.  pemberhentian tetap dari profesinya.
(2) Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat.
(3) Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada
yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.

Pasal 8
(1) Penindakan terhadap Advokat dengan jenis tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,  atau huruf d, dilakukan oleh Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat sesuai dengan kode etik profesi Advokat.
(2) Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf c atau pemberhentian tetap dalam huruf d, Organisasi Advokat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan putusan penindakan tersebut
kepada Mahkamah Agung.



Bagian Kelima
Pemberhentian

Pasal 9
(1) Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya oleh Organisasi Advokat.
(2) Salinan Surat Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan lembaga penegak
hukum lainnya.

Pasal 10
(1) Advokat berhenti atau dapat diberhentikan dari profesinya secara tetap karena alasan:
a.  permohonan sendiri;
b.  dijatuhi  pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih; atau
c.  berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.
(2) Advokat yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tidak berhak menjalankan profesi Advokat.

Pasal 11
Dalam hal Advokat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf
b yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Panitera Pengadilan Negeri
menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Organisasi Advokat.

BAB III
PENGAWASAN

Pasal 12
(1) Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Advokat dalam
menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi  Advokat dan
peraturan perundang-undangan.  

Pasal 13
(1) Pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentuk
oleh Organisasi Advokat.
(2) Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
unsur Advokat senior, para ahli/akademisi, dan masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut dengan keputusan
Organisasi Advokat. 

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN ADVOKAT

Pasal 14
Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela  perkara yang
menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada
kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang
menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan
perundang-undangan. 
Pasal 16
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan
tugas  profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang
pengadilan. 


Pasal 17
Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan
dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan
dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18
(1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang  membedakan perlakuan
terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar
belakang sosial dan budaya.
(2) Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien
oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.

Pasal 19
(1) Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari
Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
(2) Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan
atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan
terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat. 

Pasal 20
(1) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan
tugas dan martabat profesinya.
(2) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa
sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan
dalam menjalankan tugas profesinya.
(3) Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat
selama memangku jabatan tersebut.

BAB V
HONORARIUM

Pasal 21
(1) Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada
Kliennya.
(2) Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.

BAB VI
BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA

Pasal 22
(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada  pencari
keadilan yang tidak mampu. 
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara
cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VII
ADVOKAT ASING

Pasal 23
(1) Advokat asing dilarang beracara di sidang pengadilan, berpraktik dan/atau membuka
kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia.
(2) Kantor Advokat dapat mempekerjakan advokat asing sebagai karyawan atau tenaga
ahli dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi
Advokat.

(3) Advokat asing wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma untuk suatu waktu
tertentu kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara memperkerjakan advokat asing serta
kewajiban memberikan jasa hukum secara cuma-cuma kepada dunia pendidikan dan
penelitian hukum diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 24
Advokat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) tunduk kepada kode etik
Advokat Indonesia dan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
ATRIBUT

Pasal 25
Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara
pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN ADVOKAT

Pasal 26
(1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik profesi
Advokat oleh Organisasi Advokat.
(2) Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan
tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(3) Kode etik profesi Advokat  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat dilakukan oleh Organisasi
Advokat.
(5) Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran kode
etik profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(6) Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan tanggung
jawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi Advokat mengandung
unsur pidana.
(7) Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik
profesi Advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi
Advokat.
Pasal 27
(1) Organisasi Advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat baik di
tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
(2) Dewan Kehormatan di tingkat Daerah mengadili pada tingkat pertama dan Dewan
Kehormatan di tingkat Pusat mengadili pada tingkat banding dan terakhir.
(3) Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas unsur Advokat.
(4) Dalam mengadili sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Kehormatan
membentuk majelis yang susunannya terdiri atas unsur Dewan Kehormatan, pakar
atau tenaga ahli di bidang hukum dan tokoh masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat diatur dalam Kode Etik.

BAB X
ORGANISASI ADVOKAT

Pasal 28
(1) Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan
mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud
dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat.

(2) Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik,
baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.

Pasal 29
(1) Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan kode etik profesi Advokat bagi
para anggotanya.
(2) Organisasi Advokat harus memiliki buku daftar anggota.
(3) Salinan buku daftar anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
(4) Setiap 1 (satu) tahun Organisasi Advokat melaporkan pertambahan dan/atau
perubahan jumlah anggotanya kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
(5) Organisasi Advokat menetapkan kantor Advokat yang diberi kewajiban menerima
calon Advokat yang akan melakukan magang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf g.
(6) Kantor Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memberikan
pembimbingan, pelatihan, dan kesempatan praktik bagi calon advokat yang
melakukan magang.

Pasal 30
(1) Advokat yang dapat menjalankan pekerjaan profesi Advokat adalah yang diangkat
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. 
(2) Setiap Advokat yang diangkat berdasarkan Undang-Undang ini wajib menjadi
anggota Organisasi Advokat.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 31
Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak
seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 32
(1) Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah
diangkat pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku masih dalam proses penyelesaian, diberlakukan ketentuan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
(3) Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia
(IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia
(IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara
Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan
Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
(4) Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini,
Organisasi Advokat telah terbentuk.

Pasal 33
Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah
ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI),

Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia
(HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia
(AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei
2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-
Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34
Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat, tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan
yang baru sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini.

Pasal 35
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka:
1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie
(Stb. 1847 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan
segala perubahan dan penambahannya; 
2. Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der
Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8); 
3. Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 Nomor 446
jo. Stb. 1922 Nomor 523); dan 
4. Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 Nomor 522); 
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 36
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Telah Sah
pada tanggal 5 April 2003


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 April 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 49


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT

I.  UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara
tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut
antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum
(equality before the law). Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar juga  menentukan
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas,
mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga
peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa
hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya
keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan,
termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental
mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan
merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi
manusia.
Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar
pengadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat
sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan
hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka
dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun
dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan
berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum nasional khususnya
di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar
pengadilan.
Kendati keberadaan dan fungsi Advokat sudah berkembang sebagaimana
dikemukakan, peraturan perundang-undangan yang mengatur institusi Advokat
sampai saat dibentuknya Undang-undang ini masih berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan peninggalan zaman kolonial, seperti ditemukan dalam
Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb.
1847 : 23 jo. Stb. 1848 : 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan
dan penambahannya kemudian, Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke
Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 : 8),
Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 : 446 jo. Stb.
1922 : 523), dan Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 : 522).
Untuk menggantikan peraturan perundang-undangan yang  diskriminatif dan yang
sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku, serta sekaligus
untuk memberi landasan yang kokoh pelaksanaan tugas pengabdian Advokat dalam
kehidupan masyarakat, maka dibentuk Undang-Undang ini sebagaimana diamanatkan
pula dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 1999. 
Dalam Undang-undang ini diatur secara komprehensif berbagai ketentuan penting
yang melingkupi profesi Advokat, dengan tetap mempertahankan prinsip kebebasan
dan kemandirian Advokat, seperti dalam pengangkatan, pengawasan, dan penindakan
serta ketentuan bagi pengembangan organisasi Advokat yang kuat di masa
mendatang. Di samping itu diatur pula berbagai prinsip dalam penyelenggaraan tugas

profesi Advokat khususnya dalam peranannya dalam menegakkan keadilan serta
terwujudnya prinsip-prinsip negara hukum pada umumnya.

II.  PASAL DEMI PASAL 
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud  dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan
fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan
tinggi ilmu kepolisian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di Indonesia” adalah bahwa pada waktu
seseorang diangkat sebagai advokat, orang tersebut harus bertempat tinggal di
Indonesia. Persyaratan tersebut tidak mengurangi kebebasan seseorang setelah
diangkat sebagai advokat untuk bertempat tinggal dimanapun.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pegawai negeri” dan “pejabat negara”, adalah pegawai
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan “pejabat negara”
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian.
Dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa Pegawai Negeri terdiri dari:
a.  Pegawai Negeri Sipil; 
b.  Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan 
c.  Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 
Dalam Pasal 11 ayat (1) ditentukan bahwa Pejabat Negara terdiri dari:
a.  Presiden dan Wakil Presiden; 
b.  Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; 
c.  Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat; 
d.  Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung,
serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan; 
e.  Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung; 
f.  Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; 
g.  Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri; 
h.  Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; 
i.  Gubernur dan Wakil Gubernur; 
j.  Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan 
k.  Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang. 
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud
dalam huruf c mencakup Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f

Yang dimaksud dengan “Organisasi Advokat” dalam ayat ini adalah Organisasi
Advokat yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat (4) Undang-undang ini.
Huruf g
Magang dimaksudkan agar calon advokat dapat memiliki pengalaman praktis yang
mendukung  kemampuan, keterampilan, dan etika dalam menjalankan profesinya.
Magang dilakukan sebelum calon Advokat diangkat sebagai Advokat dan dilakukan
di kantor advokat. 
Magang tidak harus dilakukan pada satu kantor advokat, namun yang penting bahwa
magang tersebut dilakukan secara terus menerus dan sekurang-kurangnya selama 2
(dua) tahun.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah Advokat
sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan
setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Yang dimaksud dengan “bebas” adalah sebagaimana dirumuskan dalam penjelasan
Pasal 14.
Ayat (2)
Dalam hal Advokat membuka atau pindah kantor dalam suatu wilayah negara
Republik Indonesia, Advokat wajib memberitahukan kepada Pengadilan Negeri,
Organisasi Advokat, dan Pemerintah Daerah setempat.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan dalam huruf c ini, berlaku bagi Advokat baik di dalam maupun di luar
Pengadilan. Hal ini, sebagai konsekuensi status advokat sebagai penegak hukum, di
manapun berada harus menunjukkan sikap hormat terhadap hukum, peraturan
perundang-undangan, atau pengadilan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penegak hukum lainnya” adalah Pengadilan Tinggi untuk
semua lingkungan peradilan,  Kejaksaan, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Advokat.
Pasal 10

Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai Advokat.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Yang dimaksud dengan “bebas” adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan, tanpa rasa
takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat martabat profesi. Kebebasan tersebut
dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas
profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam
mendampingi kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi
tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya.
Yang dimaksud dengan “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap
tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini tidak mengurangi hak dan hubungan perdata Advokat
tersebut dengan kantornya.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah dengan memperhatikan resiko, waktu,
kemampuan, dan kepentingan klien.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “hukum asing” adalah hukum dari negara asalnya dan/atau
hukum internasional di bidang bisnis dan arbitrase.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 24

Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” antara lain ahli agama dan/atau ahli etika.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas. 
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah pengurus partai politik.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36 
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4288

Tidak ada komentar:

Posting Komentar