tag:blogger.com,1999:blog-58993912230512967082024-03-14T10:35:37.383-07:00Dadang Sumarna,SHJANGAN BERTANYA TENTANG KEADILAN,TAPI TEGAKANLAH KEADILANDadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.comBlogger33125tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-57978063680995275282013-12-13T23:11:00.001-08:002013-12-13T23:11:45.625-08:00kejahatan terhadap Kesusilaan dalam Hukum Pidana Islam, KUHP, RKUHP<div style="text-align: center;">
BAB I</div>
<div style="text-align: center;">
PENDAHULUAN </div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
A. Latar Belakang.<br />
<div style="text-align: justify;">
Kejahatan atau tindak pidana selalu ada dan melekat pada masyarakat, salah satu upaya pencegahan dan pengendalian kejahatan ialah dengan memberikan sanksi kepada pelakunya, berupa pemidanaan. ”Tugas sanksi adalah merupakan alat pemaksa atau pendorong atau jaminan agar norma hukum ditaati oleh setiap orang dan merupakan akibat hukum bagi seseorang yang melangar norma hukum, dengan demikian sanksi dapat sekaligus merupakan alat preventif, dan dalam hal telah terjadi suatu pelanggaran norma ia menjadi alat represif.” Konsep ”Tindak Pidana Kesusilaan” dalam perspektif hukum Islam menentukan dengan sangat sederhana bahwa kejahatan kesusilaan merupakan kejahatan yang sangat peka, sehingga kalau memang terbukti dan diajukan dimuka hakim hukumannya tegas dan jelas. Karena menyangkut harkat dan martabat dan harga diri manusia. Dan banyak ayat menyangkut kesusilaan ini yang patut menjadi perhatian diantaranya adalah : ”Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra : Ayat 32).Sedemikian peringatan tentang perzinaan : tidak disebut jangan berzina, mendekati saja pun sudah termasuk larangan. Mengingat kejinya zina, ancaman hukuman bukan kepalang dilukiskan, diantaranya yaitu :
” Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya” (QS. An Nisaa’: Ayat 15).
” Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman” (QS. An Nuur : Ayat 2).
Sanksi pidana merupakan sanksi yang lebih berat dibandingkan jenis sanksi lain seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata. Penentu sanksi pidana didasarkan pada benar-benar diperlukan adanya alat pemaksa (pamungkas) tertinggi (ultimum remedium) untuk menjamin suatu norma. Oleh karena itu, hukum pidana dapat disebut sebagai benteng dari hukum. “Dalam sistem hukum islam terdapat dua jenis sanksi, yaitu sanksi yang bersifat ukhrawi, yang diterima di akhirat kelah, dan sanksi duniawi yang diterapkan manusia melalui kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, kedua jenis sanksi tersebut mendorong masyarakat untuk patuh pada ketentuan hukum. Adapun tujuan hukum pada umumnya adalah menegakan keadilan agar terwujud ketertiban dan ketentraman masyarakat. Oleh karena itu, putusan hakim harus mangandung rasa keadilan agar dipatuhi masyarakat.”
Bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang lahir “atas berkat Rahmat Allah Yang Maha kuasa”, pengakuan ini secara resmi dituangkan pada bagian pembukaan (Preambule) UUD 1945 serta lebih jauh lagi dimasukan pada Bab XI tentang Agama khususnya Pasal 29 ayat 1 UUD 1945. Amanat para pendiri Republik Indonesia tersebut sebenarnya adalah merupakan suatu dasar dan penentu atas kelanjutan hidup berbangsa dan bernegara, oleh karenanya falsafah pancasila haruslah dijadikan sebagai nilai-nilai dasar dalam setiap bentuk usaha guna pembangunan pada segala aspeknya yang saat ini sedang kita lakukan, termasuk di dalamnya mengenai pembangunan hukum nasional.
Seperti diketahui sampai saat ini hukum positif terdiri dari unsur-unsur ; (1) hukum adat (2) Hukum islam (3) Hukum Barat dan (4) Hukum nasional yang disusun setelah proklamasi kemerdekaan berdasarkan pancasila dan UUD 1945, karena itu hukum positif Indonesia belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945, maka tugas pertama pembangunan hukum nasional ialah dalam waktu dekat mencabut atau menggantikan peraturan hukum yang berasal dari kolonial itu dan yang masih berlaku di Indonesia melalui Pasal II Aturan peralihan UUD 1945 dengan peraturan nasional, dan menciptakan hukum baru yang secara utuh bersumber pada pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan tuntutan pembangunan serta mampu bertanggungjawab atas perkembangan masyarakat baik ditingkat nasonal maupun global.
Pandangan dan konsep nilai bangsa Indonesia tentu sangat berbeda dengan konsep nilai bangsa asing. Hal demikian yang menjadi salah satu latar belakang mengapa KUHP (WvS) yang merupakan warisan bangsa kolonial dan masih berlaku sampai sekarang perlu diperbaharui. Menurut Sudarto : “Dinegara kita pandangan dan konsep nilai berdasarkan pancasila, sedangkan pandangan tentang hukum pidana erat sekali hubungannya dengan pandangan yang umum tentang hukum, tentang negara dan masyarakat dan tentang kriminalitas (kejahatan)”. Adapun salah satu kajian alternatif yang mendesak dan sesuai dengan ide pembaharuan hukum pidana nasional saat ini ialah kajian sistem hukum yang hidup di dalam masyarakat. Dikatakan demikian karena seiring dinyatakan bahwa sistem hukum nasional disamping hendaknya dapat menunjang pembangunan nasional dan kebutuhan pergaulan internasional, namun harus bersumber dan tidak mengabaikan nilai-nilai dan aspirasi hukum yang hidup dan berkembangan di dalam masyarakat. “Nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat itu dapat bersumber atau digali dari nilai-nilai hukum adat dan nilai-nilai hukum agama”.
Hukum Islam sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat sangat berpotensi memeberikan sumbangan bagi usaha pembahuan hukum pidana yang tengah diupayakan bangsa Indonesia. Menurut Ichtiyanto, sebenarnya hukum islam ada di dalam hukum nasional. Dalam teori “Eksistensi”-nya ia menyatakan bahwa :
1) Hukum Islam adalah bagian dari hukum nasional Indonesia ;
2) Hukum Indonesia bersifat mandiri dalam arti, kekuatan dan wibawanya diakui oleh hukum nasional dan diberi status sebagai hukum nasional ;
3) Norma hukum islam (agama) berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum dan unsur-unsur utama hukum nasional Indonesia.” </div>
<div style="text-align: justify;">
B. Rumusan Masalah.</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai pidana kesusilaan di Indonesia saat ini (di dalam KUHP dan Undang undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi), serta dalam Hukum Pidana Islam dan RKUHP ?</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Bagimanakah Perbedaan Penerapan sanksi pemidanaan terhadap Kesusilaan menurut KUHP dan Undang undang Nomor 44 tahun 2008, serta dalam Hukum Pidana Islam dan RKUHP ?</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Bagaimanakah Kontribusi Hukum Islam terhadap Hukum Pidana mengenai kesusilaan di Indonesia saat ini serta dalam RKUHP ? </div>
<div style="text-align: center;">
BAB II
PEMBAHASAN </div>
<div style="text-align: justify;">
A. Rumusan tindak pidana kesusilaan di Indonesia saat ini. </div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum pidana pada hakikatnya berisi norma-norma dan ketentuan hukum tentang perbuatan yang dilarang dan diharuskan disertai pidana bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Pelanggaran atas ketentuan hukum pidana biasanya disebut sebagai tindak pidana, perbuatan pidana, delik, peristiwa pidana dan banyak istilah lainya, yang terhadap pelakunya dapat dikenai sanksi sebagaimana sudah ditetapkan dalam undang-undang.
Ketentuan hukum mengenai pidana kesusilaan di Indonesia saat ini setidaknya terdapat 2 (dua) ketentuan organik yang mengaturnya, antara lain di dalam KUHP (WvS) serta Undang undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Hanya saja baik di dalam KUHP (WvS) maupun Undang undang Nomor 44 Tahun 2008, Nomenklatur (pemakaian istilah atau penamaan) tentang ”tindak pidana kesusilaan” tidak dikenal akan tetapi hanya dikenal sebagai tindak pidana terhadap kesopanan, namun demikian esensi dari istilah ”kesopanan” dalam KUHP tersebut adalah mengandung makna yang sama dengan ”tindak pidana kesusilaan” dalam penulisan ini.
Di dalam KUHP (WvS) yang berlaku saat ini, pengaturan mengenai ”tindak pidana kesopanan” di atur pada Buku Kedua Bab XIV (tentang kejahatan) dan Buku Ketiga Bab VI (tentang Pelanggaran). Dalam penjelasannya yang dimaksud dengan kesopanan disini adalah dalam arti kesusilaan (Zeden, eerbaarheid) atau perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin, misalnya bersetubuh, meraba buah dada wanita, meraba kemaluan wanita, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria, mencium dan sebagainya.
Konsep tindak pidana pada Bab XIV Buku Kedua dan Bab VI Buku Ketiga KUHP (WvS) tersebut, menurut Wirjono Prodjodikoro dibagi dalam dua jenis tindak pidana yakni :
1. Tindak pidana melanggar kesusilaan (zedelijkheid). Untuk kejahatan melanggar kesusilaan terdapat pada pasal 281 sampai dengan 299, sedangkan untuk pelanggaran golongan pertama (kesusilaan) dirumuskan dalam pasal 532 sampai pasal 535.
2. Tindak pidana melanggar kesopanan (zeden) yang bukan kesusilaan, artinya tidak berhubungan dengan masalah seksual, untuk kejahatan kesopanan ini dirumuskan dalam jenis pelanggaran terhadap kesopanan (di luar hal yang berhubungan dengan masalah seksual) dirumuskan dalam pasal 236 sampai dengan 547.
Untuk menutupi beberapa kekurangan dalam KUHP (WvS), lalu kemudian terbit Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang pada intinya mengatur mengenai larangan eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum.
Delik kesusilaan (zedelijkheid) dalam Bab XIV tentang Kejahatan meliputi perbuatan-perbuatan :
1. Melanggar kesusilaan (Pasal 281).
2. Menyiarkan, mempertunjukkan, dan seterusnya, tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan (Pasal 282).
3. Menawarkan, memberikan, dst., tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan (Pasal 283).
4. Zina (Pasal 284).
5. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh di luar perkawinan (Pasal 285).
6. Bersetubuh dengan seorang wanita dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya (Pasal 286).
7. Bersetubuh dengan wanita yang umurnya belum 15 tahun (Pasal 287).
8. Bersetubuh dengan wanita di dalam perkawinan yang belum mampu dikawin (Pasal 288).
9. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa melakukan perbuatan cabul (Pasal 289).
10. Melakukan perbuatan cabul dengan orang pingsan, belum berumur 18 tahun (Pasal 290).
11. Melakukan perbuatan cabul dengan orang sama jenis, yang belum cukup umur (Pasal 291).
12. Dengan memberi atau menjanjikan, menggerakkan seseorang belum cukup umur dan baik tingkah lakunya untuk melakukan perbuatan cabul (Pasal 293).
13. Melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum cukup umur (Pasal 294).
14. Menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, atau anak angkatnya yang belum cukup umur (Pasal 295).
15. Menghubungkan, memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya pencaharian atau kebiasaan (Pasal 296).
16. Perdagangan wanita dan anak laki-laki belum cukup umur (Pasal 297).
17. Mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati yang dapat menggugurkan hamilnya (Pasal 299).
Sedangkan Delik kesusilaan (zedelijkheid) dalam Bab VI Buku Ketiga KUHP (WvS) meliputi perbuatan-perbuatan :
1. Menyanyikan lagu-lagu, mengadakan pidato, mengadakan tulisan atau gambaran yang melanggar kesusilaan di muka umum (Pasal 532).
2. Mempertunjukkan, menempelkan tulisan, gambaran atau benda yang mampu membangkitkan nafsu birahi para pemuda (Pasal 533).
3. Terang-terangan mempertunjukkan sarana untuk mencegah hamil (Pasal 534).
4. Terang-terangan mempertunjukkan sarana untuk menggugur-kan kandungan (Pasal 535).
B. Rumusan Tindak Pidana Kesusilaan Dalam RKUHP.
Dalam RUU KUHP Tahun 2012 tidak lagi membedakan antara "kejahatan" dan "pelanggaran" sebagaimana selama ini dibedakan menurut KUHP yang berlaku. RUU KUHP hanya terdiri atas dua buku, yaitu Buku I mengenai Ketentuan Umum dan Buku II mengenai Tindak Pidana. Sebagai konsekuensi logis dari tidak adanya pembedaan tersebut adalah tidak lagi ada kualifikasi "kejahatan kesusilaan" dan "pelanggaran kesusilaan". Tindak pidana kesusilaan dalam RUU KUHP diatur pada Bab XVI Pasal 467 s/d Pasal 503 RUU KUHP. Tindak pidana kesusilaan dalam RUU KUHP merupakan gabungan dari "kejahatan" dan "pelanggaran” kesusilaan. Artinya, baik materi/substansi pasal-pasal yang merumuskan kejahatan kesusilaan maupun pelanggaran kesusilaan diadopsi menjadi materi/substansi tindak pidana kesusilaan dalam RUU KUHP.
Secara garis besar tindak pidana kesusilaan dalam RUU KUHP meliputi perbuatan-perbuatan sebagai berikut :
1. Perbuatan yang berhubungan dengan kesusilaan di Muka Umum (Pasal 467).
2. Perbuatan yang berhubungan dengan Pornografi (Pasal 468 – Pasal 479).
3. Menawarkan dan sebagainya tulisan, gambar, benda, atau rekaman untuk mencegah atau menggugurkan kandungan (Pasal 480 - Pasal 482).
4. Tentang Zina dan perbuatan cabul (Pasal 483 – Pasal 487).
5. Tentang perkosaan (Pasal 488).
6. Tentang pencabulan (Pasal 489 – Pasal 497).
7. Tentang pengobatan yang dapat mengakibatkan gugurnya kandungan (Pasal 498).
8. Tentang melakukan persetubuhan terhadap hewan (Pasal 501 ayat 1 huruf c).
Dalam RUU KUHP terdapat beberapa perkembangan atau perluasan. Perkembangan yang dimaksud adalah adanya beberapa perbuatan yang dalam RUU KUHP (ius constituendum) diancam pidana, padahal dalam KUHP yang berlaku saat ini (WvS) merupakan perbuatan yang bukan merupakan tindak pidana (ius con-stitutum). Serta dalam RUU KUHP juga terdapat perluasan mengenai perumusan tindak pidana, dimana semula diatur dalam KUHP (WvS) lalu diadopsi dalam RUU KUHP untuk kemudian diadakan perluasan perumusan atas tindak pidana tersebut.
Adapun perluasan-perluasan yang berbeda antara KUHP saat ini (WvS) dengan RUU KUHP tentang tindak pidana kesusilaan antara lain sebagai berikut :
1. Yang dapat di pidana atas perbuatan ”Zina” antara Pasal 284 KUHP (WvS) dengan Pasal 483 RUU KUHP pada dasarnya adalah sama yakni ”apabila salah satu pihak (pria atau wanita) telah terikat dalam hubungan perkawinan”. Hanya saja di dalam RUU KUHP terdapat penambahan yakni : walaupun, baik laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah apabila melakukan persetubuhan juga dapat dipidana (Pasal 483, ayat (1), huruf e, RUU KUHP 2012).
2. Definisi ”persetubuhan dengan anak” dalam KUHP (WvS) adalah 15 tahun (Pasal 287 ayat (1), akan tetapi dalam RUU KUHP adalah usia 2 Tahun (Pasal 484 RUU KUHP).
3. Dalam KUHP yang berlaku saat ini (WvS) tidak diatur mengenai ”kumpul kebo” (Samen Leven), akan tetapi dalam RUU KUHP dapat di pidanakan (Pasal 485 RUU KUHP).
4. Dalam KUHP yang berlaku saat ini (WvS) tidak diatur mengenai ”melacurkan diri”, akan tetapi dalam RUU KUHP perbuatan tersebut dilarang (Pasal 486 RUU KUHP).
C. Rumusan Tindak Pidana Kesusilaan Dalam Hukum Pidana Islam.
Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau jarimah. Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Secara terminologi kata jinayat mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh Abdal Qodir Awdah bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya. Di kalangan fuqoha', perkataan Jinayat berarti perbuatan perbuatan yang dilarang oleh syara'. Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayat adalah jarimah, yaitu larangan-larangan syara' yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta'zir.
Haliman dalam disertasinya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukum pidana dalam syari'at Islam adalah ketentuan-ketentuan hukum syara' yang melarang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, dan pelanggaran terhadap ketentuan hukum tersebut dikenakan hukuman berupa penderitaan badan atau harta.
Tindak pidana yang berkaitan dengan hak Allah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan umum. Misal perampokan, pencurian, perzinaan, pemberontakan. Tindak pidana yang berkaitan dengan hak hamba adalah segala sesuatu yang mengancam kemaslahatan bagi seorang manusia.
Zina adalah hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah dan dilakukan dengan sadar serta tanpa adanya unsur subhat. Delik perzinaan ditegaskan dalam al-Qur’an dan sunnah. Hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah (ghairu muhsan) didasarkan pada ayat al-Qur’an, yakni didera seratus kali. Sementara bagi pezina muhsan dikenakan sanksi rajam. Rajam dari segi bahasa berarti melempari batu. rajam adalah melempari pezina muhsan sampai menemui ajalnya. Adapun dasar hukum dera atau cambuk seratus kali adalah firman Allah dalam QS. An Nuur, ayat 2 :
“ Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”.
Sedangkan dasar penetapan hukum rajam adalah hadis Nabi :
خُذُوا عَنِّي خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللهُ لَهُنَّ سَبِيلاً الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ
” Terimalah dariku! Terimalah dariku! Sungguh Allah telah memberi jalan kepada mereka. Bujangan yang berzina dengan gadis dijilid seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan orang yang telah kawin yang berzina didera seratus kali dan dirajam”.
Ancaman keras bagi pelaku zina tersebut karena dalam pandangan Islam zina merupakan perbuatan tercela yang menurunkan derajat dan harkat kemanusiaan secara umum. Apabila zina tidak diharamkan niscaya martabat manusia akan hilang karena tata aturan perkawinan dalam masyarakat akan rusak. Di samping itu pelaku zina berarti mengingkari nikmat Allah tentang kebolehan dan anjuran Allah untuk menikah.
Hukuman delik perzinaan yang menjadi perdebatan di kalangan umat Islam adalah hukum rajam. Jumhur ulama menganggap tetap eksisnya hukum rajam, sekalipun bersumber pada khabar ahad. Sementara golongan Khawarij, Mu’tazilah dan sebagian fuqaha Syiah menyatakan, sanksi bagi pezina adalah hukum dera (cambuk).
Adapun alasan mereka yang menolak hukum rajam adalah :
1. Hukum rajam dianggap paling berat di antara hukum yang ada dalam Islam namun tidak ditetapkan dalam al-Qur`an. Seandainya Allah melegalkan hukum rajam mestinya ditetapkan secara definitif dalam nas.
2. Hukuman bagi hamba sahaya separoh dari orang merdeka, kalau hukum rajam dianggap sebagai hukuman mati, apa ada hukuman separoh mati. Demikian juga ketentuan hukuman bagi keluarga Nabi dengan sanksi dua kali lipat Apakah ada dua kali hukuman mati. Secara jelas ayat yang menolak adalah QS. An Nisaa’, ayat25:
…فَإِذَا اُحْـصِنَّ فَإِنْ أَتَــيْنَا بِــفَاحِـشَةٍ فَـعَلَيْـهِنَّ نِـصْفُ مَــا عَلَى الْمُحْصَـنَـاتِ مِنَ الْعَــذَابِ…
… jika para budak yang telah terpelihara melakukan perbuatan keji (zina), maka hukumannya adalah separoh dari wanita merdeka …
Ayat di atas menunjukan bahwa hukum rajam tidak dapat dibagi dua, maka hukum yang logis diterapkan adalah hukum dera 100 kali. Jika pelakunya budak, maka berdasarkan ketentuan QS. An Nisaa’ ayat 25 adalah separoh, yakni lima puluh kali.
3. Hukum dera yang tertera dalam QS. An Nuur ayat 2 berlaku umum, yakni pezina muhsan dan ghairu muhsan. Sementara hadis Nabi yang menyatakan berlakunya hukum rajam adalah lemah.
Masih dalam aliran ini, Izzudin bin Abd as-Salam sebagaimana dikutip oleh Fazlur Rahman, menyatakan bahwa hukum rajam dengan argumnetasi seluruh materi yang bersifat tradisional bersifat non reiable, di samping tidak ditegaskan dalam al-Qur`an juga warisan sejarah orang-orang Yahudi.
Sementara Anwar Haryono menyatakan, bahwa hukum rajam pertama kali diterapkan dalam sejarah Islam terhadap orang Yahudi dengan mendasarkan kitab mereka, yakni Taurat. Kejadian itu kemudian menjadi rujukan hukum, artinya siapa saja yang berzina dirajam. Demikian halnya dengan pendapat Hasbi Ash-Shiddieqy, hukum rajam ada dan dipraktekan dalam Islam, akan tetapi terjadi sebelum diturunkannya QS. An Nuur ayat (2). Maka hukum yang muhkam Alangkah bijaksananya kalau kita mengatakan hukum had itu tidak boleh dilaksanakan, kecuali telah sempurna perbuatan dosa seseorang, yakni terpenuhinya syarat, rukun dan tanpa adanya unsur subhat. sampai sekarang adalah hukum dera bagi pezina.
Tidak ada maksud mengklaim kebenaran pada salah satu pihak yang pro dan kontra tentang sanksi bagi pezina (dera atau rajam). Ada baiknya merujuk pada teks dengan mempertimbangkan realitas masyarakat kontemporer, seperti Indonesia yang plural. Artinya harus bertolak dari kenyataan bahwa hukum rajam bukan hukum yang hidup dalam sistem negara Islam manapun, kecuali Saudi Arabia. Realitas ini tentunya tidak lepas dari adanya perubahan konstruksi masyarakat sekarang, dengan konstruksi masyarakat muslim pada saat hukum rajam diterapkan. Perubahan masyarakat pada gilirannya merubah rasa hukum masyarakat, sehingga masyarakat enggan melaksanakan hukum rajam, di sisi lain pezina harus dihukum berdasarkan ketentuan al-Qur`an.
Di sini perlu dipahami, bahwa perintah Rasul untuk menghukum rajam bagi pezina harus diperhitungkan latar belakang historisnya:
1. Hukum rajam pertama kali diterapkan kepada orang Yahudi, dasar hukumnya adalah kitab mereka yakni Taurat.
2. Diterapkannya hukum rajam pada masa Nabi adalah ketika surat an-Nur ayat (2) belum diturunkan. Sedang hukum yang berlaku setelah diturunkannya surat an-Nur ayat (2) adalah hukum cambuk (dera) 100 kali.
3. Rasululah menghukum rajam di kala itu bukan sebagai hukuman had, melainkan hukuman ta’zir.
Hukum rajam atau dera seratus kali bagi pezina bukanlah suatu kemutlakan. Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Syahrur dengan teorinya halah al-had al-a’la, (batas maksimal ketentuan hukum Allah), bahwa hukum rajam (dera) bisa dipahami sebagai hukum tertinggi dan adanya upaya untuk berijtihad dalam kasus tersebut dapat dibenarkan. Demikian halnya pelaku yang tidak diketahui oleh orang lain, Islam memberikan peluang terhadapnya untuk bertobat. Sebagaimana Nabi menjadikan sarana dialog dalam kasus Ma’iz bin Malik, yang mengaku berzina dan minta disucikan kepada Nabi. Nabi berpaling dan bertanya berulang-ulang agar pengakuan dicabut dan segera bertaubat.
Dari berbagai pendapat tentang eksistensi hukum rajam, dapat disimpulkan bahwa hukum rajam adalah alternatif hukuman yang terberat dalam Islam dan bersifat insidentil. Artinya penerapannya lebih bersifat kasuistik. Karena hukuman mati dalam Islam harus melalui pertimbangan matang kemaslahatan individu maupun masyarakat. </div>
<div style="text-align: justify;">
D. Kontribusi Hukum Pidana Islam Terhadap Hukum Pidana Nasional. </div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut hukum islam disyaratkannya hukuman adalah untuk memperbaiki perilaku manusia, memelihara mereka dari segala bentuk kemafsadatan (kerusakan), mengindai mereka dari kesesatan, mengajak mereka untuk mentaaati seluruh perintah Allah SWT dan Rasul-nya, dan meredam seluruh bentuk maksiat.
Dalam hukum islam dikenal beberapa sanksi berkenaan dengan pertanggungjawaban perbuatan, akan tetapi yang lebih diutamakan adalah memaafkan tanpa menuntut diat sama sekali, dan merupakan perbuatan mulia serta sangat disukai oleh ALLAH SWT. Pemaafan tersebut diperbolehkan pada semua tindak pidana kisas/diat dan takzir yang merupakan hak adamu, sedangkan pada tindak pidana hudud merupakan hak ALLAH SWT.
Konsep pemaafan dalam hukum islam sebetulnya hampir sama dengan ”asas rechterlijk pardon” yang termuat dalam pasal 55 ayat 2 Rancangan KUHP 2012, yang antara lain di sebutkan :
“ Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian, dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan memepertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
Selanjutnya penjelasan dari pasal 52 RKUHP menyebutkan :
“ Ketentuan ini dikenal dengan asas rechterlijke pardon yang memeberi kewenangan kepada hakim untuk memberi maaf pada seseorang yang bersalah melakukan tindak pidana yang bersifat ringan (tidak serius). pemberian maaf ini dicantumkan dalam putusan hakim dan tetap harus dinyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana yang di dakwakan kepadanya”.
Menurut Syathibi sebenarnya setiap hukum syara tidak pernah sunyi dari hak allah, yakni dari segi ibadahnya, sebagaimana juga adanya hak bagi manusia, karena cepat atau lambat sesungguhnya syariat itu diadakan dengan mengandung pengertian untuk kemaslahatan manusia (hamba Allah).
Jadi jelas bahwa islam sangat menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hal demikian juga tercermin dalam sistem pemidanaan menurut hukum islam.
Didalam Ensiklopedia Hukum Islam disebutkan bahwa diantara ciri-ciri hukum islam adalah hukum islam sangat memperhatikan segi kemanusiaan seseorang, baik mengenai jiwa, akal, maupun akidahnya, baik selaku perorangan maupun anggota masyarakat; mengenai anak dan isteri maupun harta kekayaannya. manusialah yang menjadi sumber bagi segala hukum yang digariskan dalam al-quran. hukum islam memberikan penghormatan kepada manusia karena kemanusiaanya. Hukum islam tidak membenarkan seorang melecehkan harga diri, mengancam atau menumpahkan darah orang lain. Disampng itu hukum islam juga tidak mendasarkan perintahnya pada pemaksaan yang dapat menghilangkan kemerdekaan manusia dan membatasi geraknya. </div>
<div style="text-align: center;">
BAB III
PENUTUP </div>
<div style="text-align: justify;">
Kontribusi hukum pidana islam terhadap KUHP dan RKUHP dapat di lihat dalam kriminalisasi perbuatan-perbuatan yang secara kesusilaan dianggap menyimpang dan di kenakan sanksi pidana terhadap para pelaku kejahatan terhadap kesusilaan. Dalam hukum pidana islam dikenal dengan prinsip memaafkan atau dengan kata lain apabila korban memaafkan maka kejahatan tersebut secara otomatis hilang dan tidak perlu dipertanggungjawabkan kepada korban oleh pelaku, konsep ini di adopsi oleh hukum pidana indonesia khusunya dalam rancangan RKUHP yang disebut dengan rehtilejk Pardon, atau dapat dijumpai dalam pasal 55 ayat 2 RKUHP.
Klasifikasi tindak pidana dalam hukum Islam dibagi atas : Hudud Qisas / Diyat Ta’zir Tindak pidana Hudud Adalah setiap tindak pidana yang sanksinya ditentukan oleh al-quran maupun hadis nabi. Tindak pidana Hudud adalah kejahatan yang paling serius dan berat dalam hukum pidana Islam. Karena terkait erat dengan kepentingan publik. Namun tidak berarti kejahatan hudud tidak mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali. Kejahatan hudud ini terkait dengan Hak Allah Tindak pidana ini diancam dengan hukuman hadd, yaitu hukuman yang ditentukan Langsung oleh Allah SWT. Ini berarti bahwa baik kuantitas maupun kualitas ditentukan dan Allah SWT tidak mengenal tingkatan serta harus dilaksanakan.
</div>
Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-29044194308205206872013-03-21T08:26:00.003-07:002013-03-21T08:26:40.271-07:00jumawa<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US">SISTEM PEMIDANAAN BERBASIS
<i>RESTORATIVE JUSTICE<o:p></o:p></i></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US"><i>Oleh: </i></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US">Dadang Sumarna</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US">Mahasiswa Pasca Sarjana UMJ</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">KUHP yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP
yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (<i>Wetboek van Strafrecht</i>) yang
pada prakteknya sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang.
KUHP yang merupakan warisan KUHP Kerajaan Belanda diberlakukan di Indonesia
dengan beberapa penyesuaian, bahkan Prof. Soedarto menyatakan bahwa teks resmi
KUHP hingga saat ini masih dalam bahasa Belanda.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Pasca kemerdekaan, baik pada masa demokrasi terpimpin
maupun Orde Baru, KUHP warisan Belanda ini masih tetap berlaku termasuk pula <i>hatzaai
artikelen </i>(pasal-pasal penyebar kebencian) terhadap pimpinan politik,
pejabat atau golongan etnis.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US"> Kenyataan inilah
yang menyebabkan kebutuhan untuk melakukan pembaharuan hukum pidana (<i>penal
reform</i>) di Indonesia. Kebutuhan untuk melakukan pembaharuan hukum pidana
sejalan dengan hasil dari Kongres PBB tahun 1976 tentang pencegahan kejahatan dan
perlakuan kepada pelaku kejahatan. Dalam kongres tersebut dinyatakan bahwa hukum
pidana yang ada selama ini di berbagai negara yang sering berasal dari hukum asing
dari zaman kolonial yang pada umumnya telah asing dan tidak adil (<i>obsolete
and unjustice</i>) serta ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan kenyataan (<i>outmoded
and unreal</i>) karena tidak berakar dan pada nilai-nilai budaya dan bahkan ada
diskrepansi dengan aspirasi masyarakat serta tidak responsif terhadap kebutuhan
sosial masa kini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US"> Kondisi perubahan
hukum yang adil dan sesuai dengan kenyataan yang berakar dari nilainilai yang
ada dalam masyarakat kemudian secara tegas juga dinyatakan dalam konsideran
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang menyatakan bahwa materi
hukum pidana nasional harus disesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia. Sementara
tujuan penyusunan hukum pidana dinyatakan sebagai perwujudan upaya pembaharuan
hukum nasional Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta untuk
menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US"> Penjelasan Umum RKUHP
juga menyatakan bahwa Penyusunan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Nasional untuk menggantikan KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda dengan
segala perubahannya merupakan salah satu usaha dalam rangka pembangunan hukum
nasional. Usaha tersebut dilakukan secara terarah dan terpadu agar dapat
mendukung pembangunan nasional di berbagai bidang, sesuai dengan tuntutan
pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam
masyarakat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Berdasarkan atas landasan yang terkandung dalam konsideran
RKUHP tersebut, reformulasi atas pengaturan hukum pidana yang dilakukan
meliputi penentuan tindak pidana (kriminalisasi) yang sangat jauh berbeda
dengan KUHP sekarang. Tercatat ada 743 pasal dalam RKUHP dimana 513 di
antaranya adalah pasal mengenai tindak pidana, selebihnya adalah pasal yang
berkaitan dengan ketentuan umum. Jumlah rancangan pasal yang sedemikian besar
terutama berkaitan dengan banyaknya pasal tentang tindak pidana dalam RKUHP ini
menimbulkan berbagai reaksi dan sorotan yang mengkritisi bahwa RKUHP ini
mempunyai gejala <i>over criminalization</i>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Sorotan lainnya adalah berkaitan dengan pola pemidanaan dan
penetapan sanksi pidana yang masih menempatkan pidana mati sebagai pidana yang
terberat. Kritik atas masih dipertahankannya pidana mati bagi pelaku ini
didasarkan atas pelanggaran terhadap konstitusi dimana dalam UUD Amandemen
Kedua, secara tegas dinyatakan tentang jaminan atas hak hidup dan hak ini
adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaaan apapun (<i>non derogable
rights</i>). Selain itu, mempertahankan hukuman mati juga bertentangan dengan
beberapa prinsip dan standar internasional dalam mengenai pemidanaan. PBB juga
telah mengeluarkan beberapa dokumen penting berkaitan dengan pemidanaan. <i>Standard
Minimum Rules for the Treatment of Prisoner </i>tahun 1957 dan Konvenan Sipil
Politik pada tahun 1966 menyatakan bahwa tujuan dari pemidanaan adalah untuk
merehabilitasi pelaku kejahatan. PBB juga menyoroti tentang pentingnya
perhatian kepada korban kejahatan dengan dikeluarkannya <i>Declaration of Basic
Principle of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power </i>oleh Majelis
Umum PBB. Dengan rumusan yang demikian, sorotan khusus berkenaan dengan pola
pemidanaan dan penentuan sanksi dalam RKHUP ini perlu dilakukan karena
pemidanaan ini dapat memberikan arah dan pertimbangan mengenai apa yang
seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana. Pembaharuan hukum
pidana, dalam hal ini berkaitan dengan sistem sanksi dalam RKUHP, harus
dilandasi dengan re-orientasi atas tujuan pemidanaan. Hal ini penting untuk
melihat apa maksud dan capaian yang hendak diharapkan atas sebuah proses
pembaharuan dalam hukum pidana. Mengetahui maksud dan capaian tentang tujuan
pemidanaan akan menunjukkan paradigma negara atas perlindungan dan jaminan
keadilan dan perlindungan hak asasi terhadap warga negaranya sebagaimana
dicantumkan dalam konsiderannya. Namun tujuan pemidanaan dan bentuk-bentuk
sanksi dalam RKUHP perlu dilakukan peninjauan untuk melihat sejauh mana
landasan tujuan pemidanaan dan bentuk-bentuk sanksi yang ditetapkan, karena
penetapan sanksi dalam peraturan perundang-undangan adalah sangat penting dan
strategis untuk mencapai tujuan dari kebijakan hukum pidana (<i>penal policy</i>).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US"> </span></b><span style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">Selama ini belum ada rumusan tentang tujuan pemidanaan
dalam hukum positif Indonesia. Sebagai akibat tidak adanya rumusan pemidanaan
ini menyebabkan banyak sekali rumusan jenis dan bentuk sanksi pidana yang tidak
konsisten dan tumpang tindih. RKUHP yang telah disusun ini nampaknya akan
mengalami problem yang sama dimana kecenderungan adanya pencampuran konsep
pemidanaan dan penetapan sanksi. Persoalan penetapan sanksi (bentuk-bentuk
pidana) dalam RKUHP Indonesia, dalam sejarahnya, mengalami beberapa kali
perubahan. Tercatat terdapat lebih dari delapan konsep RKUHP yang dalam
beberapa konsepnya mempunyai persamaan namun juga terdapat beberapa perbedaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Hal ini menunjukkan bahwa konsep pemidanaan dan penetapan
sanksi dalam RKUHP selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Adanya
perubahan yang cukup mendasar dari konsep awal sampai dengan konsep yang
terakhir menunjukkan bahwa persoalan pemberian sanksi dalam RKUHP selalu
disesuaikan dengan perkembangan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Barda Nawawi Arief dan Muladi menyatakan bahwa hubungan antara penetapan sanksi
pidana dan tujuan pemidanaan adalah titik penting dalam menentukan strategi
perencanaan politik kriminal. Menentukan tujuan pemidanaan dapat menjadi landasan
untuk menentukan cara, sarana atau tindakan yang akan digunakan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Kebijakan menetapkan sanksi pidana apa yang dianggap paling
baik untuk mencapai tujuan, setidaktidaknya mendekati tujuan, tidak dapat
dilepaskan dari persoalan pemilihan berbagai alternatif sanksi. Masalah
pemilihan berbagai alternatif untuk memperoleh pidana mana yang dianggap paling
baik, paling tepat, paling patut paling berhasil atau efektif merupakan masalah
yang tidak mudah. Dilihat dari sudut politik kriminil, maka tidak terkendalikannya
perkembangan kriminalitas yang semakin meningkat, justru dapat disebabkan oleh
tidak tepatnya jenis sanksi pidana yang dipilih dan ditetapkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Ketentuan mengenai pemidanaan dalam RKUHP, jika
dibandingkan dengan KUHP yang saat ini berlaku mengalami beberapa perubahan
mendasar. Bagian mengenai pemidanaan di antaranya berisi tentang tujuan
pemidanaan, pedoman pemidanaan dan alasan-alasan mengenai dapat dijatuhkannya
pemidanaan bagi pelaku tindak pidana. Pengaturan ini lebih lengkap dibandingkan
dengan ketentuan dalam KUHP yang berlaku saat ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Rancangan KHUP menganut sistem pemidanaan dua jalur (<i>double
track system</i>) dimana di samping pelaku tindak pidana dapat dijatuhi sanksi
pidana (<i>criminal punishment</i>), dapat juga dikenakan berbagai tindakan (<i>treatment</i>).
Selain itu, dalam jenis-jenis pemidanaan dalam RKUHP ini juga bertambah dengan
adanya pidana pengawasan dan pidana kerja sosial yang merupakan bagian dari
pidana pokok, jenis tindak pidana yang sebelumnya belum pernah dikenal dalam
KUHP Indonesia. Namun di tengah beberapa perubahan yang mendasar tersebut,
ternyata dalam RKUHP masih mengatur beberapa ketentuan yang selama ini menjadi
kontroversi, misalnya ketentuan tentang hukuman mati. Di samping itu, RKUHP
juga memasukkan beberapa ketentuan yang berkaitan dengan pemidanaan (denda)
adat yang mempunyai rumusan tidak rinci dan sangat tergantung pada putusan
hakim. RKUHP sejak awal terlihat tidak cukup konsisten dalam menentukan tujuan
pemidanaan dan penetapan sanksi-sanksinya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Barda Nawawi Arief, menyatakan bahwa pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam perumusan tujuan pemidanaan adalah : a) Pada hakekatnya
undang-undang merupakan sistem hukum yang bertujuan sehingga dirumuskan pidana
dan aturan pemidanaan dalam undang-undang, pada hakikatnya hanya merupakan
sarana untuk mencapai tujuan, b) Dilihat secara fungsional operasional,
pemidanaan merupakan suatu rangkaian proses dan kebijakan yang konkretasinya
sengaja direncanakan melalui tiga tahap. Agar ada keterjalinan dan keterpaduan
antara ketiga tahap itu sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan, maka
dirumuskan tujuan pemidanaan, c) Perumusan tujuan pemidanaan dimaksudkan
sebagai ”fungsi pengendalian kontrol” dan sekaligus memberikan landasan
filosofis, dasar rasionalitas dan motivasi pemidanaan yang jelas dan terarah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Setiap
masyarakat mengembangkan mekanismenya sendiri-sendiri guna mengontrol perilaku
anggota-anggotanya yang melakukan atau yang dianggap melakukan perilaku yang
menyimpang. Khususnya bila penyimpangan tersebut dianggap intensional, tidak
dapat diterima dan mengakibatkan kerugian serius (berupa timbulnya korban atau
biaya dalam arti luas), muncullah konsep penghukuman (<i>punishment</i>). Pada
awalnya, penghukuman dilakukan dengan paradigma <i>retributive</i> dan
merupakan reaksi langsung atas perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang. Paradigma retributive ini terlihat dalam semangat mengganjar
secara setimpal berkaitan dengan perbuatan dan atau efek dari perbuatan yang
telah dilakukan. Paradigma penghukuman belakangan muncul dengan semangat agar
orang tidak melakukan perbuatan yang diancamkan. Dengan kata lain, penghukuman
dilakukan dengan semangkat menangkal (<i>deterrence</i>).<a href="" name="_ftnref1"></a><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=3821534803656655240&postID=2697632419117920868#_ftn1" title=""></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Perkembangan
pemahaman mengenai kegunaan penghukuman sebagai instrumen dalam rangka metode
pengubahan tingkah laku terlihat melalui munculnya paradigma <i>rehabilitative</i>.
Paradigma tersebut melihat bahwa seseorang yang melanggar atau menyimpang dari
aturan yang ada pada dasarnya adalah orang yang rusak, sakit, kekurangan,
bermasalah atau memiliki ketidakmampuan sehingga melakukan perilaku tersebut.
Oleh karena itu, melalui penghukuman atasnya, orang tersebut pada dasarnya
hendak diperbaiki atau disembuhkan dari kekurangannya. Seiring dengan perubahan
paradigma tersebut, bentuk-bentuk penghukuman pun berkembang, bervariasi dan,
konon, semakin manusiawi. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
</div>
<ol>
<li><b style="line-height: 200%;">Ruang Lingkup Sistem Pemidanaan</b></li>
</ol>
<br />
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Secara singkat, “sistem pemidanaan” dapat diartikan
sebagai “sistem pemberian atau
penjatuhan pidana”. Sistem pemberian/penjatuhan pidana (sistem pemidanaan)
itu dapat dilihat dari 2 (dua) sudut, Dari sudut fungsional (dari sudut
bekerjanya/berfungsinya/proses-nya), sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai
Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk
fungsionali-sasi/operasionalisasi/konkretisasi pidana, Keseluruhan sistem
(aturan perundang-undangan) yang mengatur bagaimana hukum pidana ditegakkan atau dioperasionalkan
secara konkret sehingga seseorang
dijatuhi sanksi (hukum)
pidana. </span><b style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 200%; text-indent: 31.2pt;">Dengan pengertian demikian, maka sistem pemidanaan identik dengan sistem
penegakan hukum pidana yang terdiri dari sub-sistem Hukum Pidana
Materiel/Substantif, sub-sistem Hukum Pidana Formal dan sub-sistem Hukum
Pelaksanaan Pidana. Ketiga sub-sistem
itu merupakan satu kesatuan sistem pemidanaan, karena tidak mungkin hukum
pidana dioperasionalkan/ditegakkan secara konkret hanya dengan salah satu
sub-sistem itu. Pengertian sistem pemidanaan yang demikian itu dapat disebut
dengan “sistem pemidanaan fungsional”
atau “sistem pemidanaan dalam arti luas”. </b></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<b style="line-height: 200%; text-indent: 31.2pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Dari sudut
norma-substantif </span></b><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 200%; text-indent: 31.2pt;"><b>(hanya dilihat dari
norma-norma hukum pidana substantif), sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai
Keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiel untuk pe-midanaan atau
Keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiel untuk
pemberian/penjatuhan dan pelaksanaan pidana. Dengan pengertian demikian, maka
keseluruhan peraturan perundang-undangan <i>(“statutory
rules”) </i>yang ada di dalam KUHP maupun UU khusus di luar KUHP, pada hakikatnya
merupakan satu kesatuan
sistem pemidanaan, yang terdiri dari “aturan umum” <i>(“general rules”) </i>dan “aturan khusus” <i>(“special rules”).</i> Aturan umum terdapat di dalam Buku I KUHP, dan
aturan khusus terdapat di dalam Buku II dan III KUHP maupun dalam UU Khusus di
luar KUHP.</b></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 31.2pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 0cm; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
</div>
<ol>
<li><b style="line-height: 200%; text-indent: 0cm;"><span lang="EN-US">Tujuan dan Pedoman Pemidanaan</span></b></li>
</ol>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Berbeda dengan KUHP yang sekarang berlaku, di dalam
Konsep dirumuskan tentang “Tujuan dan Pedoman Pemidanaan”. Dirumuskan-nya hal
ini, bertolak dari pokok pemikiran bahwa : </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; mso-list: l3 level7 lfo2; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">1.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">Sistem hukum pidana merupakan
satu kesatuan sistem yang ber-tujuan <i>(“purposive
system”) </i>dan pidana hanya merupakan alat/ sarana untuk mencapai tujuan;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; mso-list: l3 level7 lfo2; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">2.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">“Tujuan pidana” merupakan
bagian integral (sub-sistem) dari ke-seluruhan sistem pemidanaan (sistem hukum
pidana) di samping sub-sistem lainnya, yaitu sub-sistem “tindak pidana”,
“pertang-gungjawaban pidana (kesalahan)”, dan “pidana”;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; mso-list: l3 level7 lfo2; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">3.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">Perumusan tujuan dan pedoman
pemidanaan dimaksudkan se-bagai fungsi pengendali/kontrol/pengarah dan
sekaligus mem-berikan dasar/landasan filosofis, rasionalitas, motivasi, dan
justifi-kasi pemidanaan;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; mso-list: l3 level7 lfo2; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">4.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">Dilihat secara
fungsional/operasional, sistem pemidanaan meru-pakan suatu rangkaian proses
melalui tahap “formulasi” (kebi-jakan legislatif), tahap “aplikasi” (kebijakan
judisial/judikatif), dan tahap “eksekusi” (kebijakan administratif/eksekutif);
oleh karena itu agar ada keterjalinan dan keterpaduan atara ketiga tahap itu
sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan, diperlukan perumus-an tujuan dan
pedoman pemidanaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 17.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 0cm; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<b><span lang="EN-US"><span style="font-size: 7pt; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><!--[endif]--><b><span lang="EN-US">Ide-ide Dasar Sistem Pemidanaan </span></b><span lang="EN-US">: </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Sistem pemidanaan yang dituangkan di dalam Konsep,
dila-tarbelakangi oleh berbagai ide-dasar atau prinsip-prinsip sebagai berikut
:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level2 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">a.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">ide keseimbangan monodualistik
antara kepentingan masyara-kat (umum) dan kepentingan individu;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level2 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">b.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">ide keseimbangan antara “<i>social welfare</i>” dengan “<i>social defen-ce</i>”; </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level2 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">c.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">ide keseimbangan antara pidana
yang berorientasi pada pelaku/ “<i>offender</i>”
(individualisasi pidana) dan “<i>victim</i>”
(korban); </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level2 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">d.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">ide penggunaan “<i>double track system</i>” (antara pidana/<i>punish-ment </i>dengan tindakan/<i>treatment/measures</i>); </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level2 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">e.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">ide mengefektifkan <i>“non custodial measures (alternatives to
imprisonment)”.</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level2 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">f.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">Ide elastisitas/fleksibilitas
pemidanaan (“<i>elasticity/flexibility of
sentencing</i>”); </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level2 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">g.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">Ide
modifikasi/perubahan/penyesuaian pidana (“<i>modification
of sanction”; the alteration/annulment/revocation of sanction”; “re-determining
of punishment”); </i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level2 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">h.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">Ide subsidiaritas di dalam
memilih jenis pidana;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level2 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">i.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">Ide permaafan hakim (“<i>rechterlijk pardon”/”judicial pardon</i>”);</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level2 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US">j.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US">Ide mendahulukan/mengutamakan
keadilan dari kepastian hu-kum;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.85pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Bertolak dari ide-ide dasar itu, maka di dalam Konsep
ada ketentutuan-ketentuan yang tidak ada
dalam KUHP (WvS) yang berlaku saat ini, yaitu antara lain :</span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">adanya pasal yang
menegaskan asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (asas culpabilitas) yang
diimbangi dengan adanya ketentuan tentang “<i>strict
liability</i>” dan “<i>vicarious liability</i>”
(Pasal 35);<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">adanya batas usia
pertanggungajawaban pidana anak <i>(“the age
of criminal responsibility”</i>); Pasal 46.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">3.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">adanya bab khusus
tentang pemidanaan terhadap anak (Bab III Bagian Keempat); <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">4.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">adanya kewenangan hakim
untuk setiap saat menghentikan atau tidak melanjutkan proses pemeriksaan
perkara pidana terhadap anak (asas diversi), Pasal 111;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">5.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">adanya pidana mati
bersyarat (Pasal 86);<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">6.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">dimungkinkannya
terpidana seumur hidup memperoleh pelepasan bersyarat (Pasal 67 jo. 69);<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">7.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">adanya pidana kerja
sosial; pidana pembayaran ganti rugi, dan pe-menuhan kewajiban adat dan/atau
kewajiban menurut hukum yang hidup (Pasal 62 jo 64);<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">8.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">adanya pidana minimal
khusus yang disertai juga dengan aturan/pe-doman pemidanaannya atau
penerapannya (Pasal 66, 82, 120, 121, 130, 137);<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">9.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">dimungkinkannya
penggabungan jenis sanksi (pidana dan tindakan);<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">10.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">dimungkinkannya pidana
tambahan dijatuhkan sebagai sanksi yang berdiri sendiri (Pasal 64 ayat 2);<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">11.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">dimungkinkannya hakim
menjatuhkan jenis pidana lain yang tidak tercantum dalam perumusan delik yang
hanya diancam dengan pida-na tunggal
(Pasal 56-57); <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">12.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">dimungkinkannya hakim menjatuhkan pidana secara kumulatif wa-laupun ancaman pidana dirumuskan
secara alternatif (Pasal 58);<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">13.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">dimungkinkannya hakim
memberi maaf/pengampunan (“<i>rechterlijk pardon</i>”) tanpa menjatuhkan
pidana/tindakan apapun kepada terdak-wa,
sekalipun telah terbukti adanya tindak pidana dan kesalahan (Pasal 52
ayat 2).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">14.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">adanya kewenangan hakim
untuk tetap mempertanggungjawabkan/ memidana si pelaku walaupun ada alasan
penghapus pidana, jika si pelaku patut dipersalahkan (dicela) atas terjadinya
keadaan yang menjadi alasan penghapus pidana tersebut (dikenal dengan <b>asas <i>“culpa
in causa” </i> </b>atau asas <b><i>“actio
libera in causa</i></b><i>”</i>); Pasal 54 <a href="file:///E:/Pasca%20Sarjana/RETROAKTIF.doc#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference">*)</span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoPlainText" style="line-height: 200%; margin-left: 59.55pt; mso-list: l0 level3 lfo1; tab-stops: list 59.55pt; text-align: justify; text-indent: -22.7pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">15.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">dimungkinkannya
perubahan/modifikasi putusan pemidanaan, wa-laupun sudah berkekuatan tetap
(Pasal 55 dan Pasal 2 ayat 3);<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US">Aliran-Aliran Dalam
Hukum Pidana<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US"> </span></b><span style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">Salah satu masalah pokok hukum pidana adalah mengenai
konsep tujuan pemidanaan dan untuk mengetahui secara komprehensif mengenai
tujuan pemidanaan ini harus dikaitkan dengan aliran-aliran dalam hukum pidana.
Aliran-aliran tersebut adalah aliran klasik, aliran modern (aliran positif) dan
aliran neo klasik. Perbedaaan aliran klasik, modern dan neo klasik atas
karakteristik masing-masing erat sekali hubungannya dengan keadaan pada zaman
pertumbuhan aliran-aliran tersebut. Aliran klasik yang muncul pada abad ke-18
merupakan respon dari </span><i style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">ancietn regime </i><span style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">di Perancis dan Inggris yang banyak
menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidaksamaan hukum dan ketidakadilan. Aliran
ini berfaham indeterminisme mengenai kebebasan kehendak (</span><i style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">free will</i><span style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">)
manusia yang menekankan pada perbuatan pelaku kejahatan sehingga dikehendakilah
hukum pidana perbuatan (</span><i style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">daad-strefrecht</i><span style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">). Aliran klasik pada prinsipnya
hanya menganut </span><i style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">single track system </i><span style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">berupa sanksi tunggal, yaitu sanksi
pidana. Aliran ini juga bersifat retributif dan represif terhadap tindak pidana
karena tema aliran klasik ini, sebagaimana dinyatakan oleh Beccarian adalah
doktrin pidana harus sesuai dengan kejahatan. Sebagai konsekuensinya, hukum
harus dirumuskan dengan jelas dan tidak memberikan kemungkinan bagi hakim untuk
melakukan penafsiran. Hakim hanya merupakan alat undang-undang yang hanya menentukan
salah atau tidaknya seseorang dan kemudian menentukan pidana. Undang-undang
menjadi kaku dan terstruktur. Aliran klasik ini mempunyai karakteristik sebagai
berikut :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">a. Definisi hukum dari kejahatan;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">b. Pidana haru sesuai dengan kejahatannya;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">c. Doktrin kebebasan berkehendak;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">d. Pidana mati untuk beberapa tindak pidana;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">e. Tidak ada riset empiris; dan<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US"> f. Pidana yang
ditentukan secara pasti.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Aliran Modern atau aliran positif muncul pada abad ke-19
yang bertitik tolak pada aliran determinisme yang menggantikan doktrin
kebebasan berkehendak (<i>the doctrine of free will</i>). Manusia dipandang
tidak mempunyai kebebasan berkehendak, tetapi dipengaruhi oleh watak
lingkungannya, sehingga dia tidak dapat dipersalahkan atau
dipertanggungjawabkan dan dipidana. Aliran ini menolak pandangan pembalasan
berdasarkan kesalahan yang subyektif. Aliran ini menghendaki adanya
individualisasi pidana yang bertujuan untuk mengadakan resosialisasi pelaku.
Aliran ini menyatakan bahwa sistem hukum pidana, tindak pidana sebagai perbuatan
yang diancam pidana oleh undang-undang, penilaian hakim yang didasarkan pada
konteks hukum yang murni atau<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<span lang="EN-US">sanksi pidana
itu sendiri harus tetap dipertahankan. Hanya saja dalam menggunakan hukum
pidana, aliran ini menolak penggunaan fiksi-fiksi yuridis dan teknik-teknik
yuridis yang terlepas dari kenyataan sosial. Marc Ancel, salah satu tokoh
aliran modern menyatakan bahwa kejahatan merupakan masalah kemanusiaan dan
masalah sosial yang tidak mudah begitu saja dimasukkan ke dalam perumusan
undang-undang. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Ciri-ciri aliran modern adalah sebagai berikut :<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">a. Menolak definisi hukum dari kejahatan;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">b. Pidana harus sesuai dengan pelaku tindak pidana;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">c. Doktrin determinisme;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">d. Penghapusan pidana mati;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">e. Riset empiris; dan<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">f. Pidana yang tidak ditentukan secara pasti.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Aliran neo klasik yang juga berkembang pada abad ke-19
mempunyai basis yang sama dengan aliran klasik, yakni kepercayaan pada
kebebasan berkehendak manusia. Aliran ini beranggapan bahwa pidana yang
dihasilkan olah aliran klasik terlalu berat dan merusak semangat kemanusiaan
yang berkembang pada saat itu. Perbaikan dalam aliran neo klasik ini didasarkan
pada beberapa kebijakan peradilan dengan merumuskan pidana minimum dan maksimum
dan mengakui asas-asas tentang keadaan yang meringankan (<i>principle of
extenuating circumtances</i>). Perbaikan selanjutnya adalah banyak kebijakan
peradilan yang berdasarkan keadaaan-keadaan obyektif. Aliran ini mulai
mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku tindak
pidana.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Karakteristik aliran neo klasik adalah sebagai berikut :<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; tab-stops: 54.0pt; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">a. Modifikasi dari
doktrin kebebasan berkehendak, yang dapat dipengaruhi oleh patologi,
ketidakmampuan, penyakit jiwa dan keadaan-keadaan lain;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">b. Diterima
berlakunya keadaan-keadaan yang meringankan;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">c. Modifikasi dari doktrin pertanggungjawaban
untuk mengadakan peringatan pemidanaan, dengan kemungkinan adanya
pertanggungjawaban sebagian di dalam kasus-kasus tertentu, seperti penyakit
jiwa usia dan keadaan-keadaan lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan
kehendak seseorang pada saat terjadinya kejahatan; dan<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">d. Masuknya
kesaksian ahli di dalam acara peradilan guna menentukan derajat
pertanggungjawaban.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"> </span><b style="line-height: 200%; text-align: justify;"><span lang="EN-US">G. Tujuan Pemidanaan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Menentukan tujuan pemidanaan menjadi persoalan yang cukup
dilematis, terutama dalam menentukan apakah pemidanaan ditujukan untuk
melakukan pembalasan atas tindak pidana yang terjadi atau merupakan tujuan yang
layak dari proses pidana adalah pencegahan tingkah laku yang anti sosial.
Menentukan titik temu dari dua pandangan tersebut jika tidak berhasil dilakukan
memerlukan formulasi baru dalam sistem atau tujuan pemidanaan dalam hukum
pidana. Pemidanaan mempunyai beberapa tujuan yang bisa diklasifikasikan
berdasarkan teori-teori tentang pemidanaan. Teori tentang tujuan pemidanaan
yang berkisar pada perbedaan hakekat ide dasar tentang pemidanaan dapat dilihat
dari beberapa pandangan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Herbert L. Packer menyatakan bahwa ada dua pandangan
konseptual yang masing-masing mempunyai implikasi moral yang berbeda satu sama
lain, yakni pandangan retributif (<i>retributive view</i>) dan pandangan <i>utilitarian
</i>(<i>utilitarian view</i>). Pandangan retributif mengandaikan pemidanaan
sebagai ganjaran negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga
masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemindanaan hanya sebagai pembalasan
terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya
masing-masing. Pandangan ini dikatakan bersifat melihat ke belakang (<i>backward-looking</i>).
Pandangan <i>untilitarian </i>melihat pemidanaan dari segi manfaat atau
kegunaannya dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin
dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak, pemidanaan
dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan di pihak
lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan
melakukan perbuatan yang serupa. Pandangan ini dikatakan berorientasi ke depan
(<i>forward-looking</i>) dan sekaligus mempunyai sifat pencegahan (<i>detterence</i>).
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Sementara Muladi membagi teori-teori tentang tujuan
pemidanaan menjadi 3 kelompok yakni : a) Teori absolut (retributif); b) Teori
teleologis; dan c) Teori retributifteleologis.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan
pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada
perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini
mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena
orang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus
ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga
sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Teori teleologis (tujuan) memandang bahwa pemidanaan bukan
sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang
bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Sanksi
ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan
kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Teori retributif-teleologis memandang bahwa tujuan
pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip
teleologis (tujuan) dan retributif sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak
ganda, dimana pemidanaan mengandung karakter retributif sejauh pemidanaan
dilihat sebagai suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah.
Sedangkan karakter teleologisnya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral
tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian
hari. Pandangan teori ini menganjurkan adanya kemungkinan untuk mengadakan
artikulasi terhadap teori pemidanaan yang mengintegrasikan beberapa fungsi
sekaligus <i>retribution </i>yang bersifat <i>utilitarian </i>dimana pencegahan
dan sekaligus rehabilitasi yang kesemuanya dilihat sebagai sasaran yang harus
dicapai oleh suatu rencana pemidanaan. Karena tujuannya bersifat integratif,
maka perangkat tujuan pemidanaan adalah : a) Pencegahan umum dan khusus; b)
Perlindungan masyarakat; c) Memelihara solidaritas masyarakat dan d)
Pengimbalan/pengimbangan. Mengenai tujuan, maka yang merupakan titik berat<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<span lang="EN-US">sifatnya
kasusistis.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Perkembangan teori tentang pemidanaan selalu mengalami
pasang surut dalam perkembangannya. Teori pemidanaan yang bertujuan
rehabilitasi telah dikritik karena didasarkan pada keyakinan bahwa tujuan
rehabilitasi tidak dapat berjalan. Pada tahun 1970-an telah terdengar
tekanan-tekanan bahwa <i>treatment </i>terhadap rehabilitasi tidak berhasil serta <i>indeterminate sentence </i>tidak
diberikan dengan tepat tanpa garis-garis pedoman. Terhadap tekanan atas tujuan
rehabilitasi lahir “Model Keadilan” sebagai justifikasi modern untuk pemidanaan
yang dikemukakan oleh Sue Titus Reid. Model keadilan yang dikenal juga dengan
pendekatan keadilan atau model ganjaran setimpal (<i>just desert model</i>)
yang didasarkan pada dua teori tentang tujuan pemidanaan, yaitu pencegahan (<i>prevention</i>)
dan retribusi (<i>retribution</i>). Dasar retribusi dalam <i>just desert model </i>menganggap
bahwa pelanggar akan dinilai dengan sanksi yang patut diterima oleh mereka
mengingat kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya, sanksi yang tepat akan
mencegah para kriminal melakukan tindakan-tindakan kejahatan lagi dan mencegah
orang-orang lain melakukan kejahatan. Dengan skema <i>just desert </i>ini,
pelaku dengan kejahatan yang sama akan menerima penghukuman yang sama, dan
pelaku kejahatan yang lebih serius akan mendapatkan hukuman yang lebih keras
daripada pelaku kejahatan yang lebih ringan. Terdapat dua hal yang menjadi
kritik dari teori <i>just desert </i>ini, yaitu: <i>Pertama</i>, karena <i>desert
theories </i>menempatkan secara utama menekankan pada keterkaitan antara
hukuman yang layak dengan tingkat kejahatan, dengan kepentingan memperlakukan
kasus seperti itu, teori ini mengabaikan perbedaan-perbedaan yang relevan
lainnya antara para pelaku, seperti latar belakang pribadi pelaku dan dampak
penghukuman kepada pelaku dan keluarganya dan dengan demikian seringkali
memperlakukan kasus yang tidak sama dengan cara yang sama. <i>Kedua</i>, secara
keseluruhan, tapi eksklusif, menekankan pada pedomanpedoman pembeda dari
kejahatan dan catatan kejahatan mempengaruhi psikologi dari penghukuman dan
pihak yang menghukum.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Di samping <i>just desert model </i>juga terdapat model
lain yaitu <i>restorative justice model </i>yang seringkali dihadapkan pada <i>retributive
justice model</i>. Van Ness menyatakan bahwa landasan <i>restorative juctice
theory </i>dapat diringkaskan dalam beberapa karakteristik :<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<i><span lang="EN-US">a. Crime is primarily conflict between
individuals resulting in injuries to victims, communities and the offenders
themself; only secondary is it lawbreaking.<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<i><span lang="EN-US">b. The overarching aim of the criminal justice
process should be to reconcile parties while repairing the injuries caused by
crimes.<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">c. <i>The criminal justice process should
facilitate active participation by victims, offenders and their communities. It
should not be dominated by goverment to the exclusion of others.<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<i><span lang="EN-US"> </span></i><span style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">Secara lebih rinci Muladi menyatakan bahwa </span><i style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">restorative
justice model </i><span style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;">mempunyai beberapa karakteristik yaitu :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">a. Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran
seorang terhadap orang lain dan diakui sebagai konflik;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">b. Titik perhatian pada pemecahan masalah
pertanggungjawaban dan kewajiban pada masa depan;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">c. Sifat
normatif dibangun atas dasar dialog dan negosiasi;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">d. Restitusi sebagai sarana perbaikan para
pihak, rekonsiliasi dan restorasi sebagai tujuan utama;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">e. Keadilan dirumuskan sebagai hubungan-hubungan
hak, dinilai atas dasar hasil; <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">f. Sasaran
perhatian pada perbaikan kerugian sosial;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">g. Masyarakat merupakan fasilitator di dalam
proses restoratif;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">h. Peran
korban dan pelaku tindak pidana diakui, baik dalam masalah maupun penyelesaian
hak-hak dan kebutuhan korban. Pelaku tindak pidana didorong untuk bertanggung
jawab;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">i. Pertanggungjawaban si pelaku dirumuskan
sebagai dampak pemahaman terhadap perbuatan dan untuk membantu memutuskan yang
terbaik;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">j. Tindak
pidana dipahami dalam konteks menyeluruh, moral, sosial dan ekonomis; dan <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">k. Stigma
dapat dihapus melalui tindakan restoratif.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<i><span lang="EN-US">Restorative justice model </span></i><span lang="EN-US">diajukan oleh kaum abolisionis yang melakukan penolakan
terhadap sarana koersif yang berupa sarana penal dan diganti dengan sarana
reparatif. Paham abolisionis menganggap sistem peradilan pidana mengandung
masalah atau cacat struktural sehingga secara relatistis harus dirubah
dasar-dasar sruktur dari sistem tersebut. Dalam konteks sistem sanksi pidana,
nilai-nilai yang melandasi paham abolisionis masih masuk akal untuk mencari
alternatif sanksi yang lebih layak dan efektif daripada lembaga seperti
penjara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<i><span lang="EN-US">Restorative justice </span></i><span lang="EN-US">menempatkan nilai yang lebih tinggi dalam keterlibatan yang
langsung dari para pihak. Korban mampu untuk mengembalikan unsur kontrol,
sementara pelaku didorong untuk memikul tanggung jawab sebagai sebuah langkah
dalam memperbaiki kesalahan yang disebabkan oleh tindak kejahatan dan dalam
membangun sistem nilai sosialnya. Keterlibatan komunitas secara aktif
memperkuat komunitas itu sendiri dan mengikat komunitas akan nilai-nilai untuk
menghormati dan rasa saling mengasihi antar sesama. Peranan pemerintah secara
substansial berkurang dalam memonopoli proses peradilan sekarang ini. <i>Restorative
justice </i>membutuhkan usaha-usaha yang kooperatif dari komunitas dan
pemerintah untuk menciptakan sebuah kondisi dimana korban dan pelaku dapat
merekonsiliasikan konflik mereka dan memperbaiki luka-luka mereka.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<i><span lang="EN-US">Restorative justice </span></i><span lang="EN-US">mengembalikan konflik kepada pihak-pihak yang paling
terkenal pengaruh – korban, pelaku dan “kepentingan komunitas” mereka -- dan
memberikan keutamaan pada kepentingan-kepentingan mereka. <i>Restorative justi</i>ce
juga menekankan pada hak asasi manusia dan kebutuhan untuk mengenali dampak
dari ketidakadilan sosial dan dalam cara-cara yang sederhana untuk
mengembalikan mereka daripada secara sederhana memberikan pelaku keadilan
formal atau hukum dan korban tidak mendapatkan keadilan apapun. Kemudian <i>restorative
justice </i>juga mengupayakan untuk me<i>restore </i>keamanan korban,
penghormatan pribadi, martabat, dan yang lebih penting adalah <i>sense of
control</i>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<b style="line-height: 200%;"><span lang="EN-US">Pengertian Restorative
Justice</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">"Restorative justice" sebagai
salah usaha untuk mencari penyelesaian konflik secara damai di luar pengadilan
masih sulit diterapkan. Di Indonesia banyak hukum adat yang bisa menjadi
restorative justice, namun keberadaannya tidak diakui negara atau tidak
dikodifikasikan dalam hukum nasional. Hukum adat bisa menyelesaikan konflik
yang muncul di masyarakat dan memberikan kepuasan pada pihak yang berkonflik.
Munculnya ide restorative justice sebagai kritik atas penerapan sistem
peradilan pidana dengan pemenjaraan yang dianggap tidak efektif menyelesaikan
konflik sosial. Penyebabnya, pihak yang terlibat dalam konflik tersebut tidak
dilibatkan dalam penyelesaian konflik. Korban tetap saja menjadi korban, pelaku
yang dipenjara juga memunculkan persoalan baru bagi keluarga dan sebagainya.<a href="" name="_ftnref2"></a><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=3821534803656655240&postID=2697632419117920868#_ftn2" title=""></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Ciri yang menonjol dari restorative justice,
kejahatan ditempatkan sebagai gejala yang menjadi bagian tindakan sosial dan
bukan sekadar pelanggaran hukum pidana. Kejahatan dipandang sebagai tindakan
yang merugikan orang dan merusak hubungan sosial. Berbeda dengan hukum pidana yang
telah menarik kejahatan sebagai masalah negara. Hanya negara yang berhak
menghukum, meskipun sebenarnya komunitas adat bisa saja memberikan sanksi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Sistem pemenjaraan sebagai pelampiasan
kebencian masyarakat yang diterima dan dijalankan negara. Munculnya ide
restorative justice karena proses pidana belum memberikan keadilan pada korban.
Usaha ke arah restorative justice sebenarnya sudah ada di lembaga
pemasyarakatan, meskipun masih belum menonjol. Penerapan itu misalnya,
menempatkan masa pembinaan sebagai ajang menyetarakan kembali hubungan
narapidana dan korban.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Model
hukuman restoratif diperkenalkan karena sistem peradilan pidana dan pemidanaan
yang sekarang berlaku menimbulkan masalah. Dalam sistem kepenjaraan sekarang
tujuan pemberian hukuman adalah penjeraan, pembalasan dendam, dan pemberian
derita sebagai konsekuensi perbuatannya. Indikator penghukuman diukur dari
sejauh mana narapidana (napi) tunduk pada peraturan penjara. Jadi,
pendekatannya lebih ke keamanan (<i>security approach</i>).<a href="" name="_ftnref3"></a><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=3821534803656655240&postID=2697632419117920868#_ftn3" title=""></a> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;">
<span lang="EN-US">Selain
pemenjaraan yang membawa akibat bagi keluarga napi, sistem yang berlaku
sekarang dinilai tidak melegakan atau menyembuhkan korban. Apalagi, proses
hukumnya memakan waktu lama. Sebaliknya, pemidanaan restoratif melibatkan
korban, keluarga dan pihak-pihak lain dalam menyelesaikan masalah. Disamping
itu, menjadikan pelaku tindak pidana bertanggung jawab untuk memperbaiki
kerugian yang ditimbulkan perbuatannya. Pada korban, penekanannya adalah
pemulihan kerugian aset, derita fisik, keamanan, harkat dan kepuasan atau rasa
keadilan. Bagi pelaku dan masyarakat, tujuannya adalah pemberian malu agar
pelaku tidak mengulangi lagi perbuatannya, dan masyarakat pun menerimanya.
Dengan model restoratif, pelaku tidak perlu masuk penjara kalau kepentingan dan
kerugian korban sudah direstorasi, korban dan masyarakat pun sudah memaafkan,
sementara pelaku sudah menyatakan penyesalannya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Namun,
penerapannya tidak mudah. Kalau hanya diterapkan di lingkungan Lapas, hasilnya
tidak akan maksimal. Model restoratif harus dilaksanakan mulai dari kepolisian,
saat pertama kali perkara dalam proses penyidikan. Di kejaksaan dan pengadilan
pun demikian harus dilaksanakan. Satu hal lagi yang sulit adalah memulihkan
derita korban, baik fisik maupun psikis. Kerugian materiil mungkin bisa
digantikan pelaku. Tetapi bagaimana dengan derita psikis, misalnya akibat
pemerkosaan?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Penghukuman pidana pada dasarnya adalah
suatu bentuk penebusan kesalahan yang pernah dilakukan oleh seseorang. Ia
seperti tindakan membayar hutang kepada pemberi hutang. Oleh karena itu ketika
seseorang narapidana telah selesai menjalani hukuman, ia harus diperlakukan
sebagai orang yang merdeka seperti pembayar hutang yang telah melunasi
hutangnya. Apabila mantan napi tidak diperlakukan secara adil sebagai warga
masyarakat biasa yang telah menebus kesalahan, maka akibat yang paling buruk
adalah mereka akan dapat mengulangi kembali tindakan pelanggaran hukumnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
pelanggar hukum sesungguhnya mempunyai beberapa ciri, bukan ciri tunggal
penjahat. Penjahat dalam hal ini bukan kategori hukum, tetapi kategori sosial
yaitu orang yang pola tingkah lakunya cenderung melanggar hukum pidana. Pelanggaran
hukum pidana telah menjadi pilihan utama dalam bertingkah laku.<a href="" name="_ftnref4"></a><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=3821534803656655240&postID=2697632419117920868#_ftn4" title=""></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Peradilan
jaman sekarang tidak membuktikan bahwa seseorang menjadi jera dan menyelesaikan
masalah. Secara konseptual, keadilan alternatif ini adalah keadilan yang bisa
melihat keadilan secara menyeluruh dan lebih sensitif. Keadilan secara
menyeluruh ini juga mencakup kemungkinan perbaikan yang dilakukan oleh pihak terhukum
kepada korban. Dengan adanya kesempatan itu, konsep keadilan lebih bisa
diterima semua pihak. Tidak seperti sekarang, di mana seseorang bisa saja
melakukan balas dendam pada terhukum setelah korban keluar dari penjara, atau
si korban merasa trauma berlebihan karena pahitnya perasaan ”kotor” yang timbul
setelah diperkosa. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Wajah
lain dari hukum dan proses hukum yang formal tadi adalah terdapatnya fakta
bahwa keadilan formal tadi, sekurang-kurangnya di Indonesia, ternyata mahal,
berkepanjangan, melelahkan, tidak menyelesaikan masalah dan, yang lebih parah
lagi, penuh dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu dari
berbagai masalah yang menjadikan bentuk keadilan ini terlihat problematik
adalah, mengingat terdapat dan dilakukannya satu proses yang sama bagi semua
jenis masalah (<i>one for all mechanism</i>). Inilah yang mengakibatkan mulai
berpalingnya banyak pihak guna mencari alternatif penyelesaian atas masalahnya.<a href="" name="_ftnref5"></a><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=3821534803656655240&postID=2697632419117920868#_ftn5" title=""></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Proses <i>restorative justice</i> pada
dasarnya dilakukan melalui diskresi (kebijaksanaan) dan diversi ini, merupakan
upaya pengalihan dari proses peradilan pidana ke luar proses formal untuk
diselesaikan secara musyawarah. Penyelesaian melalui musyawarah sebetulnya
bukan hal baru bagi bangsa Indonesia. Sebelum pendudukan Belanda, bangsa kita
sudah memiliki hukum sendiri, yaitu hukum adat. Hukum adat tidak membedakan
penyelesaian perkara pidana dengan perkara perdata, semua perkara dapat
diselesaikan secara musyawarah dengan tujuan untuk mendapatkan keseimbangan
atau pemulihan keadaan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Sasaran akhir konsep peradilan restorative
ini mengharapkan berkurangnya jumlah tahanan di dalam penjara; menghapuskan
stigma/cap dan mengembalikan pelaku kejahatan menjadi manusia normal; pelaku
kejahatan dapat menyadari kesalahannya, sehingga tidak mengulangi perbuatannya
serta mengurangi beban kerja polisi, jaksa, rutan, pengadilan, dan lapas;
menghemat keuangan negara tidak menimbulkan rasa dendam karena pelaku telah
dimaafkan oleh korban, korban cepat mendapatkan ganti kerugian; memberdayakan
masyarakat dalam mengatasi kejahatan dan; pengintegrasian kembali pelaku
kejahatan dalam masyarakat.<a href="" name="_ftnref6"></a><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=3821534803656655240&postID=2697632419117920868#_ftn6" title=""></a> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Istilah
“penyelesaian di luar pengadilan” umumnya dikenal sebagai kebijakan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum yang memiliki wewenang untuk melakukan
beberapa hal sebagai berikut: sebagai penentu keluaran akhir dari suatu kasus
sengketa, konflik, pertikaian atau pelanggaran, namun juga memiliki wewenang
melakukan diskresi / pengenyampingan perkara pidana yang dilakukan oleh pihak
tertentu, dilanjutkan dengan permintaan kepada pelaku / pelanggar agar
mengakomodasi kerugian korban. Istilah umum yang populer adalah dilakukannya
“perdamaian” dalam perkara pelanggaran hukum pidana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Keuntungan
dari penggunaan “penyelesaian di luar pengadilan” dalam menyelesaikan
kasus-kasus pidana adalah bahwa pilihan penyelesaian pada umumnya diserahkan
kepada pihak pelaku dan korban. Keuntungan lain yang juga amat menonjol adalah
biaya yang murah. Sebagai suatu bentuk pengganti sanksi, pihak pelaku dapat
menawarkan kompensasi yang dirundingkan / disepakati dengan pihak korban.
Dengan demikian, keadilan menjadi buah dari kesepakatan bersama antar para
pihak sendiri, yaitu pihak korban dan pelaku, bukan berdasarkan kalkulasi jaksa
dan putusan hakim. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Sebelumnya
perlu dikemukakan beberapa alasan bagi dilakukannya penyelesaian perkara pidana
di luar pengadilan pidana sebagai berikut<a href="" name="_ftnref7"> </a><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=3821534803656655240&postID=2697632419117920868#_ftn7" title=""></a>:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 45.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">1. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori delik aduan,
baik aduan yang bersifat absolut maupun aduan yang bersifat relatif.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 45.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">2. Pelanggaran hukum pidana tersebut memiliki pidana denda sebagai
ancaman pidana dan pelanggar telah membayar denda tersebut (Pasal 80 KUHP).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 45.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV">3. Pelanggaran hukum pidana tersebut
termasuk kategori “pelanggaran”, bukan “kejahatan”, yang hanya diancam dengan
pidana denda.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 45.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV"> <i>4.
</i>pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk tindak pidana di bidang hukum
administrasi yang menempatkan sanksi pidana sebagai <i>ultimum remedium.<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 45.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV">5. Pelanggaran hukum pidana tersebut
termasuk kategori ringan/serba ringan dan aparat penegak hukum menggunakan
wewenangnya untuk melakukan diskresi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 45.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV">6. Pelanggaran hukum pidana biasa yang
dihentikan atau tidak diproses ke pengadilan (deponir) oleh Jaksa Agung sesuai
dengan wewenang hukum yang dimilikinya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 45.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV">7. Pelanggaran hukum pidana tersebut
termasuk kategori pelanggaran hukum pidana adat yang diselesaikan melalui
lembaga adat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="SV">Sedangkan kelemahan dari penggunaan </span><span lang="EN-US">“penyelesaian di luar pengadilan”</span><span lang="SV">, dapat menjadi sumber penyalahgunaan wewenang
dari para penegak hukum, khususnya apabila diskresi dibelokkan menjadi
”komoditi”. Ketidakmauan menghukum juga dapat dipersepsi sebagai melunaknya
hukum dimata para pelaku kejahatan atau pelanggar aturan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Terkait
dengan kepolisian, sebagai elemen awal dalam sistem peradilan pidana Indonesia,
maka dapat disebutkan bahwa dalam Naskah Akademis mengenai Court Dispute
Resolution dari Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tahun 2003, dalam salah
satu kesimpulan terakhirnya antara lain disebutkan bahwa mediasi, sebagai salah
satu bentuk ADR, seyogyanya bersifat wajib untuk perkara kecil baik perdata
maupun pidana. Itulah yang menjadikan penanganan masalah secara alternatif ini
relevan untuk dikaitkan dengan proses penegakan hukum Polri, khususnya
menyangkut <b>perkara pidana yang ringan.<a href="" name="_ftnref8"></a><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=3821534803656655240&postID=2697632419117920868#_ftn8" title=""></a></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Pada
penyidikan tindak pidana di tingkat kepolisian, adanya “penyelesaian di luar
pengadilan” seringkali menimbulkan kecurigaan atas kewenangan penyidik
kepolisian dalam menyelesaikan perkara. Adanya kesepakatan antara korban /
pelapor dengan pelaku / terlapor dalam proses penyidikan kepolisian sering
dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang dari para penegak hukum tersebut. Niat
baik dari penyidik kepolisian yang menangani perkara dengan adanya
“penyelesaian di luar pengadilan”, dikenal dalam proses penyidikan kepolisian
maupun kejaksaan dengan istilan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)
seringkali dianggap sebagai “komoditi”. Sindiran sinis sering terucap, berapa
uang yang diminta penyidik, atau berapa uang yang diberikan pihak yang
bersengketa atau berselisih (pelapor dengan terlapor).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Kontroversi dalam penegakan hukum pidana berdasarkan
KUHAP sering terjadi, sementara para penegak hukum masih berkutat dalam
paradigma formalisme, sehingga banyak kasus-kasus yang semestinya dapat diadili
menjadi menguap begitu saja karena keterbatasan pemikiran tentang pelaksanaan
penegakan hukum. Padahal tujuan utama dari penegakan hukum adalah mewujudkan
kebenaran dan keadilan.<a href="" name="_ftnref9"></a><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=3821534803656655240&postID=2697632419117920868#_ftn9" title=""></a> Selama aparat penegak
hukum tidak mengubah pemikiran bahwa tujuan utama dari penegakan hukum pidana
adalah untuk menwujudkan kebenaran dan keadilan, maka pelaksanaan KUHAP akan
tetap sering terjadi kontroversi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<b><span lang="EN-US">Tujuan Pemidanaan Sebagai Perlindungan
Masyarakat<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Sebagaimana disebutkan di atas bahwa tujuan pemidanaan
salah satunya adalah perlindungan masyarakat (<i>social defence</i>) dengan
rumusan mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi
pengayoman masyarakat dan menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak
pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
Penerapan tentang bagaimana kebutuhan perlindungan masyarakat ini, RKUHP
mengatur tentang adanya penentuan pidana minimum dan maksimum dalam delik-delik
tertentu. Ketentuan mengenai perumusan pidana maksimum dan minimum dalam
penjelasan RKUHP dikenal dengan pola pemidanaan baru, yaitu minimum khusus
dengan tujuan untuk menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok
untuk tindak pidana yang secara hakiki tidak berbeda kualitasnya, lebih
mengefektifkan pengaruh prevensi<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<span lang="EN-US">umum, khususnya
bagi tindak pidana yang dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat.
Ketentuan mengenai pidana penjara menganut asas maksimum khusus dan minimum
khusus. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Pada prinsipnya, pidana minimum khusus merupakan suatu
pengecualian, yaitu hanya untuk tindak pidana tertentu yang dipandang sangat
merugikan, membahayakan, atau meresahkan masyarakat dan untuk tindak pidana
yang dikualifikasi atau diperberat oleh akibatnya. Ketentuan mengenai pidana
minimum (khusus) dan maksimum menegaskan bahwa terhadap kejahatan-kejahatan
yang meresahkan masyarakat diberlakukan ancaman secara khusus.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 144.0pt; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -144.0pt;">
<b><span lang="EN-US"><span style="font-size: 7pt; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><!--[endif]--><b><span lang="EN-US">Pembinaan
Individu Pelaku Tindak Pidana<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Ketentuan mengenai pemidanaan ini juga memberikan
kesempatan untuk melakukan perubahan atau penyesuaian pidana kepada narapidana.
Pelaku yang dijatuhi pidana atau tindakan yang telah berkekuatan hukum tetap
dapat dilakukan perubahan atau penyesuaian dengan mengingat perkembangan
narapidana dan tujuan pemidanaan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Perubahan atau penyesuaian tidak boleh lebih berat dari
putusan semula dan harus dengan persetujuan narapidana dan perubahan atau
penyesuaian dapat berupa : a) pencabutan atau penghentian sisa pidana atau
tindakan; atau b) penggantian jenis pidana atau tindakan lainnya. Penjelasan
ketentuan ini memberikan ketegasan bahwa tujuan pemidanaan adalah berorientasi
untuk pembinaan terpidana, yakni dengan menyatakan bahwa terpidana yang
memenuhi syarat-syarat selalu harus dimungkinkan dilakukan perubahan atau
penyesuaian atas pidananya, yang disesuaikan dengan kemajuan yang diperoleh
selama terpidana dalam pembinaan. Dalam pengertian seperti ini maka yang
diperhitungkan dalam perubahan atau pengurangan atas pidana hanyalah : a)
kemajuan positif yang dicapai oleh terpidana; dan b) perubahan yang akan
menunjang kemajuan positif yang lebih besar lagi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Ketentuan lain yang menunjukkan bahwa pemidanaan kepada
pelaku bertujuan untuk mencapai perbaikan kepada pelaku sebagai tujuan
pemidanaan adalah ketentuan Pasal 60 yang menyatakan bahwa jika suatu tindak
pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, maka penjatuhan pidana
pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan apabila hal itu dipandang telah
sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan. Ketentuan ini juga
sejalan dengan adanya ketentuan mengenai pengurangan hukuman pada masa
penangkapan dan penahanan yang dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pengurangan
masa pidana bertujuan untuk menimbulkan pengaruh psikologis yang baik terhadap
terpidana dalam menjalani pembinaan selanjutnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; mso-layout-grid-align: none; tab-stops: 36.0pt; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -36.0pt;">
<b><span lang="EN-US">Tujuan Pemidanaan Sebagai Pembinaan Pelaku
dan Menuju ke Sanksi yang Alternatif<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Salah satu perkembangan dalam RKUHP berkaitan dengan
penetapan tindakan sebagai bagian dari sistem pemidanaan. Tindakan adalah perlakukan (<i>treatment</i>)
yang dikenakan oleh pelaku yang memenuhi beberapa ketentuan dalam Pasal 40 dan
Pasal 41 RKUHP75 atau tindakan yang dikenakan kepada seorang pelaku
bersama-sama dengan pidana pokoknya. Jenis-jenis tindakan yang dikenakan kepada
pelaku yang memenuhi ketentuan Pasal 40 dan Pasal 41 berupa :<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">a. Perawatan di rumah sakit jiwa;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">b. Penyerahan kepada pemerintah; atau<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">c. Penyerahan kepada seseorang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana
pokok terdiri atas :<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">a) Pencabutan surat izin mengemudi;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">b) Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">c) Perbaikan akibat tindak pidana;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">d) Latihan kerja;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">e) Rehabilitasi; dan/atau<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">f) Perawatan di lembaga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Penjelasan Pasal 101 menyatakan bahwa Kitab Undang-undang
Hukum Pidana ini menganut sistem dua jalur dalam pemidanaan (<i>double track
system</i>)<b>, </b>yaitu di samping pembuat tindak pidana dapat dijatuhi
pidana, dapat juga dikenakan berbagai tindakan. Penetapan sanksi berupa
tindakan ini harus sesuai dengan tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan.
Ketentuan Pasal 102 menyatakan bahwa dalam menjatuhkan putusan yang berupa
pengenaan tindakan, wajib diperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54 dan Pasal 55. Pengenaan tindakan ini bukan didasarkan atas ancaman
yang terdapat dalam tindak pidananya, karena memang dalam tidak ada tindak
pidana yang diancamkan dengan pengenaan tindakan, tetapi didasarkan pada
kondisi di<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<span lang="EN-US">pelaku. Terdapat
dua kelompok pelaku yang dapat dikenakan tindakan, yaitu bagi orang yang tidak
mampu bertanggung jawab atau kurang mampu bertanggung jawab dan orang yang
mampu bertanggung jawab dan dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepada
masyarakat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Sistem pemidanaan dua jalur (<i>double track system</i>)
secara teoritis telah dianut dalam KUHP, namun sanksi tindakan hanya
diperuntukkan bagi orang yang tidak mampu bertanggung jawab dan anak di bawah
umur sebagaimana dirumuskan dalam KUHP Pasal 44 dan Pasal 45. Dalam
perkembangannya, perundang-undangan di luar KUHP telah menerima konsep
perluasan pengenaan jenis sanksi tindakan yang juga dapat diancamkan terhadap
orang yang tidak mampu bertanggung jawab dan korporasi sebagai pelaku tindak
pidana, misalnya pada UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.78 Jenis tindakan dalam pola
pemidanaan dalam beberapa regulasi di Indonesia ini hanya dianggap sebagai
sanksi yang bersifat komplementer atau pelengkap dan tidak ada bedanya dengan
jenis sanksi pidana tambahan yang bersifat fakultatif. Meskipun juga telah ada sanksi tindakan yang
bersifat mandiri atau sebagai sanksi alternatif, misalnya dalam UU No. 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak, namun tidak ada penjelasan yang memadai mengenai
argumentasi atau landasan pengenaan sanksi tindakan yang bersifat mandiri
tersebut. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Sanksi tindakan sebagaimana dirumuskan dalam RKUHP telihat
bahwa merupakan sanksi yang bersifat mandiri untuk tindakan sudah menujuk
secara jelas tentang pihak yang dapat dikenai sanksi tindakan tersebut, yakni
setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa,
penyakit jiwa atau retardasi mental. Sementara sanksi tindakan berupa : a)
pencabutan surat izin mengemudi; b) perampasan keuntungan yang diperoleh dari
tindak pidana; c) perbaikan akibat tindak pidana; d) latihan kerja; e)
rehabilitasi; dan/atau f) perawatan di lembaga bukan merupakan sanksi yang
mandiri karena hanya bisa dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokoknya.
Beberapa tindakan yang dirumuskan juga ditujukan untuk memperbaiki atau
merehabilitasi pelaku, di antaranya tindakan berupa perawatan di rumah sakit
jiwa, tindakan berupa latihan kerja dan tindakan berupa rehabilitasi.
Tindakan-tindakan ini juga diberikan pengaturan yang menunjukkan kebutuhan bagi
pelaku yang dikenai pidana, misalnya untuk tindakan berupa latihan kerja yang
harus mempertimbangkan tentang kemanfaatan bagi pembuat tindak pidana,
kemampuan pembuat tindak pidana, dan jenis latihan kerja dimana dalam
menentukan jenis latihan kerja ini wajib diperhatikan latihan kerja atau
pengalaman kerja yang pernah dilakukan, dan tempat tinggal pembuat tindak
pidana. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Perumusan dan penegasan tentang sistem penggunaan <i>double
track system </i>dengan mengatur secara khusus tentang sanksi tindakan
menunjukkan bahwa pandangan baru yang diadopsi untuk menuju ke sistem
pemidanaan yang sesuai dengan tujuan pemidanaan. Pengaturan dalam RKUHP ini
relatif lebih maju karena sanksi tindakan bukan hanya diberikan kepada
pihak-pihak yang tidak mampu bertanggung jawab dan mengalami gangguan jiwa
sebagaimana dianut dalam paham klasik, tetapi juga bagi pihak yang mampu
bertanggung jawab. Penetapan sanksi berupa tindakan ini juga merupakan bentuk
penegasan tentang berbagai alternatif penentuan sanksi dengan diberikannya hak
kepada pengadilan untuk mengadakan kebijaksanaan dalam penjatuhan sanksi. Hal
ini sejalan dengan hukum pidana modern tentang individualisasi pidana dimana
mensyaratkan adanya keleluasaan bagi hakim dalam memilih dan menentukan sanksi
apa (pidana atau tindakan) yang patut (<i>proper</i>) untuk individu yang
bersangkutan, meskipun juga harus dalam batas-batas yang ditentukan dengan
undang-undang sebagaimana disyaratkan bahwa penjatuhan sanksi harus
mempertimbangkan ketentuan tentang tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<b><span lang="EN-US"> Kesimpulan
<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Secara umum, pengaturan tentang pemidanaan dalam RKUHP
telah mengalami kemajuan dimana tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan sudah
dirumuskan secara jelas dan rinci sebagai bagian untuk menentukan batas
pemidanaan (<i>the limit of sentencing</i>) dan penentuan bobot pemidanaan (<i>the
level of sentencing</i>). Ketentuan dalam pemidanaan ini kemudian dipertegas
dengan penentuan jenis-jenis sanksi yang memberikan alternatif bagi pengadilan
untuk menentukan sanksi yang patut bagi pelaku berdasarkan tingkat kejahatan,
kondisi pelaku dan keadaaan-keadaaan lainnya sehingga tidak ada penyamarataan (<i>indiscriminately</i>)
atas penjatuhan pidana. Pidana penjara atau pencabutan kemerdekaan, meskipun
masih sulit dihapuskan, juga mulai menjadi jenis sanksi yang dalam penerapannya
lebih selektif. Namun masih diaturnya hukuman mati, yang banyak tersebar dalam
beberapa delik, menjadi bagian yang lebih mengancam tujuan pemidanaan yang
telah dirumuskan meskipun dinyatakan sebagai salah satu sanksi pidana yang
khusus. Sementara itu sanksi berupa tindakan, diatur lebih maju atau lebih baik
dari pengaturan tentang berbagai sanksi tindakan yang saat ini diatur dalam
hukum positif Indonesia, baik dalam KUHP maupun undangundang lainnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US"> Tujuan pemidanaan
yang terdapat dalam RKUHP berorientasi untuk perlindungan masyarakat dan
melakukan pembinaan kepada pelaku. Hal ini tercermin dari 4 tujuan pemidanaan
yang lebih banyak menitikberatkan pada bagaimana mengembalikan pelaku menjadi
pihak yang tidak akan mengulangi tindak pidana dan juga masyarakat yang lain
agar tidak melakukan tindak pidana. Tujuan pemidanaan yang bermaksud untuk
merehabilitir pelaku ini dikuatkan dengan ketentuan bahwa tujuan pemidanaan
bukan dimaksudkan untuk menderitakan atau merendahkan martabat manusia. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Dalam Hal penetapan jenis sanksi pidana, RKUHP menambahkan
beberapa jenis pidana baru, yakni pidana pengawasan dan pidana kerja sosial.
Penetapan hukuman mati, meskipun ditempatkan pidana yang bersifat khusus dan
dalam penerapannya dilakukan secara selektif, merupakan pidana yang tetap tidak
sesuai dengan tujuan pemidanaan sebagai landasan untuk menetapkan sanksi
pidana. Hal ini terlihat dari masih banyaknya tindak pidana yang diancam dengan
hukuman mati. Beberapa ketentuan tentang pelaksanaan hukuman mati, termasuk
adanya kesadaran bahwa hukuman mati merupakan hukuman yang sangat berat dan tidak
akan dapat melakukan koreksi jika terjadi kekeliruan, menunjukkan bahwa ada
keragu-raguan untuk menerapkan hukuman mati. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<b><span lang="EN-US"> Rekomendasi<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Ketentuan mengenai sanksi ganti kerugian kepada korban
harus diatur secara lebih jelas untuk memberikan jaminan bahwa korban akan
mendapatkan hak-hak ganti rugi tersebut. Pengaturan ini juga menuntut adanya
perubahan prosedur tentang ganti rugi ini, terutama soal pengajuan hak-hak
ganti rugi kepada korban tersebut. Mengenai besaran ganti kerugian kepada
korban juga harus dirumuskan sebagaimana dalam pidana denda dan bukan
semata-mata diserahkan kepada hakim untuk menentukan besaran ganti kerugian
kepada korban. Hukuman mati selayaknya dihapuskan karena jenis hukuman mati ini
tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US"> </span><span style="line-height: 200%; text-indent: 36pt;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US">DAFTAR PUSTAKA<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Allison Morris dan Warren Young, <i>Reforming Criminal
Justice : The Potential of Restorative Justice</i>, dalam <i>Restorative
Justice Philosophy to Practice, </i>edited by Heather Strang and John
Braithwaite, The Australian National University, Asghate Publising Ltd, 2000.
hlm, 14.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Prof
Adrianus Meliala, PhD: Disampaikan dalam Lokakarya <i>Menghukum Tanpa
Memenjarakan: Mengaktualisasikan Gagasan "Restorative Justice" di
Indonesia</i>, di Depok, Kamis (26/2/2004). Diskusi yang diselenggarakan Departemen
Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI dan Australia Agency for
International Development.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">--------------------------------:
<i>Antara Menghukum Atau Mempermalukan: Suatu Upaya Memodifikasi Perilaku</i>.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta. Tanpa
tahun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">--------------------------------:
<i>Penyelesaian Sengketa Alternatif: Posisi Dan Potensinya Di Indonesia</i>.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta. Tanpa
tahun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Barda Nawawi Arief, <i>Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan
dan Pengembangan Hukum Pidana</i>, PT Citra Aditya Baksi, 1998, hlm. 113-114.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">---------------------------------, <i>Bunga Rampai
Kebijakan Hukum Pidana</i>, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996, hlm.
152-153.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Bambang Poernomo, <i>Asas-asas Hukum Pidana</i>, Ghalia
Indonesia, 1985, hlm. 27.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Daniel S. Lev, <i>Hukum Kolonial dan Asal-usul Pembentukan
Negara Indonesia, </i>dalam Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan
Perubahan, LP3ES, 1990, hlm. 467.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Daniel W. Van Ness, <i>Restorative justice and
International Human Rights, Restorative Justice: International Perspektive</i>,
edited by Burt Galaway and Joe Hudson, Kugler Publications, Amsterdam, The
Netherland. hlm. 23.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="FI">Edi Setiadi<b>; </b><i>Kontroversi Pelaksanaan
KUHAP</i>, Harian Pikiran Rakyat, 8 Pebruari 2003.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Herbert L. Packer, <i>The Limits of the Criminal Sanction</i>,
Stanford University Press, California, 1968, hlm. 9.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Ifdhal Kasim, <i>Over Criminalization Mengintai dalam RUU
KUHP</i>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">M. Solehuddin, <i>Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana</i>, PT
Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 131.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Mohammad Taufik Makarao, <i>Pembaharuan Hukum Pidana
Indonesia, Studi Tentang Bentuk-Bentuk Pidana Khususnya Pidana Cambuk Sebagai
Suatu Bentuk Pemidanaan</i>, Kreasi Wacana, 2005, hlm. 107-113.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Muladi dan Barda Nawawi Arief, <i>Teori-teori dan Kebijakan
Pidana, </i>PT ALUMNI, Bandung, 1998, hlm. 95.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">----------------------------, <i>Lembaga Pidana Bersyarat</i>,
Penerbit Alumni, Bandung, 2002, hlm. 29-32.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">-----------------------------, <i>Kapita Selekta Hukum
Pidana</i>, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995, hlm.
127-129.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">------------------------------, <i>Kapita Seleksi Hukum
Pidana, </i>Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1996, hlm. 125.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Micahel Tonry, <i>Sentencing Matters</i>, Oxford University
Press, New York, 1996, hlm. 15.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Prof
Dr Muhammad Mustofa, MA: Disampaikan dalam Lokakarya <i>Menghukum Tanpa
Memenjarakan: Mengaktualisasikan Gagasan "Restorative Justice" di
Indonesia</i>, di Depok, Kamis (26/2/2004). Diskusi yang diselenggarakan
Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI dan Australia Agency
for International Development.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-top: 6.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">-------------------------------------:
<a href="http://kriminologi1.wordpress.com/2008/01/18/pemulihan-hak-hak-sipil-mantan-napi/" title="Permanent Link: PEMULIHAN HAK-HAK SIPIL MANTAN NAPI"><i><span style="color: black; text-decoration: none; text-underline: none;">Pemulihan Hak-Hak
Sipil Mantan Napi</span></i></a>. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik </span><span lang="SV">Universitas Indonesia, Jakarta. Tanpa
tahun.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">PAF Lamintang, <i>Hukum Penintensier Indonesia</i>, Armico,
Bandung, 1984, hlm. 69.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Romli Atmasasmita, S<i>istem Peradilan Pidana, Prespektif
Eksistensialisme dan Abolisionisme</i>, Binacipta, Bandung, 1996, hlm. 101.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Soedarto, <i>Suatu Dilema dalam Sistem Pidana Indonesia</i>,
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro,
Semarang, 21 Desember 1974, hlm. 3.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Soehuddin, <i>Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Ide Dasar
Double Track System dan Implementasinya, </i>Raja Grafindo Persada, 2003, hlm.
61.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">---------------------------, <i>Sistem Sanksi dalam Hukum
Pidana</i>, <i>Ide Dasar Double Track System dan Implementasinya</i>, Raja
Grafindo Persada, 2003, hlm. 62.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Sue Titus Reid, <i>Criminal Justice, Procedur and Issues</i>,
West Publising Company, New York, 1987, hlm. 352. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<i><span lang="EN-US">Fifth UN Congress on Prevention of Crime and the Treatment
of Offenders</span></i><span lang="EN-US">, New York,
Departement of Economic and Social Affairs, United Nation, 1976, hlm. 38.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Delapan konsep RKUHP ini dimulai sejak Konsep Rancangan
Buku I KUHP tahun 1968, tahun 1971,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Konsep Tim Harris, Basaroeddin dan Situmorang tahun 1981
yang isinya sama dengan konsep tahun 1968 dan 1971,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Konsep RKUHP tahun 1981/1982 yang diketuai Prof. Soedarto,
Konsep RKUHP tahun 1982/1983, Konsep RKUHP tahun 1982/1983 yang mengalami
perbaikan, Konsep RKUHP tahun 1982/1983 yang merupakan hasil penyempurnaan tim
sampai dengan 27 April 1987 dan disempurnakan lagi sampai pada November 1987,
Konsep RKUHP tahun 1991/1992 yang diketuai oleh Prof. Marjono Reksodiputro. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<!--[if !supportFootnotes]-->
<hr size="1" style="text-align: justify;" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-align: justify; text-indent: -9pt;">
<a href="file:///E:/Pasca%20Sarjana/RETROAKTIF.doc#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US">*)</span></span></a><span lang="EN-US"> Di dalam RUU 2004, redaksi Psl. 54 terdapat juga dalam Pasal 37 dan
53. Seharusnya hanya Pasal 54 saja (lihat Tabel Lampiran).</span></div>
</div>
</div>
Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-50403850557421444212012-09-05T00:18:00.001-07:002012-09-05T00:18:07.896-07:00<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dear Mrs.aisha<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Thank
you for instructing us to the above matter .you have requisted a legal opinion
concering your debt repayment issue and its legal strategy with regard to the
contract.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Our
opinions and advice set forth below are based upon your accont of the
circumstances giving rise to this
dispute,a summary of wich is as follows.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Based
on your information ,we understand that
you got </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New";">owed</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> to mr.hanafi in the amount
of IDR 100.000.000- in which its was duile to be repaid on 25 april
2012.mr hanafi on the due date agreed that you could justr repay
Rp.85.000.000-.but sunddely Mr hanafi.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> O</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">n
30 april 2012 demanded repayment of the whole Rp.100.000.000.-<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">The
legal issue seems to be an inconsistency of amendment agreement performance,</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">known as wanprestatie (dutch)
regarding his agreement in which mr.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">hanafi was agreed to change the
bill into in the amount of IDR.85.000.000.-<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">The
section which is relevant for present purposes provides that mr Hanafi cannot
change his amendment agreement (clause) he already decided regarding the
repayment discount .<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">The section makes express reference to push mr.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">hanafi to accept your repayment
based on his own deision that you could just repay Rp.85.000.000-cause of no
compulsion the rein but purely based on
his willingness.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">As
the law stands at present ,the Indonesia civil code stipulates:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Article
1337:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">A
cause is not permissible if it is by law,</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">or if it violates good conduct ,or public order .<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Article
1388 .<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Courier New";">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">all
legally executed agreements shall bind the individuals who have concluded them
by law.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Courier New";">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">They
cannot be revoked otherwise than by mutual agreement ,or pursuant to reasons
which are legally declared to be sufficient <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Courier New";">3.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">They
shall be executed in good faith <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Referring to previos case or court
verdict that party who breach the agreement he made was convicted of
violating the contract to fulfill the
which have been made </span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">“</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">We have
not found cases or interpretation of
this law which argue that a change was based on mutual consent can be canceled
moreover unilaterally.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">herewith
above </span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">an </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">agreement is completed on 25 april 2012, so other
claim after 25 april is not agreeable.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New";">herewith the said case is according to jurisprudence as below: </span><span style="font-family: "Courier New"; mso-ansi-language: IN;">.......<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">We therefore
believe that you are in the right side and protected by law. however, problem
may arise is:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">In the event of
the agrement and its change was supported by written clause or witnessed by two
peoples then you are under the legal protection. but ,in the event of there are
no supporting proof the case seems to be herder to be settled. In light of the
aforesaid, you have several courses of action/alternatives/ options open to
you.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 25.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Courier New";">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">We can in
vite him to settle the case through deliberate amicable way.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 25.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Courier New";">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">We can also sue him in cuort with the risk of defeat
if we do not have any supporting proof eligible witnesses under the
law.onvenience. Please contact <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Thanks your trust
to us.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">I await
instruction at your earliest convienience. Please contact us if you have any
questions about the matter here discussed, or any other issues. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"> Saturday,15 Juny, 2012 <o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Best regard<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Mr. Dadang Sumarna, SH<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"> Mr. Dimas
wicaksono, SH<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"> <o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Mr. Aziz Fahri Pasaribu, SH <o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Mr. Kalimi, SH</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-10496185776161637842012-09-05T00:17:00.001-07:002012-09-05T00:17:03.895-07:00<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dear Mrs.aisha<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Thank
you for instructing us to the above matter .you have requisted a legal opinion
concering your debt repayment issue and its legal strategy with regard to the
contract.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Our
opinions and advice set forth below are based upon your accont of the
circumstances giving rise to this
dispute,a summary of wich is as follows.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Based
on your information ,we understand that
you got </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New";">owed</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> to mr.hanafi in the amount
of IDR 100.000.000- in which its was duile to be repaid on 25 april
2012.mr hanafi on the due date agreed that you could justr repay
Rp.85.000.000-.but sunddely Mr hanafi.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> O</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">n
30 april 2012 demanded repayment of the whole Rp.100.000.000.-<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">The
legal issue seems to be an inconsistency of amendment agreement performance,</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">known as wanprestatie (dutch)
regarding his agreement in which mr.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">hanafi was agreed to change the
bill into in the amount of IDR.85.000.000.-<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">The
section which is relevant for present purposes provides that mr Hanafi cannot
change his amendment agreement (clause) he already decided regarding the
repayment discount .<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">The section makes express reference to push mr.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">hanafi to accept your repayment
based on his own deision that you could just repay Rp.85.000.000-cause of no
compulsion the rein but purely based on
his willingness.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">As
the law stands at present ,the Indonesia civil code stipulates:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Article
1337:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">A
cause is not permissible if it is by law,</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">or if it violates good conduct ,or public order .<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Article
1388 .<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Courier New";">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">all
legally executed agreements shall bind the individuals who have concluded them
by law.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Courier New";">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">They
cannot be revoked otherwise than by mutual agreement ,or pursuant to reasons
which are legally declared to be sufficient <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Courier New";">3.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">They
shall be executed in good faith <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Referring to previos case or court
verdict that party who breach the agreement he made was convicted of
violating the contract to fulfill the
which have been made </span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">“</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">We have
not found cases or interpretation of
this law which argue that a change was based on mutual consent can be canceled
moreover unilaterally.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">herewith
above </span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">an </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">agreement is completed on 25 april 2012, so other
claim after 25 april is not agreeable.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New";">herewith the said case is according to jurisprudence as below: </span><span style="font-family: "Courier New"; mso-ansi-language: IN;">.......<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">We therefore
believe that you are in the right side and protected by law. however, problem
may arise is:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">In the event of
the agrement and its change was supported by written clause or witnessed by two
peoples then you are under the legal protection. but ,in the event of there are
no supporting proof the case seems to be herder to be settled. In light of the
aforesaid, you have several courses of action/alternatives/ options open to
you.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 25.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Courier New";">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">We can in
vite him to settle the case through deliberate amicable way.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 25.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Courier New";">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">We can also sue him in cuort with the risk of defeat
if we do not have any supporting proof eligible witnesses under the
law.onvenience. Please contact <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Thanks your trust
to us.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">I await
instruction at your earliest convienience. Please contact us if you have any
questions about the matter here discussed, or any other issues. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"> Saturday,15 Juny, 2012 <o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Best regard<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Mr. Dadang Sumarna, SH<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"> Mr. Dimas
wicaksono, SH<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"> <o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Mr. Aziz Fahri Pasaribu, SH <o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Mr. Kalimi, SH</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-69948217405571778122012-09-05T00:16:00.001-07:002012-09-05T00:16:11.295-07:00<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dear Mrs.aisha<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Thank
you for instructing us to the above matter .you have requisted a legal opinion
concering your debt repayment issue and its legal strategy with regard to the
contract.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Our
opinions and advice set forth below are based upon your accont of the
circumstances giving rise to this
dispute,a summary of wich is as follows.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Based
on your information ,we understand that
you got </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New";">owed</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> to mr.hanafi in the amount
of IDR 100.000.000- in which its was duile to be repaid on 25 april
2012.mr hanafi on the due date agreed that you could justr repay
Rp.85.000.000-.but sunddely Mr hanafi.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> O</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">n
30 april 2012 demanded repayment of the whole Rp.100.000.000.-<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">The
legal issue seems to be an inconsistency of amendment agreement performance,</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">known as wanprestatie (dutch)
regarding his agreement in which mr.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">hanafi was agreed to change the
bill into in the amount of IDR.85.000.000.-<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">The
section which is relevant for present purposes provides that mr Hanafi cannot
change his amendment agreement (clause) he already decided regarding the
repayment discount .<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">The section makes express reference to push mr.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">hanafi to accept your repayment
based on his own deision that you could just repay Rp.85.000.000-cause of no
compulsion the rein but purely based on
his willingness.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">As
the law stands at present ,the Indonesia civil code stipulates:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Article
1337:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">A
cause is not permissible if it is by law,</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">or if it violates good conduct ,or public order .<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Article
1388 .<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Courier New";">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">all
legally executed agreements shall bind the individuals who have concluded them
by law.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Courier New";">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">They
cannot be revoked otherwise than by mutual agreement ,or pursuant to reasons
which are legally declared to be sufficient <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Courier New";">3.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">They
shall be executed in good faith <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Referring to previos case or court
verdict that party who breach the agreement he made was convicted of
violating the contract to fulfill the
which have been made </span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;">“</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">We have
not found cases or interpretation of
this law which argue that a change was based on mutual consent can be canceled
moreover unilaterally.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">herewith
above </span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">an </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">agreement is completed on 25 april 2012, so other
claim after 25 april is not agreeable.</span><span style="font-family: "Courier New"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New";">herewith the said case is according to jurisprudence as below: </span><span style="font-family: "Courier New"; mso-ansi-language: IN;">.......<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">We therefore
believe that you are in the right side and protected by law. however, problem
may arise is:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">In the event of
the agrement and its change was supported by written clause or witnessed by two
peoples then you are under the legal protection. but ,in the event of there are
no supporting proof the case seems to be herder to be settled. In light of the
aforesaid, you have several courses of action/alternatives/ options open to
you.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 25.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Courier New";">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">We can in
vite him to settle the case through deliberate amicable way.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 25.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Courier New";">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;">
</span></span><!--[endif]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">We can also sue him in cuort with the risk of defeat
if we do not have any supporting proof eligible witnesses under the
law.onvenience. Please contact <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Thanks your trust
to us.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">I await
instruction at your earliest convienience. Please contact us if you have any
questions about the matter here discussed, or any other issues. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"> Saturday,15 Juny, 2012 <o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Best regard<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Mr. Dadang Sumarna, SH<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"> Mr. Dimas
wicaksono, SH<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"> <o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Mr. Aziz Fahri Pasaribu, SH <o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 0cm -42.6pt 10pt -21.3pt; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;">Mr. Kalimi, SH</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Courier New"; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-285587250630481372012-06-09T10:17:00.000-07:002012-06-09T10:20:32.078-07:00<br />
<div style="text-align: justify;">
</div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<b>GENG MOTOR KEJAHATAN ATAU KENAKALAN</b></div>
<div style="text-align: center;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: center;">
<b>DADANG SUMARNA, SH</b></div>
<div style="text-align: center;">
<b>Mahasiswa Pasca Sarjana </b></div>
<div style="text-align: center;">
<b>Magister Hukum </b></div>
<div style="text-align: center;">
<b>UMJ</b></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Anak adalah tulang punggung bangsa dan anak adalah generasi penerus bangsa. Kata-kata tersebut adalah suatu hal yang terus direproduksi dalam usaha-usaha untuk melindungi kepentingan dan hak-hak anak yang terjerat kasus hukum khususnya ditujukan pada criteria anak dengan usia di bawah 18 tahun yang terjerat kasus tindak pidana kekerasan geng motor yang telah mengakibatkan korban jiwa . Betap sakralnya hak-hak anak ini dalam kata-kata di kalimat pembuka di atas sehingga anak terus diagungkan untuk menjadi tumpuan dan harapan dalam menyongsong hari esok Indonesia yang lebih baik . Ketika seorang anak ditempatkan dalam posisi yang bersifat sentral terlepas dari tindak pidana yang telah dilakukannya , sejatinya pula terhadap anak ini perlu adanya perlindungan akan hak-hak dasrnya . Termasuk hak untuk memajukan pola pikirnya serta khususnya memajukan hak seorang anak dalam pemenuhan akan standar pendidikan di Indonesia . Umumnya yang terjadi di masyarakat , yang berbuat kejahatan dan melanggar aturan maka akan dikenai hukuman yang biasa dipakai yakni penjara .Dan menjadi ironis jika hal tersebut terjadi pada anak-anak dengan usia di bawah 18 tahun dengan mengacu pada Undang-undang perlindungan anak harus merasakan penjara atar perbuatan pidana yang telah dilakukan yang tentunya mereka akan kehilangan hak-haknya yang terpenting yakni pendidikan , dan hal tersebut ini akan terjadi pada pelaku tindak pidana kekerasan geng motor yang para pelakunya masih berusia belasan tahun dan masih duduk di bangku SMU sehingga bila pidana penjara diberlakukan baginya maka tentu haknya akan pendidikan akan berkurang bahkan tidak akan terpenuhi . Jika kita menunjuk definisi Geng Motor sebagai suatu definisi yang mutlak atau sebagai definisi yang telah berdiri sendiri maka tentunya kita akan mendapat kesulitan mengingat kata Genk Motor itu sendiri adalah suatu kalimat yang tak dapat didefinisikan sabagai satu arti yang mutlak,kecuali jika kita melihat definisi Geng Motor ini secara terpisah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Melihat fenomena yang terjadi belakangan ini mengenai aksi ulah para Geng Motor yang dalam salah satu ulahnya telah menewaskan salah seorang Pegawai Negeri Sipil dan masih banyak ulah-ulah geng motor ini dalam mengganggu ketertiban masyarakat, selain mencelakai atau membahayakan nyawa dan keselamatan orang lain juga mereka merusak fungsi dari fasilitas public. Yang nyata-nyata dari kesemuanya itu telah benar-benar dirasakan masyarakat sebagai perbuatan yang sangat tidak patut dilakukan hingga pihak Kepolisian yang merupakan salah satu sub system dari keseluruhan system peradilan pidana[1] harus bertindak ekstra cepat dalam menanggulangi masalah geng motor ini,salah satunya adalah pembentukan tim yang khusus dibentuk oleh pihak kepolisian khususnya di wilayah kota Bandung yang diyakini orang bahwa kota Bandung adalah asal muasal munculnya geng motor dari semua segi atau hal yang sering dilakukan geng motor itu sendiri terlepas dari perbuatan yang wajar dan perbuatan yang nyata-nyata telah meresahkan masyarakat_untuk menanggulangi aksi kekerasan yang dilakukan oleh geng motor ini ternyata telah membuahkan hasil dengan telah ditangkapnya pelaku kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya korban.</div>
<div style="text-align: justify;">
Maka dengan itu , setidaknya setelah didapatnya pelaku geng motor yang melakukan tindakan kekerasan terhadap orang yang tak bersalah tersebut diatas , dapat pula sedikit terkuak mengenai seluk beluk geng motor ini dimulai dari eksistensinya sebagai sebuah kumpulan orang dalam masyarakat yang memiliki hobi yang sama dalam hal motor hingga hal apa atau perbuatan apa saja yang telah dilakukannya sebagai suatu kumpulan orang dalam sebuah masyarakat yang sengaja diatur untuk suatu tujuan tertentu hingga dari kedua arti geng motor dalam sudut pandang kumpulan masyarakat yang beberapa waktu lalu melakukan aksi yang sangat controversial karena aksinya tersebut dengan melakukan kekerasan berupa penganiayaan terhadap orang lain hingga meninggal dunia dapat mempermudah pihak Kepolisian sebagai penegak hukum melalui kebijakannya dalam menegakkan norma-norma sentral dalam masyarakat dapat terwujud hingga ketertiban ,perlindungan ,pengayoman serta pelayanan kepada masyarakat dapat terlaksanakan tanpa kecuali.</div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu dengan terkuaknya seluk beluk geng motor tersebut sebagai suatu kumpulan orang dalam masyarakat setidaknya pula dapat diketahui bahwa sebenarnya anggota geng motor atau para pelaku yang melakukan aksi kekerasan dengan cara penganiayaan terhadap orang lain hingga meninggal dunia tersebut , ternyata kebanyakan dari usia mereka yang terlibat adalah masih berusia belasan tahun dan kebanyakan pula dari mereka masih tercatat sebagai siswa Sekolah Menengah Umum di wilayah kota Bandung.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan mengingat usia anggota geng motor serta para pelaku kekerasan yang menamakan dirinya sebagai anggota geng motor tersebut yang masih relative berusia belasan tahun dan masih duduk di bangku SMU , tak pelak lagi usaha berbagai pihak tertentu yang dalam hal ini para sub-sub system khususnya pihak kepolisian, mulai mengembangkan penyelidikkanya sebagai upaya dalam mencegah agar hal serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari maka pihak kepolisian dengan langkah preventifnya mengadakan kerja sama dengan semua sekolah di semua wilayah yang terjangkit aksi kekerasan geng motor ini termasuk dengan instansi pemerintah yang mengurusi hal pendidikan yang tak lain ialah Dinas Pendidikan itu sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dan jika pun permasalahan aksi kekerasan geng motor ini yang merupakan suatu perkara yang bersifat regional Jawa Barat khususnya kota Bandung semakin merebak hingga mengganggu stabilitas keamanan nasional , tentunya kemungkinan besar peranan geng motor sebagai suatu kumpulan orang dalam masyarakat dan juga kumpulan orang dalam masyarakat sebagai wujud dari kebebasan berserikat dan berkumpul yang diatur oleh konstitusi dapat dan sangat mungkin dikultuskan sebagai perkumpulan yang bertujuan untuk menciptakan keonaran terlepas dari hal baik apa saja yang telah dilakukan oleh geng motor yang tidak pernah terlibat dalam suatu aksi kekerasan Memang bisa dikatakan sangat dramatis jika kita mengingat bahwa para pelaku aksi kekerasan yang dilakukan oleh geng motor ini kebanyakan berusia belasan tahun atau masih duduk di bangku SMU yang rata-rata diantara mereka yang masih duduk di bangku SMU tersebut usianya berkisar antara 15 hingga 17 tahun dan tidak menutup kemungkinan usia SMU sekarang mencapai usia 18 tahun . Tentunya , ceritanya akan menjadi lain lagi jika usia seorang pelaku aksi kekerasan geng motor tersebut telah melewati usia 16 tahun yang berarti hal tersebut secara ketentuan undang-undang hukum pidana dapat dikenai ancaman pidana itu sendiri.Dan ceritanya pula akan berlainan lagi jika usia pelaku berumur 16 tahun dan tentunya pula jika melihat ketentuan mengenai batasan usia ,usia tersebut belum dapat dikenai pertanggung jawaban pidana.Dan diantara kedua cerita batasan umur menurut KUH Pidana tadi , maka penulis setidaknya melihat kondisi pelaku yang katakanlah telah berusia lebih dari 16 tahun yang berarti tentunya dapat dikenai ancaman pidana, akan tetapi melihat segi lain dengan mengingat bahwa pelaku tersebut masih duduk di bangku SMU yang dilihat dari kondisi psikologisnya masih labil dan bahkan ,ketika dia sedang berada dalam pemenuhan hak-haknya dalam hal pendidikan , dia harus terpaksa meninggalkannya dengan alasan harus mempertanggung jawabkan secara pidana terhadap apa yang telah dilakukannya.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Akan tetapi amatan penulis tersebut diatas setidaknya dapat ternegasikan kembali dengan melihat ketentuan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang mengatur bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun dan belum kawin.Selain itu dalam ketentuan lain yang membahas tentang anak yakni dalam Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak,batasan usia anak adalah belum berumur 18 tahun dan belum pernah kawin. Lalu dari kesemuanya itu, yakni dari kedua batasan dewasa menurut kedua ketentuan undang-undang tersebut diatas, batasan usia yang pasti menurut Dadang Sukmawijaya untuk tindak pidana anak adalah 8 tahun. Batasan usia 8 tahun tersebut dalam hal tindak pidana anak di Indonesia memang sangat rendah dan kurang memperhatikan kondisi mengenai hal pemenuhan hak dasarnya sebagai warga Negara dalam pendidikan. Dari hal tersebut,diperparah lagi dengan hal bentuk ancaman pidana berupa pemenjaraan bagi pelaku tindak pidana yang berusia di bawah 18 tahun, ( kebanyakan pelaku kekerasan geng motor ini berusia 18 tahun ke bawah dan pula masih mengenyam bangku pendidikan ) yang bukan merupakan solusi untuk membuat anak menjadi sadar atau lebih baik , maka justru dengan banyaknya anak yang ditahan , maka semakin banyak pula kejahatan-kejahatan yang akan terjadi di kemudian hari setelah si anak tersebut keluar.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di sisi yang berbeda , pendapat lain mengemukakan bahwa solusi pemenjaraan bagi pelaku tindak pidana di bawah 18 tahun dapat menimbulkan stigma atau cap jahat , selain itu pidana penjara tidak dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dan lebih tepat dipilih ancam,ancaman pidana yang tidak menimbulkan stigmatisasi , pidana denda , pidana dengan syarat , akan tetapi ancaman pidana tersebut bersifat mengfungsionalisasikan pada suatu hal yang memiliki dampak positif bagi anak sebagai pelaku tindak pidana Di sisi lain jika melihat fenomena geng motor dengan usia belasan tahun dengan pendapat tentang pertanggung jawaban pidana sebagai dasar dari adanya suatu kesalahan ,maka pelaku kekerasan yang dilakukan oleh anggota geng motor tadi yang terbukti bersalah oleh putusan pengadilan atas suatu perbuatan yang telah dilakukannya itu , tentunya pidana akan diberikan kepada si pelaku yang bersalah tadi danselain itu pidana tersebut pun harus disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi si pelaku , ini berarti harus ada kelonggaran / fleksibilitas bagi hakim dalam memilih sanksi pidana apa yang tepat bagi si terdakwa.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mengenai solusi pemenjaraan bagi pelaku di bawah usia 18 tahun tersebut jika dilihat dari segi politik criminal yang tentunya dengan mempertimbangkan perkembangan zaman, solusi pidana penjara bagi pelaku tindak pidana dengan usia di bawah 18 tahun tersebut bersifat pembangunan terhadap hukum nasional,akan tetapi pembangunan hukum itu sendiri dapat bersifat kriminogen apabila :</div>
<div style="text-align: justify;">
1.Tidak direncanakan secara rasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
2.Perencanaannya tidak seimbang.</div>
<div style="text-align: justify;">
3.Mengabaikan nilai-nilai cultural dan moral, serta</div>
<div style="text-align: justify;">
4.Tidak mencakup strategi perlindungan masyarakat yang integral.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti yang telah diketahui bahwa pelaku tindak pidana kekerasan oleh geng motor ini rata-rata usianya masih belasan</div>
<div style="text-align: justify;">
tahun dan kebanyakan pula dari mereka masih duduk di bangku SMU , maka setidaknya ancaman hukuman pidana yang akan diterapkan bagi pelaku tindak pidana kekerasan oleh geng motor ini yang masih berusia di bawah 18 tahun tidak mengurangi bahkan tidak menghilangkan hak-haknya dalam pemenuhan standar pendidikan di Indonesia sebagaimana yang telah diatur oleh konstitusi Republik Indonesia,UUD 1945 . Akan tetapi , jika melihatnya dari segi lain bahwa penegakkan hukum ( Law Enforcement )pun harus ditegakkan pula oleh para penegak hukum tanpa pengecualian . Adapun anggapan bahwa sanksi pidana yang diterima oleh pelaku itu hanya merupakan suatu segmen dalam pencegahan kejahatan di masyarakat dan juga sebagai upaya Situational Crime Prevention yang menekankan pada usaha mengurangi kesempatan melakukan kejahatan yang serupa.</div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun demikian bahwa kebijakan integral dari masing-masing sub-sub system tentunya harus memperhitungkan dengan keadaan di sekitar pelaku tindak pidana geng motor dalam hal ini terutama , meskipun seorang pelaku tindak pidana dalam hal ini anggota geng motor dinyatakan telah bersalah , akan tetapi harus pula diperhatikan mengenai hak-haknya yang telah diatur oleh Negara terutama dalam hal pendidikan.Jadi meskipun seorang pelaku geng motor yang masih duduk di bangku SMU dinyatakan bersalah, bukan berarti hak-haknya dalam pemenuhan standar pendidikan dapat dikurangi atau bahkan hilang begitu saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di lain hal mengingat bahwa meskipun berlaku pidana penjara bagi pelaku tindak pidana kekerasan oleh geng motor tersebut , harus dipertanyakan pula apakah dewasa ini atau lebih tepatnya efektifkah pidana penjara bagi para pelaku tindak pidana dengan usia belasan tahun yang sebenarnya masih membutuhkan pembinaan yang benar-benar matang selain dengan pidana penjara .</div>
<div style="text-align: justify;">
Istilah penjara dari segi hakikat pengertiannya memanglah sangat matang akan tetapi sesuai dengan keadaan sekarang dimana istilah pidana penjara bagi anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana hanya akan menimbulkan suatu stigmatisasi yang sangat kuat di masyarakat sebagai anak yang tidak tahu diri , criminal dan lain sebagainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dan meskipun itu harus berlaku harus pula ada alternative treatment bagi pelaku tindak kekerasan oleh geng motor maupun pelaku tindak pidana anak lainnya.Alternatif tersebut tentunya harus mengarah pada restorative justice bagi si anak dimana hukuman tidak melulu bersifat keadilan pembalasan ( retributive ) akan tetapi harus bersifat hukuman yang bersifat pemulihan .</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<b>KESIMPULAN</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari uraian diatas,dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan pidana dalam hal ancaman pidana penjara bagi pelaku tindak pidana geng motor yang masih berusia belasan tahun yang masih duduk di bangku sekolah ini pula setidaknya tidak bersifat mengurangi atau bahkan menghilangkan hak-haknya akan pemenuhan standar pendidikan nasional di Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
Selain itu meskipun pidana penjara harus berlaku bagi mereka ( pelaku kekerasan geng motor ) , maka pidana penjara yang memang harus berlaku adalah pidana penjara yang memang dibuat secara khusus untuk usia di bawaha 18 tahun dan pidana penjara yang berlaku ini pula harus berupa pidana penjara yang bersifat pemulihan secara mutlak terhadap kondisi si pelaku tindak pidana khususnya pelaku tindak pidana geng motor .</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan maraknya aksi kekerasan geng motor ini setidaknya pemerintah eksekutif dapat memikirkan tentang bagaimana caranya menanggulangi permassalahan serupa tanpa harus membubarkan geng motor,karena pada dasarnya geng motor ini dapat bersikap sebagaimana mestinya dan pula sesuai dengan hobinya jika ada suatu space atau lahan yang memfasilitasinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Istilah penjara dari segi hakikat pengertiannya memanglah sangat matang akan tetapi sesuai dengan keadaan sekarang dimana istilah pidana penjara bagi anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana, hanya akan menimbulkan suatu stigmatisasi yang sangat kuat di masyarakat sebagai anak yang tidak tahu diri , criminal dan lain sebagainya hingga usaha pembinaan terhadap anak tersebut yang seharusnya dilanjutkan kembali setelah masa pidananya selesai akan terhambat karena stigmatisasi tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dan meskipun hal tersebut harus berlaku dalam artian pidana penjara maka harus pula disertai dengan adanya alternative treatment bagi pelaku tindak kekerasan oleh geng motor maupun pelaku tindak pidana anak lainnya.Alternatif tersebut tentunya harus mengarah pada restorative justice bagi si anak dimana hukuman tidak melulu bersifat keadilan pembalasan ( retributive ) akan tetapi harus bersifat hukuman yang bersifat pemulihan .</div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi pada intinya , kesimpulan ini mentitik beratkan pada satu hal yakni bahwa pidana penjara bagia pelaku tindak pidana yang masih berusia di bawah 18 tahun khususnya bagi para pelaku tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh geng motor ini akan dirasakan kurang efektif karena justru akan menghentikan proses perkembangan pola pikir mereka terhadap pembinaan pendidikan mereka sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
________________________________________</div>
<div style="text-align: justify;">
[1] IS.Heru Permana , Politik Kriminal,Universitas Atma Jaya,Yogyajarta 2007</div>
<div style="text-align: justify;">
[2] KANSIL,CST.,DRS,S.H,Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia,Balai Pustaka,Jakarta 1989</div>
<div style="text-align: justify;">
[3] Prof.Sudarto seperti yang dikutip oleh Prof.Dr.Barda Nawawi Arif,S.H, dalam Bunga Rampai Kebijakan</div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum Pidana,Citra Aditya Bakti,Bandung 2005</div>
<div style="text-align: justify;">
[4] Bunyi Pasal 2 Undang-undang No.2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
[5] Bunyi pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.</div>
<div style="text-align: justify;">
[6] Bunyi Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.</div>
<div style="text-align: justify;">
[7] Dadang Sukmawijaya dalam jurnal media perlindungan anak RESTORATIVE.edisi VIII Volume III 2007</div>
<div style="text-align: justify;">
[8] Ibid.</div>
<div style="text-align: justify;">
[9] Dwidja Priyatno Loc.Cit.</div>
<div style="text-align: justify;">
[10] Prof.Simons seperti dikutp oleh Sofjan Sastrawidjaja dalam Hukum Pidana I,Armico,Bandung 1990</div>
<div style="text-align: justify;">
[11] Arief,Barda Nawai,Prof.Dr.,S.H.,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Citra Aditya Bakti,Bandung 2005.</div>
<div style="text-align: justify;">
[12] Meningkatkan kriminalitas</div>
<div style="text-align: justify;">
[13] IS.Heru Permana , Politik Kriminal,Universitas Atma Jaya,Yogyajarta 2007</div>
<div style="text-align: justify;">
[14] Ibid</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-65368053043761208382012-06-09T09:25:00.000-07:002012-06-09T09:25:33.535-07:00<br />
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> PROSTITUSI DAN
PERMASALAHAN HUKUM DI INDONESIA<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dadang Sumarna, SH</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mahasiwa Pasca Sarjana Magister Hukum</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">UMJ</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Masalah prostitusi memang sejak lama
menjadi polemik. Jika dibiarkan makin tidak terkontrol, tetapi dilokalisir
menimbulkan pro dan kontra. Bagi yang pro mengkaitkan dengan hak ekonomi pelaku
bisnis prostitusi sedangkan yang kontra menganggap lokalisasi sebagai
bentuk legalisasi bisnis haram yang bertentangan dengan aspek moralitas
masyarakat. Lokalisasi hanya satu
dari beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menekan jumlah PSK,
karena itulah satu-satunya indikator yang digunakan untuk mengukur berkembang
tidaknya prostitusi di suatu wilayah. Diantaranya dengan mencatat rutin jumlah
PSK, wisma dan mucikari. Dari aspek kuantitatif semacam ini sudah menunjukkan
adanya perbedaan perlakukan pemerintah pada pihak-pihak yang bermain di bisnis
prostitusi. Pemerintah punya catatan jumlah PSK atau mucikari yang dilokalisir,
tetapi tidak pernah punya catatan tentang jumlah makelar pensuplai PSK apalagi
jumlah konsumen pemakai jasa PSK meski ‘stakeholder’ tersebut sangat berkaitan
dengan keberadaan para PSK. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pelacuran atau
prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau hubungan seks,
untukuang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini
sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK). Dalam pengertian
yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak
berharga juga disebut melacurkan dirinya sendiri, misalnya seorang musisi yang
bertalenta tinggi namun lebih banyak memainkan lagu-lagu komersil. Di Indonesia
pelacur sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini
menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan
menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak
ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan
mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur
atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti
dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Masyarakat
dan kebudayaan pada dasarnya merupakan tayangan yang besar dari kehidupan
bersama antar individu-individu manusia yang bersifat dinamis. Keduanya
merupakan instrumen yang saling mempengaruhi satu sama lain, manusia atau
masyarakat melahirkan budaya dan budaya membentuk manusia atau masyarakat.
Masyarakat modern yang serba kompleks, sebagai produk dari kemajuan teknologi,
industrialisasi dan urbanisasi, memunculkan banyak masalah sosial dalam
masyarakat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Adaptasi dan kebingungan, kecemasan dan
konflik-konflik, baik yang terbuka dan
eksternal sifatnya, maupun yang tersembunyi dan intern dalam batin sendiri.
Pada gilirannya banyak orang mengembangkan tingkah laku yang menyimpang dari
norma-norma umum bahkan norma hukum yang sering disebut dengan problema sosial.
Pembangunan sosial di Indonesia, hakekatnya merupakan upaya untuk
merealisasikan cita-cita luhur kemerdekaan, yakni untuk memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasca kemerdekaan, kegiatan pembangunan
telah dilakukan oleh beberapa rezim pemerintahan Indonesia. Mulai dari rezim
Soekarno sampai presiden di era ini yakni Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono yang terpilih dalam pemilihan
umum langsung pertama. Namun demikian, harus diakui setelah beberapa kali rezim
pemerintahan berganti, taraf kesejahteraan rakyat Indonesia masih belum
maksimal, sehingga suatu upaya perlindungan yang diberikan juga belum maksimal.
Pemenuhan taraf kesejahteraan sosial perlu terus diupayakan mengingat sebagian
besar rakyat Indonesia masih belum mencapai taraf kesejahteraan sosial yang
diinginkannya. Upaya pemenuhan kesejahteraan sosial menyeruak menjadi isu
nasional. Asumsinya, kemajuan bangsa ataupun keberhasilan suatu rezim
pemerintahan, tidak lagi dilihat dari sekedar meningkatnya angka pertumbuhan
ekonomi. Kemampuan penanganan terhadap para penyandang masalah kesejahteraan
sosial pun menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Seperti
penanganan masalah; kemiskinan, kecacatan, pengemisan, keterlantaran, ketunaan
sosial maupun korban bencana alam dan sosial Kehidupan bernegara pada saat ini
tidak terlepas dari isu strategis yaitu era globalisasi yang berusaha
mentransformasikan modernisasi ke segala aspek kehidupan. Jadi kita tidak bisa menutup
mata atas pergaulan sekarang ini yang begitu bebas mengakses terang-terangan
segala kultur barat secara subyetif, tanpa disadari dampak yang timbul pun
cukup beragam untuk dianalisa. Kontribusinya pun riil akibat pergaulan bebas
tanpa batas etika dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yaitu
akan terlihat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mengingat salah satu problematika bangsa
ini dalam kerangka hukum pidana pada umumnya dan hak asasi manusia pada
khususnya. Yang kemudian sangat dipahami bahwa hukum hanya salah satu solusi
dari sekian cara untuk menyelesaikan permasalahan bangsa ini, bukan berarti
hukum adalah solusi yang paling solutif tanpa akan menimbulkan gejala-gejala
baru yang akan dihadapi bangsa ini. Salah satu bentuk penyimpangan itu sendiri
yang ingin penulis akan jadikan kajian suatu penelitian adalah makin
meningkatnya perilaku tindak pidana asusila (palacuran) atau yang sering
disebut dengan bentuk prostitusi, yang sering diperhalus dengan Pekerja Seks
Komersial (PSK) di negara kita tercita yaitu Indonesia, sebagai salah satu
bentuk kegagalan dalam memberikan perlindungan dari negara terhadap penduduk.
Fenomena prostitusi bukanlah hal yang baru dalam kehidupan masyarakat. Sejak
dahulu sampai sekarang praktik kegiatan prostitusi sudah ada. Banyak istilah yang
digunakan untuk menyebut pelaku dari prostitusi atau pelacur seperti: lonthe,
sundal, wanita tuna susiala (WTS), dan pekerja seks komersial (PSK).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Menurut
Kartono prostitusi itu sendiri adalah: Bentuk
penyimpangan seksual, dengan pola-pola implus atau dorongan seks yang tidak
wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa
kendali dengan banyak orang (promiskuitas), disertai eksploitasi dan
komersialisasi seks, yang impersonal tanpa afeksi sifatnya.<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Menurut
Merton, bahwa struktur sosial dalam kenyataannya telah membuat orang-orang
tertentu di masyarakat untuk bertindak menyimpang daripada mematuhi norma-norma
sosial. Kejahatan ini banyak hal yang mempengaruhi di antaranya unsur-unsur
ekonomi dan sosial memiliki peran atas perkembangan prostitusi. Banyak faktor
dalam masyarakat yang membuktikan bahwa orang miskin terdesak kebutuhan
ekonomi, maka kejahatan merupakan jalan untuk mendapatkan nafkah. Dalam hal ini
menjadi PSK (pelacuran) jalan terdesak untuk menghasilkan uang, baik wanita
maupun pria.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kondisi
sebagaimana di atas sangat tidak kondusif untuk terwujudnya cita-cita dan
tujuan negara, sebagaimana yang telah dicanangkan dalam Pembukaan UUD 1945 yang
berbunyi:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> “...untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,...” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Mengingat
substansi pembangunan sejatinya diarahkan dengan maksud membangun manusia
secara utuh, telah menjadikan pembangunan fisik meskipun penting, dan demi
kesuksesan pembangunan manusia. Atau dengan kata lain, pembangunan fisik harus
mengabdi dan berorientasi pada penciptaan kondusivitas demi terbangunnya manusia
sebagai makhluk bermartabat paling tinggi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kebijakan
pembangunan bermartabat manusia secara fungsional berlaku sama, antara
penghargaan terhadap warga negara. Pertumbuhan populasi pelacuran di berbagai
daerah, cenderung semakin meningkat. Penyebabnya antara lain adanya
industrialisasi krisis ekonomi yang berkepanjangan yang menyebabkan
meningkatnya jumlah pengangguran, adanya perubahan nilai-nilai sosial budaya
dan pola hidup masyarakat akibat pengaruh globalisasi dan arus informasi.
Meningkatnya PSK menggambarkan bahwa masih rendahnya tingkat kesejahteraan
penduduk yang sangat memprihatinkan dan kurangnya lapangann pekerjaan yang
diberikan oleh pemerintah sehingga fenomena yang muncul salah satunya adalah
meningkatnya prostitusi atau pelacuran atau PSK. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">b. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Peranan hukum dalam
pembangunan yang serba cepat saat ini sangat penting. Keterlibatan hukum yang
semakin aktif dalam persoalan-persoalan kehidupan bangsa dan negara, membawa
pengaruh pada penggunaan hukum secara
sadar dan aktif sebagai sarana menyusun tata kehidupan baru tersebut. Hal ini
bisa dilihat dari segi pengaturan oleh hukum, baik dari segi legitimasinya
maupun efektifitas penerapannya. Oleh karena itu paradigma yang muncul adalah
pergeseran dari bagaimana mengatur melalui prosedur hukum ke arah bagaimana
pengaturan itu, dengan tujuan agar dalam masyarakat timbul efek-efek yang
memang dikehendaki oleh hukum</span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">fungsi hukum dalam
masyarakat sangat beraneka ragam, bergantun dari berbagai faktor dan keadaan
masyarakat. disamping itu fungsi hukum dalam masyarakat yang belum maju juga
akan berbeda dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. dalam setiap
masyarakat, hukum lebih berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan
jaminan pencapaian struktur sosial yang diharapkan oleh masyarakat. namun dalam
masyarakat yang sudah maju, hukum lebih umum, abstrak dan lebih berjarak dengan
konteksnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pengertian perlindungan
hukum menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah “Perbuatan (hal tahu peraturan) untuk menjaga dan melindungi subjek hukum, berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.” Pada umumnya perlindungan hukum merupakan
bentuk pelayanan kepada seseorang dalam usaha pemulihan secara emosional.
Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo
adalah: <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“Suatu hal atau
perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada yang
melakukan Wanprestasi”<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a>
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Pengertian
perlindungan hukum juga menurut Soedikno Mertokusumo yang dimaksud perlindungan
hukum adalah adanya jaminan hak dan kewajiban manusia dalam rangka memenuhi
kepentingan sendiri maupun didalam hubungan dengan manusia lain.<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a>
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Kata perlindungan di
atas menunjuk pada adanya terlaksananya penanganan kasus yang dialami dan akan
diselesaikan menurut ketentuan hukum yang berlaku secara penal maupun non penal
dan juga adanya kepastian-kepastian usaha-usaha untuk memberikan
jaminan-jaminan pemulihan yang dialami. Hukum merupakan wujud dari perintah dan
kehendak negara yang dijalankan oleh pemerintah untuk mengemban kepercayaan dan
perlindungan penduduk, baik di dalam maupun di luar wilayahnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Pemerintah
sendiri mendapat wewenang untuk menjalankan tugasnya yang diatur dalam Hukum
Nasional, yang mana Hukum Nasional berguna untuk menyelaraskan hubungan antara
pemerintah dan penduduk dalam sebuah wilayah negara yang berdaulat,
mengembangkan dan menegakkan kebudayaan nasional yang serasi agar terdapat
kehidupan bangsa dan masyarakat yang rukun, sejahtera dan makmur.<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Hukum juga berfungsi
sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi,
hukum harus dilaksanakan. Di sini, PSK ditempatkan sebagai subjek yang bersalah
atas perbuatan atau pekerjaan yang mereka jalani. Upaya perlindungan di sini
diarahkan untuk memberikan perlindungan hukum memadai bagi PSK (khususnya
perempuan yang melacurkan sebagai subjek hukum bukan atas dasar pekerjaan yang
dilakukan). Adapun upaya itu antara lain meliputi:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">1. Perlindungan dari pemerintah serta pihak
lainnya,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">2. Pelayanan kesehatan atau medis yang layak,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">3. Penanganan secara khusus mengenai kegiatan
PSK,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">4. Pendampingan dan bantuan hukum (bila ada),<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">5. Bimbingan kerohanian,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">6. Terapi pemulihan kejiwaan,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">7. Kerahasiaan Identitasnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">SANGKSI
PIDANA DAN MASALAH PENEGAKAN HUKUMNYA.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Seperti kita ketahui
bersama, praktek/ bisnis prostitusi di kota metropolitan seperti jakarta di
lokasi-lokasi tertentu, sekarang ini sudah secara gamblang/terang-terangan
beroprasi ditengah-tengah masyarakat, bahkan dalam menjalankan bisnisnya para
pelaku praktek prostitusi seolah-olah tidak takut terhadap adanya penindakan
hukum oleh aparat, maupun adanya reaksi keras dari masyarakat yang menolak
adanya praktek prostitusi tersebut. Sanksi pidana dalam hukum positif di
indonesia yang mengatur tentang para pelaku pebisnis praktek prostitusi secara
jelas dan tegas termuat dalam pasal Pasal 506 KUHP yaitu yang berbunyi: ”barang
siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikan sebagai
pencarian diancam hukuman paling lama satu tahun”. artinya unsur-unsur
perbuatan seseorang yang melakukan perbuatan menjalankan bisnis praktek
prostitusi (mucikari/germo/mami) secara jelas dan tegas sudah seharusnya dapat
terjaring delik pidana sebagai mana pasal 506 KUHP tersebut, namun pada
kenyataannya praktek tempat pelacuran/prostitusi tetap saja marak dan tumbuh
subur terutama dikota-kota metropolitan seperti Jakarta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Sedangkan untuk pelaku
praktek prostitusi (para wanita PSK) dapat terjaring dengan Perda DKI yaitu
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 1988, dalam ketentuan pasal 27 dan 28
tentang sanksi hukuman yang “melarang bagi siapa saja berbuat asusila
dimasyarakat”, sanksi yang dikenakan adalah hukuman selama 3 (tiga) atau 6
(enam) bulan. Namun ironisnya para Wanita pekerja Seks Komersial (PSK) tersebut
tetap saja dapat menjalankan Profesinya tampa adanya penindakan dari
pihak-pihak terkait, walaupun secara jelas dapat diketahui bahwa para PSK
tersebut telah melakukan Unsur-unsur perbuatan yang masuk dalam ketentuan Perda
tersebut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Menurut teori hukum
dari Soejono Soekamto dalam penegakan hukum terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi berhasil/ tidaknya penegakan hukum Itu sendiri yaitu:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">1. Faktor hukum yang
ditegakkan itu sendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">2. Faktor petugas,
yaitu aparatur penegak hukumnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">3. Faktor masyarakat
dimana hukum itu berada.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">4. Faktor kebudayaan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Berkaitan teori/konsep
hukum diatas, penulis tertarik untuk membahas dalam tulisan ini tentang teori
hukum tersebut dengan keadaan empiris yang ada dimasyarakat, terutama factor
petugas dan factor masyarakat yang dinilai penulis sangat mempengaruhi sulitnya
penegakan hukum terkait dengan judul dari penulisan ini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Mengapa penulis menilai
factor petugas dan factor masyarakat sangat berperan dalam mempengaruhi
sulitnya penegakan hukum terkait khususnya menyangkut praktek Prostitusi?
Adapun alasan penulis adalah; bila dilihat dari factor hukum dan factor
kebudayaan sebagimana teori hukum tersebut, dari sudut pandang hukum/factor
Hukum, kepastian akan adanya hukum positif yang mengatur tentang praktek
prostitusi dan sangksi pidananya telah jelas dan tegas sebagai mana tercantum
dalam pasal Pasal 506 KUHP dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun
1988,sehingga seharusnya factor hukum tidak dapat dijadikan sebagai alasan yang
dapat menghambat penindakan terhadap praktek prostitusi tersebut. sedangkan
dari sudut pandang factor kebudayaan, budaya dan norma masyarakat Indonesia
pada umumnya tidak ada yang menghalalkan terjadinya praktek prostitusi
tersebut, sehingga factor kebudayaan tidak dapat dijadikan sebagai argumen
sebagai factor yang mempengaruhi sulitnya penegakan hukum khususnya menyangkut
praktek Prostitusi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pelacuran bila kita
lihat dalam kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maka tidak ada satu pasalpun
yang mengatur secara khusus, sehingga secara kriminologis sulit untuk
mengatakan bahwa pelacuran itu seebagai suatu kejahatan, sebab tidak
menimbulkan korban. begitupula apabila dilhat delik-delik kesusilaan dalam
kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( Pasal 281 sampai pasal 303 ) khususnya pasal
296 dan pasal 506 Ktab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ditunjukan pada
Wanita Tuna Susila. melankan ditujukan kepada pemilik rumah-rumah bordil yaitu
para germo/muckari dan para calo. para germo dan calo dapay dihukum pidana bila
karena perbuatan mereka sudah memenuh unsur-unsur pasal 296 yang berbunyi
“Barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh
orang lain, dan menjadikanya sebagai pencrian atau kebiasaan diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></a>
ini berarti bahwa palacuran apakah dia laki-laki atau perempuan bukan seorang
penjahat dalam kualifikasi yuridis. akan tetapi hal ini bertentangan dengan
sosiologi dari kejahatan <i>(Sociological
Difinition of crime) yakni</i>, apa yang disebut dengan perbuatan jahat menurut
norma-norrma sosial yang masih hidup dalam masyarakat, maka yang tidak
dicantumkannya perbuatan melacur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
pihak kepolisian sering menemukan kesulitan dalam menghadapi persoalan Wanita
Tuna Susila. melihat ayat demi ayat ini, makaa menjadi jelas bahwa untuk Wanita
Tuna Susila atau pelacuran dapat ditetapkan pasal 55 Jo pasal 296 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ), yaitu dilarang dan diancam oleh
Undang-Undang ( Pasal 296 KUHP ) sebagai orang yang turut serata melakukan
perbuatan (Medepleger) atau membujuk
melakukan perbuatan ( uitlokker ) atau kebiasaan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Menerapkan Pasal 296
Kitab Undang-Undang hukum Pidana ( KUHP ) melalui pasaL 55 yang disebutkan
diatas tidak tepat, karena pasal 296 hanya ditujukan kepada para germo saja,
dengan tujuan untuk mekmberantas rumah-rumah bordil atau tempat-tempat
pelacuran. dalam kenyataanya bahwa para pelacur bukan pemilik rumah-rumah
bordil. melihat pasal 296, 297, 506 yang dapat dijumpai dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ), yang berhubunan dengan prostitusi.
ternyata mengenai si pelacur itu sendiri tidak tegas dinyatakan dalam hukum
pidana.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">sedangkan sebagaimana
halnya dengan wanita pelacur, tamu yang mendatang Wanita Tuna Susila belum juga
diatur secara tegas dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). melihat
detik detik kesusilaan yang diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana
(KUHP), yakni pasal 281 sampai pasal 303, amat sulit diterapkan pada wanita
pelacur dan tamu yang datang mengunjunginya. bila hal tersebut akan dikenakan
pada mereka, tentunyya dalam kasus yang sangat khusus. kejahatan terhadap
kesusilaan yang diatur dalam kitab
undang-undang hukum pidana (KUHP) buku II bab XIV, dari pasal 281 sampai dengan
303 adalah sebagai berikut :<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pasal 281, diancam dengan hukuman,
barang siapa dengan sengaja dan dimuka orang lain yang ada disitu bertentangan
kehendaknya, melanggar kesusilaan diancam dengan pidana penjara. hal ini sulit
diterapkan pada tamu karena dalam kenyatannya tamu yang mendatangi para pelacur
melakukan hubungan klelamin dengan secara tertutup.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pasal 282, memuat ancaman hukuman,
terhadapp mereka yang menyiarkan, mempertunjukan kepada umum, memasukan kedalam
negeri atau dengan terang-terangan menawarkan tidak atas permintaan orang,
tulisan atau gambar yang merusak kesusilaan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">3.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pasal 283, memuat ancaman hukuman,
kepada siapa yang memperlihatkan, menyerahkan, menawarkan baik suatu tulisan,
gambar, atau barang yang melanggar kesusilaan maupun alat untuk mencegah atau
menggugurkan kandungan, kepada orang yang patut atau dapat didugaorang tersebut
masih dibawah umur.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">4.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Sedangkan dalam pasal 284, memuat
ancaman hukuman,, kepada laki-laki atau perempuan yang beristri atau bersuami
yang meellakukan perzinahan. juga ancaman itu ditunjukan kepada perempuan yang
tidak bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedangkan diketahuinya,
bahwa laki-laki yang melakukan hubbungan seksual dengan dia sudah beristri.
kejahatan yang disebutkan dalam pasal ini, merupakan delik aduan (<i>klacht delict)artinya,</i> penuntutanya
hanya dapat dilakukan bila ada bila ada pengaduan dari orang yang merasa
drugikan baik suami atau istri atau wakilnya uang sah yang berpihak untuk
mengadu. pasal ini memberikan kesempata pula untuk menarik kembali pengaduan
tersebut, selama pemeriksaan dalam sidang belum dimulai.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">5.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pasal 285, membuat ancaman kepada
seseorang yang melakukan perkosaan perempuan yang bukan istrinya. pasal ini
tidaak mungkin dapat diterapkan, karena perempuan yang menjadi pelacur tidak
pernah merasa terpaksa untuk melakukan hubungan seks dengan laki-laki yang
datang karena kebanyakan para pelaku melakukan persetubuhan dilandasi oleh rasa
suka sama suka, meskipun ada pemaksaan terhadap pelacurr untuk melakukan persetubuhan
namun jumblahnya sangat sedikit dan jarang kita ditemui dlapangan. sehinga
unsur paksaan tersebut dalam pasal yang ada sering terjadi, akan tetapi jika
ada wanita yang ditipu untuk menjadi pelacur, maka hal yang sedemikian mungkin
akan terjadi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">6.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Sedangkan pasal 286, memuat ancaman
hukuman, kepada siapa yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang
bukan istrinya, sedangkan perempuan tersebut dalam keadaan pingsan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">7.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pasal 287, memuat ancaman kepada siapa
yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang bukan istrinya, sedangkan
diketahunya atau patut disangka bahwa perempuan tersebut belum patut umur atau
belm pantas untuk dikawini, penuntutan dalam pasal ini hanya dapat dilakukan
jika ada pengaduan, kecuali bila umur perempuan tersebut belum mencapai 12
tahun, atau menimbulkan luka berat pada si korban.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">8.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pasal 288 memuat ancaman hukuman kepada
siapa saja yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan. yang patut
disangkan bahwa perempuan itu belum pantas dikawini dan perbuatan itu menimbulkan
luka-luka.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">9.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pasal 289 memuat ancaman hukuman kepada
siapa yang melakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa
membiarkan perempuan itu mendapat luka-luka.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">10.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pasal 290 memuat ancaman hukuman kepada
siapa yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedangkan diketahuinya
bahwa orang itu pingsan atau patut disangka belum cukup 15 tahun, juga
perbuatan pembujuk diancam dalam pasal ini dengan hukuman penjara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">11.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pasal 291 menurut ancaman hukuman yang
lebih berat lagi bila perbuatan-perbuatan tersebut pada pasal-pasal diatas,
mengakibatkan luka-luka berat atau matinya si korban.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 1cm; text-align: justify; text-indent: -1cm;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">12.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Pasal 292 memuat ancaman hukuman kepada
orang yang sudah sampai umur, yang melakukan perbuatan homo seksual erhadap
anak yang belum cukup umur.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Melihat pasal-pasal
yang ada, amat sukar didapatkan bukti-bukti dalam menindak para tamu yang datang ketempat-tempat pelacuran,
sehingga setiap razia dan penertiban pelacuran oleh alat-alat negara,
hampir-hampi tidak pernah ada tamu yang mengunjungi pelacuran tersebut
ditangkap, jika berdasarkan pasal-pasal kitab undang-undang hukum pidana (KUHP)
tersebut diatas, meskipun demikian
permasalahan penegakan hukum terhadap prositusi di jakarta tetap dapat
ditertibkan serta ditindak melalui Perda no. 11 tahun 1988 yang dipengaruhi oleh
perda no. 8 tahun 2007 tentang ketertibanumum di jakarta sebaaimana diatur
dalam pasal pasal 42 : ayat (1) setiap orng dilarang bertngkah laku dan atau
berbuat asusila dijalan, jalur hijau, taman atau tempat-tempat umum lainya.
ayat (2) setiap orang dilarang : a.
menyuruh, mempasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk bmenjadi penjaja
seks komersial. b. menjadi penjaja seks komersial. c. memakai jasa seks
komersial.<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></a>
pasal 43 : setiap orang atau baban dilarang menyedakan dan/atau menggunakan
bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila.<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></a>
dalam uu ini menjelaskan bahwa kegiatan ini menyuruh, memfasilitasi, membujuk,
memaksa orang lain untuk mejadi penjaja seks komersial pada umumnya dikenal
sebagai germo. serta menjadi pejaja seks komersial dilakukan oleh penyandang
masalah tuna susila baik yang berasal dari dalam negri maupun luar negri, yang
dikenal masyarakat umum dengan sebutan wanit tuna susila (WTS), pera tuna
susila (gigolo) atau penikmat jasa pelacur, waria tuna susila, yang melakukan
hubungan seksual diluar perkawinan yang sah untuk mendapat imbalan baik berupa
uang, materi maupun jasa merupakan suatu pidana kejahatan, yang perlu
ditekankan dalam dalam penjelasan uu ini dalam menangkap serta menindakan
prostitusi berupa seseorang seksual diluar perkawinan yang sah untuk mendapat
imbalan baik berupa uang, materi maupun jasa. Aturan pidana terhadap pasal ini
terdapat pada pasal 63 ayat (1) setiap orang atau badan yang melanggar
ketentuan dalam pasal 16 ayat (1), ayat (2), ayat (3), paal 18, pasal 22 hurup
a, hurup c, pasal 42 ayat (2) hurup a,b,c pasal 44, pasal 45, pasal 47 ayat (1)
huruf c, pasal 53, pasal 54, pasal 54 ayat (1) pasal 59 ayat (3) dikenakan
hukuman pidana sesua dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ayat (2) tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak pidana kejahatan.<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[8]</span></span><!--[endif]--></span></a>
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">dengan hukuman sebagai
mana yang di jelaskan pada pasal 61 ayat (2) uu no 8 tahun 2007 “ setiap orang
atau badan yang yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat (4), ayat(8), pasal 3
huruf a, huruf f, huruf k, pasal 4 ayat (1), ayat(3), pasal 7 ayat (2), pasal
10 pasal 11 ayat(2), pasal 12 hurup c , huruf f, pasal 13 ayat (1), ayat(2),
pasal 14 ayat (3), pasal 15, pasal 22 huruf d, huruf e, pasal 28 ayat (1),
pasal 29 ayat (1) huruf c, ayat (4), pasal 30 ayat (1), pasal 31 ayat (2), ayat
(3), pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36 ayat (1), ayat (2), pasal
38 huruf c, pasal 40 huruf a, pasal 42 ayat (2) huruf b, huruf c, pasal
46,pasal 47 ayat (1) huruf a, huruf b, pasal 48, pasal 49, pasal 52 ayat 1),
ayat (3), pasal 55 dan pasal 56 dikenakan ancaman pidana kurang pali8ng singkat
20 (dua puluh) hari dan paling lama 90 (sembilan puluh) hari atau denda paling
sedikit rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak rtp 30.000.000,-
(tiga puluh juta rupiah)”<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[9]</span></span><!--[endif]--></span></a>
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Dari semua persoalan
tersebut bla dilihat pada masa sekarang ini, perlu menyempurnakan atau membuat
peraturan perundang-undangan hukum pidana atau KUHP yang baru karena yang
berlaku sekarang ini merupakan peninggalan penjajah belanda yang sudah tidak
sesuai lagi dengan perubahan jaman. apabila kita lihat pasal 296 dan pasal 506
kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) tidak ditujukan kepada pelacur akan
tetapi ditujukan kepada germo dan calo, sedangkan germo dan calo tersebut tidak
diambil tindakan. padahal secara nyata telah melanggar pasal tersebut. oleh
karena tidak tepat jika melakukan penertiban prostitusi dengan menggunakan
pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) tidak dapat lagi
memfasilitasi permasalahan prostitusi di jakarta maupun di daerah lain di
indonesia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">namun perlu juga
dicarikan suatu solusi dari pemerintah pusat untuk mengatasi masalah prostitus
tersebut di indonesia, untuk dapat membuat peratutan pdana yang dapat
memfasilitasi masalah prostitusi di indonesia saat ini. karena peraturan yang
ada hanya mengatur secara khusus (<i>lex
spesialis)</i> terhadap daerah tertentu yang tidak bisa dterapkan didaerah
lain. dalam perda no. 8 tahun 2007 inipun masih kita temui permasalahan dalam
mengidentifikasi pekerja seks komersial itu sendiri. larangan untuk menjadi
penjaja seks komersial tanpa adanya rumusan tempat akan menombulkan kesulitan
dalam pelaksanaanya. bagaimana pihak pemprov DKI ini mengetahui siapa-siapa
penjaja seks? atas dasar apa pemprov DKI akan menangkap mereka-mereka yang
dituduh menjadi pekerja seks. ketidak jelasan ini akan menimbulkan masalah
salah tangkap dan kekerasan pada warga yang tidak bersalah. bila pekerjaan
sebagai perekjja seks itu dilarang dijalanan atau tempat terbuka lainya, pemprov
DKI bisa jadi akan mudah mengontrolnya. lalu komersial yang tertutup rapi.
memang ada dilema disini namun jika tidak keinginan dan ketegasan para penegak
hukum untuk menindak prostitusi di jakarta mungkin angka yang menjadi pusat
pelacuran di indonesia. oleh sebab itu diperlukan suatu keseriusan para penegak
hukum dalam menanggulangi serta menertibkan masalah prostitusi tersebut karena
penegakan hukum terhadap pelakukan prosttusi di jakarta hanya dimungkinkan
dengan perda ini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">1.
Faktor Petugas.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Dari kacamata penulis
ditambah dengan data-data yang didapat oleh penulis tentang prostitusi
dijakarta, tumbuh suburnya praktek prostitusi di jakarta adalah karena adanya
beking/ perlindungan dari aparat penegak hukum terhadap lokasi prostitusi
tersebut sehingga seolah-olah pelaku bisnis haram tersebut kebal akan hukum,
disamping itu, adanya kolusi (setoran uang secara rutin) dari para pelaku
bisnis prostitusi di jakarta terhadap aparat hukum, mulai dari petugas
lapangan, kapolsek, dinas pol PP, dll sampai jenjang diatasnya turut
memperburam penegakan hukum terhadap bisnis pelacuran tersebut. Dari uraian
diatas dapat kita ketahui bahwa Factor petugas sangat berperan besar dalam
menentukan berhasil / tidaknya penegakan hukum di bidang praktek prostitusi
tersebut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">2.
Factor Masyarakat<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Sikap acuh dari
sebagian masyarakat jakarta terhadap adanya praktek prostitusi disekitar
lingkungannya sangat berperan dalam berkembangnya praktek prostitusi tersebut,
hal tersebut dikarnakan tidak adanya penolakan/gejolak menentang dari
masyarakat terhadap bisnis pelacuran, diterjemahkan oleh para pebisnis praktek
asusila tersebut sebagai suatu restu dari masyarakat sekitar tempat prostitusi
atas boleh beroprasinya bisnis haram tersebut. Selain hal diatas, terdapat
beberapa kelompok masyarakat disekitar tempat prostitusi tersebut yang
mendukung adanya bisnis praktek prostitusi tersebut berada di daerahnya, hal
tersebut dikarnakan para kelompok masyarakat tersebut merasa diuntungkan dengan
adanya bisnis haram tersebut, dimana bila dilihat secara empiris, dengan adanya
praktek prostitusi di suatu lokasi, maka keadaan roda ekonomi masyarakat
sekitar lokasi tersebut lebih berjalan secara dinamis,karena banyak masyarakat
yang mengambil kesempatan dengan mengais rejeki/bermata pencaharian (membuka
warung, jual rokok, menjadi tukang parkir, atau bekerja di tempat prostitusi
sebagai petugas kebersihan, dll) di tempat lokasi bisnis prostitusi tersebut.
Sehingga secara umum masyarakat sekitar tempat lokasi praktek prostitusi
tersebut merasa diuntungkan dengan adanya praktek prostitusi tersebut
diwilayahnya, sehingga penerapan hukum positif akan sulit dipaksakan dikarnakan
dimungkinkannya terjadinya penolakan dari masyarakat yang merasa diuntungkan
dari praktek prostitusi tersebut atas diberlakukannya penerapan hukum tersebut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">PROSTITUSI
DILIHAT DARI SUDUT PANDANG SOSIOLOGI.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">Menurut teori
sosiologi, yang dikemukakan oleh Prof Rony Nitibaskara, tentang konsep
bahwa”setiap kejahatan/prilaku penyimpangan mempunyai fungsi/tugas dalam
masyarakat dimana salah satu fungsinya adalah sebagai alat Penyeimbang”
Maksudnya dalam setiap perbuatan kejahatan selain ada pihak yang dirugikan,
terdapat pula pihak-pihak yang diuntungkan dengan adanya kejahatan tersebut.
Berkaitan dengan penulisan ini penulis mencoba memberikan contoh kongkrit dari
teori sosiologi diatas dikaitkan dengan praktek bisnis prostitusi. Sebagaimana
telah diuraikan dalam paragraf terdahulu,praktek prostitusi memang sangat
bertentangan dengan norma-norma normatif dan norma-norma agama, namun terdapat
kelompok-kelompok masyarakat yang diuntungkan dengan adanya praktek prostitusi
tersebut, yaitu masyarakat yang berdomisili sekitar lokasi praktek prostitusi
tersebut yang mancari mata pencaharian disekitar lokasi pelacuran tersebut.
Selain kelompok masyarakat tersebut terdapat juga oknum-oknum petugas hukum
yang mendapatkan keuntungan dengan adanya kolusi (setoran uang rutin sehingga
mendapatkan uang setoran) dari para pelaku bisnis prostitusi dengan kesepakatan
bahwa praktek bisnis prostitusi yang dikelolanya terbebas dari
tindakan-tindakan hukum.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">SOLUSI PENEKAN PROSTITUSI<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">manusia walaupun pada
umumnya dilahirkan seorang diri, namun iya mempunyai naluri untuk selalu hidup
dengan oranh lain, naluri ini yang dinamakan
<i>gregariousnes. </i>didalam
hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang penting adalah reaksi yang
timbul sebagai akibat dari hubungan-hubungan tadi. reaksi tersebutlah yang
menyebabkan bahwa tindakan seorang manusia lain yang berada di sekelilingnya,
dan membentuk kelompok-kelompok sosial atau <i>social
group </i>didalam kehidupan mausia. kelompok-kelompok sosial tadi merupakan
satu-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karenanya ada hubungan antara
mereka. hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang
salongh berpengaruh dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong menolong,
dengan demikian maka suatu kelompok masyarakat mempunyai syarat-syarat sebagai
berikut :<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">1. setiap warga
kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang
bersangkutan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">2. adanya hubungan
timbal balik antara warga yang satu dengan warga-warga lainya (interaksi).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">3. terdapat satu faktor
atau beberapa faktor yang dimiliki oleh warga kelompok itu, sehingga hubungan
yang sama, tujuan yang sama, ideologi yang sama, politik yang sama, dan
lain-lain.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">4. ada struktur.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">5. ada peragkat
kaedah-kaedah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 200%;">6. menghasilkan system
tertentu.<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[10]</span></span><!--[endif]--></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Sampai saat ini memang belum ada formula yang pas dan ampuh untuk menyelesaikan
masalah prostitusi. Bahkan menutup lokalisasi sekalipun tidak menjadi
jalan keluar yang efektif karena justru akan menimbulkan persoalan baru. Namun
beberapa pemikiran dibawah ini mungkin bisa dipikirkan sebagai solusi:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Menggunakan istilah yang sepadan, jika ada istilah Wanita Tuna Susila (WTS)
sebagai penjual layanan seks komersial harusnya juga ada istilah
Pria Tuna Susila (PTS) sebagai pengguna layanan seks komersial sebagai
padanan. Jika kemudian sebutannya Pekerja Seks Komersial juga ada istilah
Pengguna Seks Komersial. Meski kelihatannya sepele ini merupakan bentuk pandangan
yang berbeda terhadap permasalahan prostitusi. Artinya baik laki-laki maupun
perempuan yang terlibat dalam prostitusi mempunyai kedudukan yang sama untuk
‘disalahkan’, termasuk diberi label yang sama (tidak bermoral, tuna susila,
dsb). Jika paradigmanya demikian bukan tidak mungkin jika para pemakai PSK liar
juga harus dikejar-kejar, ditangkap, diadili, bahkan jika perlu dikirim
ke panti rehabilitasi. Ini mungkin akan berdampak secara psikologis kepada
konsumen atau calon konsumen untuk berfikir ulang jika akan ‘jajan’. Pemerintah
dalam menerapkan program penanggulangan prostitusi tidak menempatkan perempuan
sebagai biang kerok masalah tetapi melihat secara porposional. Sehingga
pembinaan sosial, kesehatan dan agama yang dilakukan tidak hanya disasarkan
pada penjual tetapi juga pembeli. Para pemakai PSK juga harus mendapat pantauan
karena mereka juga berpeluang besar untuk menularkan HIV Aids dan penyakit
menular seksual lainnya pada istri dan janin. Pemerintah harus memiliki data
yang meliputi seluruh ‘stakeholder’ di bisnis prostitusi, apakah pekerja,
mucikari, makelar, centeng-centeng sampai pemakai jasa mereka. Dengan demikian
pembinaan tidak hanya sasaran para PSK tetapi seluruh stakeholder. Sehingga
jika ada anggapan penting menyadarkan PSK untuk kembali ke jalan yang benar,
lebih penting lagi adalah menyadarkan pengguna PSK untuk juga insyaf.
Ibarat jual beli jika tidak ada pembeli maka penjual akan berfikir ulang untuk
berjualan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 200%;">Pendekatan terhadap permasalahan prostitusi yang lebih holistik mengingat
masalahnya yang begitu kompleks. Perlu ada kerjasama yang sinergi antar wilayah
yang menjadi pengirim serta wilayah penerima/penyalur, sehingga bisa
dilakukan upaya pencegahan atau pemulihan/penanggulangan. Memang tidak
penting mencari siapa yang salah atau yang benar dalam hal ini. Yang terpenting
dalam penanggulangan prostitusi adalah bagaimana pemerintah menggunakan cara
berfikir yang lebih adil dan tidak hanya merugikan salah satu pihak. <o:p></o:p></span></div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<!--[if !supportFootnotes]-->
<hr size="1" style="text-align: left;" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1">
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10.0pt;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 200%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style="font-size: 10.0pt;"> </span><i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 10pt; letter-spacing: -0.05pt;">Kartini Kartono, 2001,Patologi Sosial,Jakarta: Rajawali, Hal. 185.</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;">
<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 200%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a> Soedikno Mertokusumo,
1991,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, Hal.10</div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 200%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a>
ibid</div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 200%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a>Prajudi
Admosudirdjo, Juni 1988, Hukum Administrasi Negara,Cetakan kesembilan
(Revisi),Jakarata: Ghalia Indonesia, Hal. 12.</div>
</div>
<div id="ftn5">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 200%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></a>
kitab undang undang hukum pidana, permata press, jakarta</div>
</div>
<div id="ftn6">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 200%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></a>
perda no. 8 tahun 2007</div>
</div>
<div id="ftn7">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 200%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Ibid</div>
</div>
<div id="ftn8">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 200%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[8]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Ibid</div>
</div>
<div id="ftn9">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 200%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[9]</span></span><!--[endif]--></span></a>
ibid</div>
</div>
<div id="ftn10">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="file:///G:/maklah%20siap%20saji.doc#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><i><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 200%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[10]</span></b></span><!--[endif]--></i></span></a><i> soerjono soekanto, pokok-pokok sosiologi
hukum, (jakarta : raja grafindo persada, 1980), hal. 73<o:p></o:p></i></div>
</div>
</div>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-77249741165691631902012-06-09T08:58:00.001-07:002012-06-09T08:58:29.001-07:00<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b>Premanisme
Sebagai Bentuk Penyimpangan Sosial<o:p></o:p></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b>Dadang
Sumarna, SH<o:p></o:p></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b>Sekolah
Pasca Sarjana <o:p></o:p></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b>Magister
Hukum Pidana UMJ<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Menurut
</span><i><span lang="EN-US">Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas</span></i><span lang="EN-US">. Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang
melanggar <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum" title="Hukum"><span style="color: windowtext;">hukum</span></a>
atau sebuah tindak kejahatan.
Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal.
Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang preman, pencuri, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pembunuh" title="Pembunuh"><span style="color: windowtext;">pembunuh</span></a>,
<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Perampok" title="Perampok"><span style="color: windowtext;">perampok</span></a>,
atau <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Teroris" title="Teroris"><span style="color: windowtext;">teroris</span></a>.
Walaupun begitu <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori" title="Kategori"><span style="color: windowtext;">kategori</span></a>
terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak
kejahatannya berdasarkan motif <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Politik" title="Politik"><span style="color: windowtext;">politik</span></a> atau <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Paham&action=edit&redlink=1" title="Paham (halaman belum tersedia)"><span style="color: windowtext;">paham</span></a>.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh
seorang <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hakim" title="Hakim"><span style="color: windowtext;">hakim</span></a>,
maka orang ini disebut seorang <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Terdakwa&action=edit&redlink=1" title="Terdakwa (halaman belum tersedia)"><span style="color: windowtext;">terdakwa</span></a>. Sebab ini
merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah
sebelum kesalahannya ter<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bukti&action=edit&redlink=1" title="Bukti (halaman belum tersedia)"><span style="color: windowtext;">bukti</span></a>. Pelaku tindak
kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman
disebut sebagai terpidana atau narapidana.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan
mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi
kejahatan dalam pengertian <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Yuridis" title="Yuridis"><span style="color: windowtext;">yuridis</span></a> tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kriminologi" title="Kriminologi"><span style="color: windowtext;">kriminologi</span></a>
yang dipandang secara <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sosiologis&action=edit&redlink=1" title="Sosiologis (halaman belum tersedia)"><span style="color: windowtext;">sosiologis</span></a>.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai
suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan
diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan
merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain
terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial
dari masyarakat <sup><a href="file:///C:/Users/Sumarna%20SH/Downloads/Makalah+Premanisme.doc#cite_note-Mustafa-0"></a></sup>. Reaksi sosial
tersebut dapat berupa reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US">Pengertian Kekerasan<o:p></o:p></span></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Menurut </span><i><span lang="EN-US">Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas</span></i><span lang="EN-US">. Kekerasan (</span><i><span lang="EN">Violence</span></i><span lang="EN"> </span><span lang="EN-US">berasal dari <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Latin" title="Bahasa Latin"><span style="color: windowtext;">bahasa Latin</span></a><i>
</i></span><i><span lang="LA">violentus</span></i><span lang="LA"> yang berasal dari kata <i>vī</i>
atau <i>vīs</i></span><span lang="LA"> </span><span lang="EN-US">berarti</span><span lang="EN-US"> kekuasaan atau berkuasa) adalah dalam prinsip
dasar dalam <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum" title="Hukum"><span style="color: windowtext;">hukum</span></a>
publik dan privat <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Romawi" title="Romawi"><span style="color: windowtext;">Romawi</span></a>
yang merupakan sebuah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ekspresi" title="Ekspresi"><span style="color: windowtext;">ekspresi</span></a> baik yang dilakukan secara <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Fisik" title="Fisik"><span style="color: windowtext;">fisik</span></a> ataupun secara <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Verbal" title="Verbal"><span style="color: windowtext;">verbal</span></a> yang
mencerminkan pada tindakan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi" title="Agresi"><span style="color: windowtext;">agresi</span></a> dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang
yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan
dengan kewenangannya yakni bila
diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa
mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat
pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Sementara menurut Sosiolog, Dr Imam B. Prasodjo dalam, <i><a href="http://bpsntbandung.com/"><span style="color: windowtext;">http://bpsntbandung.com</span></a></i>.
Melihat maraknya kekerasan akhir-akhir ini dipengaruhi oleh banyaknya orang
yang mengalami ketertindasan akibat krisis berkepanjangan. Aksi itu juga dipicu
oleh lemahnya kontrol sosial yang tidak diikuti dengan langkah penegakkan
hukum. Ini, kata Imam, ditanggapi secara keliru oleh para pelaku tindak
kejahatan. Kesan tersebut seolah message (tanda) yang diterjemahkan bahwa hal
yang terjadi akhir-akhir ini, lebih membolehkan untuk melakukan
tindakan-tindakan tersebut. Sementara itu pada saat kontrol sosial melemah,
juga terjadi demoralisasi pihak petugas yang mestinya menjaga keamanan. Aparat
yang harusnya menjaga keamanan, justru melakukan tindak pelanggaran. Masyarakat
pun kemudian melihat bahwa hukum telah jatuh. Pada saat yang sama masyarakat
belum atau tidak melihat adanya upaya yang berarti dari aparat keamanan sendiri
untuk mengembalikan citra yang telah jatuh tersebut. </span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Sosiolog lain, Sardjono Djatiman dalam, <i><a href="http://bpsntbandung.com/"><span style="color: windowtext;">http://bpsntbandung.com</span></a>
</i>memperkirakan masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada hukum, sistem, dan
aparatnya. Ketidakpercayaan itu sudah terakumulasi sedemikian lama, karena
ketidakadilan telah menjadi tontonan masyarakat sehari-hari. Mereka yang selama
ini diam, tiba-tiba memberontak. Ketika negara yang mewakili masyarakat sudah
tidak dipercaya lagi, maka masyarakatlah yang akan mengambil alih kendali
hukum. Tentunya dengan cara mereka sendiri</span></div>
<h2 style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify; text-indent: -36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> <span class="mw-headline">Keragaman
Jenis dan Definisi Kekerasan</span><o:p></o:p></span></h2>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">a. Kekerasan yang dilakukan perorangan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Perlakuan
kekerasan dengan menggunakan fisik (kekerasan seksual), verbal (termasuk
menghina), psikologis (pelecehan), oleh seseorang dalam lingkup lingkungannya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">b. Kekerasan
yang dilakukan oleh negara atau kelompok</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Menurut
<i>Max Weber</i> didefinisikan sebagai
"monopoli, legitimasi untuk melakukan kekerasan secara sah" yakni
dengan alasan untuk melaksanakan putusan pengadilan, menjaga ketertiban umum
atau dalam keadaan perang yang dapat berubah menjadi semacam perbuatanan
terorisme yang dilakukan oleh negara atau kelompok yang dapat menjadi salah
satu bentuk kekerasan ekstrem (antara lain, genosida, dll.).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US">c. Tindakan kekerasan yang tercantum dalam hukum publik</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Yakni
tindakan kekerasan yang diancam oleh hukum pidana (sosial, ekonomi atau
psikologis (skizofrenia, dll.)). </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">d. Kekerasan
dalam politik</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Umumnya
pada setiap tindakan kekerasan tersebut dengan suatu klaim legitimasi bahwa
mereka dapat melakukannya dengan mengatas namakan suatu tujuan politik
(revolusi, perlawanan terhadap penindasan, hak untuk memberontak atau alasan
pembunuhan terhadap raja lalim walaupun tindakan kekerasan dapat dibenarkan
dalam teori hukum untuk pembelaan diri atau oleh doktrin hukum dalam kasus
perlawanan terhadap penindasan di bawah tirani dalam doktrin hak asasi manusia.
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">e. Kekerasan
simbolik</span><span lang="EN-US"> (<i>Bourdieu,
Theory of symbolic power</i>)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">merupakan
tindakan kekerasan yang tak terlihat atau kekerasan secara struktural dan
kultural (<i>Johan Galtung, Cultural Violence</i>) dalam beberapa
kasus dapat pula merupakan fenomena dalam penciptaan stigmatisasi. </span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
<span lang="EN-US">Kekerasan antara lain dapat pula berupa pelanggaran (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Siksa" title="Siksa"><span style="color: windowtext;">penyiksaan</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerkosaan" title="Pemerkosaan"><span style="color: windowtext;">pemerkosaan</span></a>,
<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemukulan&action=edit&redlink=1" title="Pemukulan (halaman belum tersedia)"><span style="color: windowtext;">pemukulan</span></a>, dll.) yang
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang
lain, dan - hingga batas tertentu - kepada binatang dan harta-benda. Istilah
"kekerasan" juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan
perilaku yang merusak.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
<span lang="EN-US">Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang mencakup
kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang terkoordinir, yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak seperti yang
terjadi dalam <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Perang" title="Perang"><span style="color: windowtext;">perang</span></a>
(yakni kekerasan antar-masyarakat)
dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme" title="Terorisme"><span style="color: windowtext;">terorisme</span></a>.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
<span lang="EN-US">Sejak <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Industri" title="Revolusi Industri"><span style="color: windowtext;">Revolusi
Industri</span></a>, kedahsyatan peperangan modern telah kian meningkat hingga
mencapai tingkat yang membahayakan secara universal. Dari segi praktis,
peperangan dalam skala besar-besaran dianggap sebagai ancaman langsung terhadap
harta benda dan manusia, budaya, masyarakat, dan makhluk hidup lainnya di muka bumi.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
<span lang="EN-US">Secara khusus dalam hubungannya dengan peperangan, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jurnalisme" title="Jurnalisme"><span style="color: windowtext;">jurnalisme</span></a>,
karena kemampuannya yang kian meningkat, telah berperan dalam membuat kekerasan
yang dulunya dianggap merupakan urusan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Militer" title="Militer"><span style="color: windowtext;">militer</span></a>
menjadi <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Moralitas" title="Moralitas"><span style="color: windowtext;">masalah moral</span></a>
dan menjadi urusan masyarakat pada umumnya.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
<span lang="EN-US"><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Transkulturasi&action=edit&redlink=1" title="Transkulturasi (halaman belum tersedia)"><span style="color: windowtext;">Transkulturasi</span></a>, karena
teknologi moderen, telah berperan dalam mengurangi <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Relativisme_moral&action=edit&redlink=1" title="Relativisme moral (halaman belum tersedia)"><span style="color: windowtext;">relativisme moral</span></a>
yang biasanya berkaitan dengan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme" title="Nasionalisme"><span style="color: windowtext;">nasionalisme</span></a>,
dan dalam konteks yang umum ini, gerakan "<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Antikekerasan&action=edit&redlink=1" title="Antikekerasan (halaman belum tersedia)"><span style="color: windowtext;">antikekerasan</span></a>"
internasional telah semakin dikenal dan diakui peranannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b>Faktor-faktor
Pemicu Tindakan Kriminal dan Kekerasan<o:p></o:p></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
Ada beberapa hal yang mempengaruhi
para pelaku dalam melakukan tindakan kriminali dan kekerasan. Faktor ekonomi
mungkin yang paling berpengaruh dalam terjadi tindakan kriminal dan keadaan ini
akan semakin parah pada saat tertentu seperti misalnya pada Bulan Puasa
(Ramadhan) yang akan mendekati Hari Raya Idul Fitri. Pada saat ini kebutuhan
masyarakat akan menjadi sangat tinggi baik primer maupun skunder dan sebagian
orang lain mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutahannya dengan melakukan
tindakan kriminal dan bahkan disertai dengan tindakan kekerasan. Dan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
terjadinya tindakan kriminal dan kekerasan antara lain sebagai berikut :<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
1. Pertentangan
dan persaingan kebudayaan<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
Hal
ini dapat memicu suatu tindakan kriminal yang mengacu pada kekerasan bermotif
SARA (Suku, Agama, Ras, Aliran) seperti yang terjadi pada kerusuhan di Sampit
antara orang Madura dan orang Kalimantan<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
2. Kepadatan
dan komposisi penduduk<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
Seperti
yang terjadi di kota Jakarta, karena kepadatan dan komposisi penduk yang sangat
padat dan sangat padat di suatu tempat mengakibatkan meningkatnya daya saing,
tingkat strees, dan lain sebagianya yang berpotensi mengakibatkan seseorang
atau kelompok untuk berbuat tindakan kriminal dan kekerasan. <o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
3. Perbedaan
distribusi kebudayaan<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;">
Distribusi kebudayaan dari luar tidak selalu
berdampak positif bila diterapkan pada suatu daerah atau negara. Sebagai contoh
budaya orang barat yang menggunakan busana yang mini para kaum wanita, hal ini
akan menggundang untuk melakukan tindakan kriminal dan kekerasan seperti
pemerkosaan dan perampokan. <o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
4. Mentalitas
yang labil<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
Seseorang
yang memiliki mentalitas yang labil pasti akan mempunyai jalan pikiran yang
singkat tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi. Layaknya seorang preman jika
ingin memenuhi kebutahannnya mungkin dia hanya akan menggunakan cara yang
mudah, seperti meminta pungutan liar, pemerasan dan lain sebagainya.<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
5. Tingkat
penganguran yang tinggi<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
Dikarenakan
tingkat penganguran yang tinggi maka pendapatan pada suatu daerah sangat rendah
dan tidak merata. Hal ini sangat memicu seseorang atau kelompok untuk melakukan
jalan pintas dalam memenuhi kebutahannya dan mungkin dengan cara melakukan
tindak kriminal dan kekerasan.<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
Namun selain faktor-faktor di atas
tindakan kriminal dan kekerasan dapat terjadi jika ada niat dan kesempatan.
Maka tindak kriminal dan kekerasan dapat dilakukan oleh siapa, tidak hanya oleh
preman atau perampok, bahkan dapat dilakukan oleh orang yang paling dekat bahkan
orang yang paling dipercaya.<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%;">
<b>Dampak Dari Tindakan Kriminal dan Kekerasan<o:p></o:p></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
Setiap perbuatan pasti memiliki dampak
dari perbuatannya. Termasuk juga dalam tindakan kriminal dan kekerasan yang
pasti akan berdampak negatif seperti :<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt;">
1. Merugikan pihak lain baik material maupun non material<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt;">
2. Merugikan masyarakat secara keseluruhan<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt;">
3. Merugikan Negara<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-indent: -18.0pt;">
4. Menggangu stabilitas keamanan masyarakat<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt;">
5. Mangakibatkan trauma kepada para korban<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
Dengan kata lain dampak dari fenomena
tindakan kriminal dan kekerasan ini adalah mengakibatkan kersahaan dimasyarakat
dan peran penegak hukum seperti polisi akan sangat diandalkan untuk
menangulanginya, namun peran masyarakat juga akan sangat membantu para polisi
dalam menangulangi seperti memberikan informasi dan pengamanan lingkungan
sekitarnya dengan melakukan siskamling (sistem keamanan lingkungan) yang
terintregasi dengan tokoh masyarakat dan polisi.<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<o:p> </o:p><b style="line-height: 150%;">Ruang
Lingkup Tindakan Kriminal</b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
Dalam melakukan
tindakan kriminal biasanya dilakukan di
tempat keramaian di mana banyak orang. Karena semakin banyak kesempatan
untuk melakukan tindakan kriminal. Tempat-tempat yang biasanya terdapat preman
antara lain sebagai berikut :<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify;">Pasar Tradisional<o:p></o:p></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;">
Pasar tradisional merupakan salah satu
tempat perekonomian berjalan, karena di dalam pasar terdapat penjual dan
pembeli yang melakukan transaksi jual beli. Preman memandang ini sebagai lahan
untuk melakukan tindakan kriminalitas karena banyak orang membawa barang
berharga. Ataupun melakukan pungutan liar kepada lapak-lapak pedagang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<ol start="2" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify;">Terminal Bus<o:p></o:p></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;">
Merupakan tempat yang banyak orang berdatangan ke terminal bus
untuk menuju tempat tujuan, hal ini digunakan
untuk melakukan tindak kriminal pada para penumpang bus maupun para
supir bus.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<ol start="3" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-list: l1 level1 lfo1; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify;">Stasiun Kereta
Api dan Gerbong Kereta<o:p></o:p></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;">
Stasiun kereta api merupakan tempat
yang sangat rampai pada jam berangkat
dan jam pulang kerja, begitu pula yang terjadi di dalam gerbong kereta api.
Setiap gerbong kereta api pasti akan selalu padat bahkan hingga atap kereta api.
Diantara ratusan penumpang kereta api pasti terselip beberapa preman yang
beraksi di stasiun maupun di dalam gerbong kereta api. Hal ini biasanya
terdapat di kereta api ekonomi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<ol start="4" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify;">Pelabuhan<o:p></o:p></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;">
Pelabuhan merupakan tempat
penyeberangan antar pulau. Disini terdapat manusia, bus, dan truk yang akan
menyeberang. Hal ini dilirik untuk melakukan tindakan kriminal, biasanya
melakukan tindak krimanal dengan cara pembiusan atau hipnotis kepada penumpang
kapal, dan melakukan pungutan liat kepada bus dan truk yang akan memasuki
pelabuhan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<ol start="5" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify;">Jalan Raya<o:p></o:p></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;">
Merupakan tempat umum yang hampir
tidak pernah sepi, biasanya pelaku melakukan tindak krimanal pada persimpangan
jalan yang tidak ada pengamanan dari polisi, dimana mobil terhenti pada lampu
lalu lintas. Biasanya hal ini dilakukan pada malam hari.<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
Pada saat ini banyak para pelaku
melakukan tindakan kriminal secara berkelompok, namun ada juga yang masih
melakukan tindakan kriminal secara individu. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah dalam melakukan tindakan kriminal dan para pelaku terbagi atas
wilayah kekuasaan yang telah terbagi dan terorganisasi. Setiap wilayah terdapat
seorang pemimpin yang mengkoordinasikan para anak buahnya dalam melakukan
tindakan kriminal. Khusus tindakan pungutan liar setiap wilayah wajib
menyetorkan hasilnya kepada pimpinannya yang kemudian disetorkan kepada oknum.
Hal ini dilakukan agar para pelaku tindak kriminal dapat perlindungan dan
wewenang dalam satu wilayah.<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;">
<o:p> </o:p><b style="line-height: 150%;">Solusi Penyelesaian Masalah</b></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
Setiap permasalahan pasti ada cara
untuk mengatasinya dan ada beberapa cara untuk mengatasi tindak kriminal dan
kekerasan, diantaranya sebagai berikut : <o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
1. Mengenakan
sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang
bulu atau derajat. Hal ini akan sangat ampuh untuk memberikan efek jera kepada
para pelaku agar tidak mengulangi kembali tindakannya<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
2. Mengaktifkan
peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak. Dikarenakan
hal ini merupakan dari pencegahan sejak dini untuk mencegah terjadinya tindakan
kriminal dan mencegah menjadi pelaku tindakan kriminal.<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
3. Selektif
terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai budaya bangsa
sendiri. Karena setiap budaya luar belum tentu baik untuk budaya kita, misalnya
berbusana mini, berprilaku seperti anak punk, dan lain sebagainya.<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
4. Menjaga
kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak dini
melalui pendidikan multi kultural , seperti sekolah , pengajian dan organisasi
masyarakat.<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
5. Melakukan
pelatihan atau kursus keahlian bagi para pelaku tindak kriminal atau penganguran
agar memiliki keterampilan yang dapat dilakukan untuk mencari lapangan
pekerjaan atau melakukan wirausaha yang dapat membuka lapangan kerja baru.<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
Solusi ini akan berjalan baik bila
peran serta pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi permasalahan ini. Dan <span lang="EN-US">semua pihak harus melakukan rekonsiliasi untuk memulihkan ekonomi
terutama dengan masyarakat kelas bawah dan harus diingat bahwa kemerosotan
ekonomi mengakibatkan tingkat kejahatan meningkat. </span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
<span lang="EN-US">Selain itu, perlu juga mempolisikan masyarakat. Artinya,
ada fungsi pengamanan dan pencegahan kejahatan yang dijalankan oleh masyarakat.
Kondisi sekarang sangat memprihatinkan; masyarakat seolah tidak peduli apabila
terjadi kejahatan di sekelilingnya, bahkan di depan matanya, sikap tak acuh
masyarakat itu dalam kerangka psikologi sosial dapat dipahami. dalam masyarakat
modern telah ada semacam <i>share of
responsibility</i>. Tugas keamanan telah diambil alih oleh agen-agen formal,
yakni polisi itu sendiri. Dalam kerangka itu juga dapat difahami jika kita
tidak lagi bisa berharap pada lembaga informal seperti tokoh masyarakat untuk
mengendalikan keamanan karena peran-peran institusi informal telah diruntuhkan
oleh pemerintah.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -9.0pt;">
<b>Mencegah Tindakan Kriminal dan Kekerasan<o:p></o:p></b></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;">
Ada baiknya mencegah dari pada
mengalami tindakan kriminal dan kekerasan. Berikut beberapa cara untuk mencegah
atau menghindari tindakan kriminal dan kekerasan :<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 81.0pt; mso-list: l2 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->1.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span><!--[endif]-->Tidak memakai
perhiasan yang berlebih<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 81.0pt; mso-list: l2 level1 lfo2; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->2.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Jangan mudah percaya kepada orang baru dikenal<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 81.0pt; mso-list: l2 level1 lfo2; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->3.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Tidak berpenampilan terlalu mencolok<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 81.0pt; mso-list: l2 level1 lfo2; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->4.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Bila berpergian ada baiknya tidak sendirian<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; margin-left: 81.0pt; mso-list: l2 level1 lfo2; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->5.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Mengu<span lang="EN-US">a</span>sai ilmu bela diri<o:p></o:p></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<h2 style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"> </span></h2>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b>PENUTUP<o:p></o:p></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
Pada bab terakhir ini penulis dalam
makalah ini akan menarik kesimpulan serta saran yang mungkin bermanfaat untuk
kehidupan dimasyarakat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; tab-stops: list 27.0pt;">
<b>Kesimpulan<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 27.0pt; tab-stops: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;">
Berdasarkan
pada seluruh kegiatan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai fenomena
tindakan criminal dan kekerasan dan berdasarkan hasil pembahasan yang telah
dikemukan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis mencoba menarik kesimpulan
sebagai berikut :<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 40.5pt; mso-list: l0 level1 lfo3; tab-stops: list 40.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<!--[if !supportLists]-->1.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Faktor utama terjadinya dalam fenomena tindakan kriminal dan kekerasan
akibat faktor ekonomi dalam memenuhi kebutuhan<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 40.5pt; mso-list: l0 level1 lfo3; tab-stops: list 40.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<!--[if !supportLists]-->2.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Pelaku tindak kriminal dan kekerasan dapat terjadi
dimana saja dan oleh siapa saja<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 40.5pt; mso-list: l0 level1 lfo3; tab-stops: list 40.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<!--[if !supportLists]-->3.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Tindakan kriminal dan kekerasan sangatlah
berdampak negatif pada kelangsungan kehidupan di masyarakat bahkan suatu negara<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 40.5pt; mso-list: l0 level1 lfo3; tab-stops: list 40.5pt; text-indent: -13.5pt;">
<!--[if !supportLists]-->4.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Fenomena tindakan kriminal dan kekerasan dapat
dicegah dan dapat diselesaikan<span lang="EN-US">.</span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b>Saran<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;">
Dari hasil analisa
yang dilakukan penulis pada bab-bab sebelumnya serta kesimpulan diatas maka
penulis mencoba untuk memberikan saran atau bahan masukan yang mungkin dapat
bermanfaat :<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: 45.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; mso-list: l3 level1 lfo4; tab-stops: list 45.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->1.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Untuk mencegah terjadinya tindak kriminal
sebaiknya memberikan pendidikan dan pemberitahuan sejak dini oleh lingkungan di
dalam rumah maupun di luar rumah tentang tindakan kriminal dan kekerasan memberikan
efek negatif<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; mso-list: l3 level1 lfo4; tab-stops: list 45.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->2.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Memberikan pelatihan atau kursus bagi para pelaku
tindakan kriminal dan kekerasan agar memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk
bekerja atau berwiraswatsa<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; mso-list: l3 level1 lfo4; tab-stops: list 45.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->3.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Bagi para penegak hukum agar memberikan sanksi
hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminal dan kekerasan tanpa
pandang bulu atau derajat untuk memberi efek jera<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; mso-list: l3 level1 lfo4; tab-stops: list 45.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->4.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span><!--[endif]-->Selalu berhati-hati dan waspada disetiap tempat
serta kepada siapa saja khususnya orang yang baru dikena<span lang="EN-US">l</span> dan mencurigakan<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US">DAFTAR PUSTAKA<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; text-indent: -45.0pt;">
<span lang="EN-US">Imam B. Prasodjo, Pengadilan Brutal, <i><a href="http://bpsntbandung.com/"><span style="color: windowtext;">http://bpsntbandung.com</span></a>,
</i>Maret 2001</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; text-indent: -45.0pt;">
<span lang="EN-US">Max Weber , Monopoli, Legitimasi Untuk Melakukan
Kekerasan Secara Sah 2010</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; text-indent: -45.0pt;">
<span lang="EN-US">Sardjono Djatiman, Pengadilan Brutal, <i><a href="http://bpsntbandung.com/"><span style="color: windowtext;">http://bpsntbandung.com</span></a></i>
Maret 2001</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; text-indent: -45.0pt;">
<span lang="EN-US">Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas <i><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Fenomena"><span style="color: windowtext;">http://id.wikipedia.org/wiki/Fenomena</span></a>,</i>
22 September 2010<i><o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45.0pt; text-indent: -45.0pt;">
<span lang="EN-US">Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas <i>http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan,</i>
18 Juli 2010<i><o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas <i>http://id.wikipedia.org/wiki/Kriminal,</i> 20 Oktober 2010</span></div>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-10419095634048333702012-06-08T22:29:00.001-07:002012-06-09T07:46:33.110-07:00Grasi Corby<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kasus Corby </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">( sebuah Kontaradiksi aliran Sosiologi dengan Positivis)</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Oleh : Dadang Sumarna, SH</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mahasiswa Program Pasca Sarjana UMJ</span></b><br />
<span style="color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif;"><b>MAGISTER ILMU HUKUM /PIDANA</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">A. Latar Belakang</span></b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Tidak mudah memahami keputusan
Presiden SBY memotong masa hukuman terpidana kasus narkoba asal Australia,
Schapelle Leigh Corby. Bukan hanya tak mudah, keputusan yang tertuang dalam
Kepres 22/2012 itu juga membingungkan karena tidak tidak disertai kejelasan
alasan dalam hubungan bilateral kedua negara yang bersifat resiprokal atau
timbal balik.<span class="apple-converted-space"> </span>“Harusnya didahului
dengan ikatan perjanjian saling
menguntungkan atau untuk pertukaran kepentingan yang tepat antar kedua
belah pihak, sehingga tidak menunjukkan kebingungan maupun kelemahan RI
terhadap grasi tersebut,” Dalam sebuah Sidang Kabinet di tahun 2011
Menkopolhukam Djoko Sujanto menyatakan bahwa Presiden SBY tidak akan mengampuni
para terpidana kasus terorisme, narkoba, dan korupsi, kecuali atas pertimbangan
kemanusiaan. Itupun akan diberikan kepada narapidana yang berusia di atas 70
tahun Corby tertangkap basah di Bandara
Ngurah Rai, Bali pada 8 Oktober 2004, Corby kedapatan menyelundupkan 4,2
kilogram narkoba jenis ganja atau mariyuana. Sepanjang penyelidikan dan di
pengadilan, mantan pelajar kecantikan yang ayah kandungnya, Michael Corby,
pernah terseret kasus peredaran ganja pada awal 1970-an itu, tak pernah
mengakui perbuatannya hingga akhirnya dijatukan pidana 20 tahun penjara.
“Karenanya, kasus grasi Corby ini terbilang aneh, sekaligus hanya
mempertontonkan kebingungan RI di hadapan rakyatnya serta di mata negara lain,
yang bersikap keras dalam menghukum kejahatan narkoba,” sikap pemerintahan SBY
yang melempem dalam menangani kasus Corby akan semakin memperparah
ketidakberdayaan RI dalam memberantas kejahatan internasional di bidang
narkotika dan sejenisnya. “Itu karena kita selalu mudah membungkuk pada tekanan
pihak tertentu, yang kemudian membuat sikap politik ataupun penegakan hukum
jadi kacau-balau serta sekadar dijadikan olok-olokan berbagai pihak</span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pada
dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum. Sepanjang sejarah
peradaban manusia, peran sentral hukumdalam upaya menciptakan suasana yang
memungkinkan manusia merasa terlindungi, hidup berdampingan secara damai dan
menjaga eksistensinya didunia telah diakui.<a href="file:///D:/rantawa.docx#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height: 150%;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[1]</span></span></span></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Indonesia
adalah negara yang berdasarkan kepada hukum (<i>rechtaat</i>), hukum harus
dijadikan panglima dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
sehingga tujuan hakiki dari hukum bisa tercapai seperti keadilan, kepastian dan
ketertiban. Secara normatif hukum mempunyai cita-cita indah namun didalam
implentasinya hukum selalu menjadi mimpi buruk dan bahkan bencana bagi
masyarakat. Ketidaksinkronan antara
hukum di dalam teori (<i>law in a book</i>) dan hukum dilapangan (<i>law in
action</i>) menjadi sebuah perdebatan yang tidak kunjung hentinya. Terkadang
untuk menegakkan sebuah keadilan menurut hukum harus melalui proses-proses
hukum yang tidak adil. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Positivisme
atau yang dikenal dengan aliran positivis mempunyai pengaruh yang besar dalam
proses pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia. Pada kebanyakan tindakan
lembaga legilatif untuk membuat undang-undang, tindakan Pemerintah (Excecutive)
dan aparat dalam menegakkan hukum, bahkan tindakan hakim dalam memutus perkara
selalu menjadikan pemikiran mazhab ini sebagai acuan. Selain itu, aspek
keadilan dalam penegakan hukum dalam sistem hukum nasional selalu dilihat dari
perspektif keadilan hukum.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span class="apple-converted-space"><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Keadilan hukum selalu menjadi perdebatan dalam
pembentukan dan penerapan hukum di Indonsia. Sebagian besar putusan hakim
pengadilan negeri (Vonis) selalu mendapat reaksi perlawanan dari masyarakat.
Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah sebagai lembaga
pembentuk dan pelaksana hukum, menyebabkan eksistensi cita hukum keadilan
pancasila dipertanyakan. Dalam pandangan masyarakat, sebagian besar pelaksanaan
hukum selalu dianggap tidak adil, sementara kebanyakan akademisi non-hukum,
menganggap hukum sebagai faktor penghambat proses pembangunan. Sistem hukum
Indonesia tidak terlepas dari pengaruh berbagai aliran pemikiran filsafat hukum
yang berkembang jauh sebelum kemerdekaan. Dalam filsafat hukum, dikenal
beberapa aliran atau mazhab. Semua aliran hukum tersebut memberikan warna dalam
perkembangan sistem hukum pada negara-negara modern, termasuk Indonesia.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span class="apple-converted-space"><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di satu sisi, hukum mempunyai peranan penting
dalam kehidupan bernegara karena keberadan hukum sebagai perangkat untuk
mencapai tujuan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan Negara yang tertuang
dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Di sisi lain, aspek
keadilan dalam sistem hukum nasional selalu menjadi bahan perdebatan diantara
ahli hukum, politisi, dan masyarakat. Substansi hukum, pelaksanaan dan
penegakan hukum dianggap tidak adil. Faktor ketidakadilan selalu memunculkan
ide tentang arah pembangunan hukum nasional yang progresif demi pencapaian
tujuan pembangunan masyarakat yang damai dan sejahtera.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">B. Sistem Hukum Indonesia</span></b><span class="apple-converted-space"><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Pada dasarnya
pengertian hukum yang dikemukakan oleh para ahli sangat beragam, namun yang
dimaksudkan dengan “hukum” dalam tulisan ini adalah kaidah yaitu patokan atau
sikap tindak perilaku, dibuat oleh penguasa yang berwenang, berlaku pada suatu
tempat dan waktu tertentu, serta berbentuk tertulis. Singkatnya mengkaji hukum
dalam perspektif hukum positif, yaitu hukum yang saat ini berlaku di Indonesia.
Hukum merupakan sistem hukum. Hukum sebagai sistem tentunya akan tunduk pada
ciri-ciri sistem. Menurut Satjipto Rahardjo bahwa sistem memiliki dua
pengertian yang penting, meskipun dalam pembicaraan keduanya digunakan dengan
secara tercampur begitu saja. Pengertian yang pertama adalah sistem sebagai jenis
satuan, yang mempunyai tatanan tertentu, tatanan tersebut menunjuk pada suatu
struktur yang tersusun atas bagian-bagian. Pengertian yang kedua adalah sistem
sebagai suatu rencana, metode, atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Mochtar
Kusumaatmadja memandang komponen sistem hukum terdiri atas : (a) asas-asas dan
kaidah-kaidah; (b) Kelembagaan hukum; dan (c) proses-proses terwujudnya
kaidah-kaidah dalam kenyataan. Asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang
terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam
aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Tiap aturan hukum bertumpu
pada suatu asas hukum, yakni suatu nilai yang diyakini berkaitan dengan
penataan masyarakat secara tepat dan adil. Jadi asas adalah kaidah yang paling
umum yang bermuatan nilai etik, yang dapat dirumuskan dalam tata hukum atau
berada di luar tata hukum, serta mewujudkan kaidah penilaian fundamental dalam
suatu sistem hukum.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Hukum
menampilakan diri dalam bentuk kaidah yang disebut kaidah hukum positif
(positive recht), yang dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis. Kaidah
hukum tertulis disebut undang-undang dalam arti luas, yaitu putusan Pemerintah
yang terbentuk melalui prosedur yang berlaku oleh badan yang memiliki
kewenangan untuk itu, dan dirumuskan dalam bentuk yang sudah ditentukan.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Menurut B.
Arif Sidharta bahwa sistem hukum positif terdiri atas tatanan hukum internal
dan tatanan hukum eksternal. Tatanan hukum internal meliputi asas-asas hukum
umum nasional dan universal. Tatanan hukum eksternal adalah kaidah-kaidah hukum
positif baik tertulis maupun tidak tertulis, misalnya konstitusi, Undang-Undang
dan peraturan lain yang berada di bawahnya, kebiasaan, dan yurisprudensi.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Kelembagaan
hukum adalah institusi yang membentuk dan melaksanakan hukum, sedangkan proses
adalah suatu cara yang dilakukan dalam rangka pembentukan dan pelaksanaan
hukum. Menurut Jimly Ash-shidiqie bahwa elemen sistem hukum terdiri atas
kegiatan pembentukan hukum (Law Making), kegiatan pelaksanaan atau penerapan
hukum (Law Administrating), dan kegiatan peradilan atas pelanggaran hukum (Law
Adjudicating). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">C. Pemikiran mazhab positivisme hukum</span></b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Positivisme
merupakan aliran pemikiran filsafat yang bekerja berdasarkan empirisme. Aliran
ini tumbuh subur pada abad 19 di Eropa. Garis besar ajaran positivisme adalah :
(1) hanya ilmu yang bebas nilai dapat memberikan pengetahuan yang sah; (2)
hanya fakta empiris yang dapat menjadi obyek ilmu; (3) metode filsafat tidak
berbeda dengan dengan metode ilmu; (4) tugas filsafat adalah menemukan
asas-asas umum yang berlaku bagi semua ilmu dan menggunakan asas-asas tersebut
sebagai pedoman bagi perilaku manusia dan menjadi landasan bagi semua
organisasi sosial; (5) semua interpretasi tentang dunia harus didasarkan pada pengalaman
(empiris-verifikatif); (6) mengacu pada ilmu-ilmu alam, dan (7) berupaya
memperoleh suatu pandangan tunggal tentang dunia fenomena, baik dunia fisik
maupun dunia manusia melalui aplikasi metode-metode dan perluasan jangkauan
hasil-hasil ilmu alam.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Positivisme
menekankan setiap metodologi yang dipikirkan untuk menemukan suatu kebenaran,
hendaknya menjadikan realitas sebagai sesuatu yang eksis dan objektif dan harus
dilepaskan dari berbagai macam konsepsi metafisis subjektif. Ketika pemikiran
positivisme diterapkan ke dalam bidang hukum, positivisme hukum melepaskan
pemikiran hukum sebagaimana dianut oleh para pemikir aliran hukum alam. Jadi
setiap norma hukum haruslah eksis secara objektif sebagai norma-norma yang
positif. Hukum tidak dikonsepkan sebagai asas-asas moral yang abstrak tentang
hakikat keadilan, melainkan sesuatu yang telah dipositifkan sebagai
undang-undang guna menjamin kepastian hukum. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Menurut Austin
bahwa hukum merupakan perintah dari mereka yang secara politik memiliki
kekuasaan yang lebih tinggi. Artinya ada satu pihak yang menghendaki supaya
pihak lain melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, kemudian pihak yang
diperintah akan mengalami penderitaan apabila perintah tersebut tidak
dijalankan. Suatu perintah merupakan pembebanan kewajiban kepada pihak yang
lain, dan akan mudah terlaksana apabila yang memberi perintah adalah pihak yang
memegang kedaulatan. Menurut Austin, setiap sistem hukum mengandung 4 unsur,
yaitu : (a) perintah; (b) sanksi; (c) kewajiban; dan (d) kedaulatan.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Seorang
pengikut Positivisme, Hart mengemukakan berbagai arti dari positivisme tersebut
sebagai berikut:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hukum
adalah perintah<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Analisis
terhadap konsep-konsep hukum berbeda dengan studi sosiologis, histories dan
penilaian kritis.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Keputusan-keputusan
dideduksi secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dahulu,
tanpa perlu merujuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijaksanaan dan moralitas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">4.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Penghukuman
secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan oleh penalaran rasional,
pembuktian atau pengujian<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">5.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hukum
sebagaimana diundangkan, ditetapkan, positum, harus senantiasa dipisahkan dari
hukum yang seharusnya diciptakan, yang diinginkan<a href="file:///D:/rantawa.docx#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height: 150%;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[2]</span></span></span></span></a>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Aliran
Positivisme hukum telah memperkuat pelajaran legisme, yaitu suatu pelajaran
yang menyatakan tidak ada hukum di luar undang-undang, undang-undang menjadi
sumber hukum satu-satunya. Undang-undang dan hukum diidentikkan. Hukum Pidana di Indonesia masih menganut aliran Positivisme, hal ini secara
eksplisit tertuang didalam pasal 1 ayat (1) KUHP, bahwa tidak dapat di pidana
seseorang sebelum ada undang-undang yang mengaturnya, ini disebut dengan azas
legalitas. Dari pernyataan diatas maka
pada pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menentukan bahwa, dapat
dipidana atau tidaknya suatu perbuatan tergantung pada undang-undang yang
mengaturnya. Jadi perbuatan pidana yang dapat dipertanggung jawabkan ialah yang
tertuang didalam hukum positif, selama perbuatan pidana tidak diatur didalam
didalam hukum positif, maka perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana dan tidak
bisa diminta pertanggung jawaban hukumnya menurut hukum pidana.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ketika
Schapelle Leigh Corby tertangkap tangan membawa ganja, Schapelle Leigh Corby
harus berurusan dengan hukum, karena perbuatan yang dilakukan Schapelle Leigh
Corby menurut hukum Pidana termasuk kepada perbuatan pidana yakni tindak pidana
narkotika. Menurut Aliran Positivisme bagaimana pun hukum harus ditegakkan tanpa melihat baik atau
buruknya serta adil atau tidak adilnya. Hukum harus dilepaskan dari unsur-unsur
sosial, karena tujuan dari aliran ini adalah kepastian hukum.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut
paham positivisme, setiap norma hukum harus eksis dalam alamnya yang obyektif
sebagai norma-norma yang positif, serta ditegaskan dalam wujud kesepakatan
kontraktual yang konkret antara warga masyarakat atau wakil-wakilnya. Disini
hukum bukan lagi dikonsepsikan sebagai asas-asas moral metayuridis yang abstrak
tentang hakikat keadilan, melainkan <i>ius </i>yang telah mengalami
positivisasi sebagai <i>lege </i>atau <i>lex, </i>guna menjamin kepastian
mengenai apa yang terbilang hukum, dan apa pula yang sekalipun normative harus
dinyatakan sebagai hal-hal yang bukan terbilang hukum.<a href="file:///D:/rantawa.docx#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height: 150%;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[3]</span></span></span></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Dalam menjawab persoalan itu, sebagai
negara yang menganut aliran positivisme, mau tidak mau cara berpikir aliran
positivisme itulah yang harus diterapkan. Inilah yang disebut dengan tertib
berpikir. Dengan kata lain, terlepas dari serba keburukan-keburukan yang
melekat pada aliran hukum positivisme ini, cara memandang persoalannya harus
dengan kacamata positivisme. Bukan dengan dasar filosofis lainnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Hans Kelsen
dikenal sebagai pencetus “teori hukum murni” (the Pure Theory of Law). Ia
menganggap bahwa filosofi hukum yang ada pada waktu itu telah terkontaminasi
oleh ideologi politik dan moralitas, dan telah mengalami reduksi karena ilmu
pengetahuan. Kelsen menemukan bahwa dua faktor ini telah melemahkan hukum
sehingga ia mengusulkan sebuah bentuk kemurnian teori hukum yang berupaya untuk
menjauhkan bentuk-bentuk reduksi terhadap hukum.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b style="line-height: 150%;"><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">D. Pengaruh pemikiran positivism-legisme dalam
sistem hukum Indonesia</span></b><span class="apple-converted-space" style="line-height: 150%;"><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span></span></div>
<span style="line-height: 150%;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 150%;"><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pembentukan
hukum</span><span class="apple-converted-space" style="color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> \</span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pembentukan hukum yang
dimaksud disini adalah lahirnya aturan tertulis yang memiliki keabsahan untuk diberlakukan.
Lahirnya hukum yang sah karena adanya keputusan dari suatu badan/lembaga yang
diberi berwenang oleh konstiusi untuk menciptakan hukum. Jika mengartikan hukum
sebagai sistem aturan hukum positif, maka lembaga yang membentuk hukum
(“legislative functie”) Di Indonesia, penerapan prinsip ini melahirkan masalah
karena hukum selalu menjadi kendala dalam pembangunan bahkan hukum itu bersifat
statis dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan setiap keadaan yang berubah.
Banyak kalangan mengatakan dengan gamblang bahwa hukum itu bersifat statis dan
kaku (Rigid). Pandangan yang demikian adalah keliru karena mengabaikan aspek
lain dalam “pembentukan” hukum.</span></span></div>
<span style="line-height: 150%;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 45pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut
Soekanto, aliran sociological jurisprudence yang dipelopori oleh oleh Eugen
Erlich, bahwa ajarannya adalah berpokok pada perbedaan antara hukum positif
(kaidah-kaidah hukum) dengan hukum yang hidup ditengah masyarakat (living law).
Sehingga hukum yang positif hanya akan efektif apabila senyatanya selaras
dengan hukum yang hidup di masyarakat. Erlich juga mengatakan bahwa pusat
perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislated,
keputusan-keputusan badan yudikatif atau ilmu hukum, tetapi senyatanya adalah
justru terletak didalam masyarakat itu sendiri.<a href="file:///D:/rantawa.docx#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height: 150%;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[4]</span></span></span></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Semua tugas
Pemerintahan harus dijalankan berdasar hukum sebagai konsekwensi dari prinsip
negara hukum (Rule of Law atau Rechtstaat). Jadi Pemerintah (eksekutive)
menjalankan tugas yang didasarkan aturan hukum yang dibuat sendiri, atau oleh
Lembaga Eksekutif lain yang kedudukannya lebih tinggi. Dalam konteks ini,
masyarakat memandang hukum sebagai proses yang dilakukan oleh Pemerintah dalam
menjalankan tugas Pemerintahan. Mekanisme seperti ini memiliki peluang untuk
menjadikan aturan hukum sebagai alat bagi Pemerintah (eksekutive) bersikap
sewenang-wenang pada masyarakat. Oleh karena kenyataan tersebut, sehingga Jhon
Austin mengatakan bahwa “hukum adalah perintah”.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Struktur hukum
Konsep pemikiran Kelsen yang memandang undang-undang adalah suatu peraturan
yang bersifat umum, sehingga konstruksi logika pemikirannya melahirkan teorihukum
berjenjang (Stufenbau Theorie). Menurut positivisme Kelsen bahwa norma hukum
terdiri dari norma yang bersifat khusus dan norma yang bersifat umum. Eksitensi
norma khusus karena mendapat validitasnya dari norma yang bersifat umum, dan
pembentukan norma umum karena diperintahkan oleh norma yang lebih tinggi
darinya. Eksistensi norma yang lebih tinggi tersebut mendapatkan validitasnya
dari norma yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya, sehinga sampai pada
norma yang paling tertinggi dari semua norma umum. Norma ini disebut
Groundnorm.<span class="apple-converted-space"> </span>Norma khusus untuk
melaksanakan norma umum, sedangkan norma umum dibuat untuk melaksanakan norma
hukum yang lebih tinggi sebagai konstitusi, dan konstitusi mendapatkan validitasnya
dari norma dasar (Grundnorm). Groundnorm adalah sesuatu yang dianggap ada
(dihipotesiskan bahwa dia ada), yang ada diluar sistem hukum. Apabila
diumpamakan dalam sistem hukum Indonesia maka yang disebut dengan “Groundnorm”
adalah Pancasila yang diambil dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri,
dan Pancasila adalah nilai abstrak namun keberadaanya diakui sebagai nilai yang
ada. Keberadaan nilai Pancasila di luar dari sesuatu yang nyata (positif),
sehingga ia dianggap diluar sistem hukum positif namun ia menjadi rujukan dan
semua aturan hukum harus sesuai dengan nilai tersebut.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">E. Penegakan hukum<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 45pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Secara
idialnya perkembangan masyarakat harus diikuti oleh perkembangan hukum. Dari
kasus Schapelle Leigh Corby, penggunaan pranata hukum yang tidak sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan tidak mencerminan nilai-nilai keadilan ditengah
masyarakat hanya membawa ketidakadilan ditengah-tengah masyarakat. Ditambah
lagi dengan aparat penegak hukum yang masih berpola pikir konservatif dalam
menegakkan hukum. Hukum adalah hasil ciptaan masyarakat, tapi sekaligus ia juga
menciptakan masyarakat. Sehingga konsep dalam berhukum seyogyanya adalah
sejalan dengan perkembangan masyarakatnya<a href="file:///D:/rantawa.docx#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height: 150%;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 200%;">[5]</span></span></span></span></a>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Model penegkan
hukum di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh pemikiran positivisme-legisme.
Menurut Kelsen bahwa norma hukum yang sah menjadi “standar penilaian” bagi
setiap perbuatan yang dilakukan oleh setiap individu/kelompok dalam masyarakat
. Standar penilaian dimaksud adalah hubungan antara perbuatan manusia dengan
norma hukum. Jadi norma hukum menjadi ukuran untuk menghukum seseorang atau
tidak, dan mengklaim seseorang bersalah atau tidak harus diukur berdasarkan
pasal dalam peraturan tertulis, tanpa memperhatikan aspek moral dan keadilan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">F. Keadilan dalam penegakan hukum</span></b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Atas dasar
prinsip ini sehingga penegakan hukum pidana di Indonesia selalu dirasakan tidak
adil oleh masyarakat, akibatnya melahirkan konflik baik vertical maupun
horizontal dalam masyarakat. Menurutnya, suatu perbuatan dikatakan “buruk”
(bertentangan dengan norma) apabila semua orang tidak menginginkan perbuatan
tersebut, atau perbuatan itu dirasakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
Demikian sebaliknya, suatu perbuatan dikatakan “baik” (sesuai dengan norma)
apabila semua orang menyadari bahwa perbuatan tersebut menyenangkan. Jadi
berdasarkan pemikiran tersebut, maka untuk mengatakan bahwa suatu perbuatan
telah melanggar hukum harus diukur berdasarkan perasaan-hukum yang dimiliki
oleh masyarakat. Perasaan setiap orang dalam mengukur baik dan buruknya suatu
perbuatan menurut Kelsen adalah kenyataan yang sesunggunya terjadi (positif).
Ukuran baik dan buruk atas setiap tindakan individu selalu dituangkan dalam
bentuk hukum tertulis. Di Indonesia sangat berbeda, walaupun ia adalah hukum
tertulis, namun pada kebanyakan undang-undang dan penegakan hukum bertentangan
dengan cara pandangn keadilan yang dirasakan oleh masyarakat.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Menurut
Savigny bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan jiwa masyarakat
(Volkheist). Logika hukum kaum positivisme pada akhirnya sejalan dengan
pemikiran mazhab sejarah yang dipelopori oleh Carl von Savigny, hanya saja kaum
positivism-legisme memandang “kesadaran/perasaan-hukum” masyarakat sebagai
suatu kenyataan yang sungguh-sungguh terjadi (positif), sedangkan Von Savigni
memandang “kesadaran hukum” sebagai sesuatu yang terbentuk oleh proses sejarah
manusia dalam komunitas masyarakat tertentu.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Penegakan
aturan hukum melalui putusan pengadilan seringkali dinilai tidak adil oleh
masyarakat. Jadi tidak mengherankan jika terdapat banyak putusan pengadilan
mendapat reaksi dari individu atau kelompok masyarakat. Pendek kata bahwa
keadilan menurut hakim selalu tidak sama dengan keadilan yang dirasakan oleh
masyarakat. Kelsen pada prinsipnya melepaskan hukum dari keadilan karena ia
mengangap bahwa keadilan adalah unsur yang dipenuhi oleh subyektivitas individu
atau kelompok. Sebagian kalangan menganggap bahwa hal tersebut menjadi
kekurangan pemikiran positivism-legisme yang tidak menjadikan keadilan sebagai
tujuan hukum.<span class="apple-converted-space"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Kaum
positivisme mengartikan keadilan hukum sebagai legalitas. Suatu perturan hukum
dikatakan adil jika benar-benar diterapkan pada semua kasus. Demikian
sebaliknya, suatu peraturan hukum dianggap tidak adil jika hanya diterapkan
pada suatu kasus tertentu, dan tidak diterapkan pada kasus lain yang sama.
Substansi keadilan hukum dalam pandangan positivism-legisme adalah penerapan
hukum dengan tanpa memandang nilai dari suatu aturan hukum (asas kepastian).
Jadi hukum dan keadilan adalah dua sisi mata uang. Kepastian hukum adalah adil,
dan keadilan hukum berarti kepastian hukum. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Doktrin positivism-legisme ini masih
diterapkan dalam proses penegakan hukum di Indonesia, terutama pada bidang
pidana menyangkut penerapan pasal dan “prosedur” dalam sistem pelaksanaan
hukum. Oleh karena prinsip yang mengacu pada aturan hukum tertulis sehingga
banyak kasus dalam sengketa lingkungan, para pelaku kejahatan selalu dinyatakan
bebas dari tuntutan hukum karena tidak memenuhi unsur-unsur dalam aturan hukum
lingkungan. Wajar jika dikatakan bahwa wajah penegakan hukum di Indonesia
dinyatakan dengan ungkapan “hukum hanya berlaku terhadap mereka yang lemah”.
Kenyataan ini sangat bertentangan dengan prinsip “setiap orang bersamaan
kedudukannya di depan hukum”.<span class="apple-converted-space"> </span>Pada
dasarnya prinsip positivisme memiliki kelebihan yaitu adanya kepastian hukum
bahwa hukum itu harus ditegakan sekalipun langit akan runtuh, namun ketika
aturan hukum yang ada sangat bertentangan dengan nilai keadilan yang dirasakan
masyarakat, maka hukum tertulis menjadi sumber konflik. Bukan berarti dengan
serta merta harus dinyatakan bahwa pemikiran aliran positivisme adalah kurang
sesuai dengan kondisi. Penerapan pemikiran positivisme-legisme dalam penegakan
hukum di Indonesia nampaknya tidak memahami “norma hukum” sebagaimana yang
dimaksudkan oleh kaum pemikir aliran ini.<span class="apple-converted-space">
<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">E. Penutup <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Hukum dan keadilan adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Kasus Schapelle Leigh Corby merupakan gambaran nyata bahwasanya
dunia hukum di Indonesia masih jauh dari nilai-nilai keadilan. Sebagian besar
hukum yang berlaku di Indonesia masih menganut
aliran positivisme. Tujuan dari aliran ini ialah kepastian hukum, hukum
adalah yang terdapat didalam Undang-undang, sedangkan diluar itu bukanlah
hukum. Hukum harus ditegakkan tanpa melihat unsur-unsur sosiologis, etis maupun
politis. Sehingga Schapelle Leigh Corby yang diisukan akan ditukar dengan
terpidana warga negara indonesia di Australia bukan merupakan sebuah
alasan.Sedangkan di sisi lain, dengan adanya kasus Schapelle Leigh Corby ini,
hukum di Indonesia tidak lagi menggambarkan nilai-nilai keadilan ditengah-tengah
masyarakat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b>DAFTAR
PUSTAKA<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Hans Kelsen, Toeri Hukum Murni,
Nusamedia, <st1:city w:st="on">Bandung</st1:city>,
2008</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45pt; text-align: justify; text-indent: -45pt;">
Johnny Ibrahim, <i>Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif</i>, Bayumedia, <st1:city w:st="on">Surabaya</st1:city>, 2005</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45pt; text-align: justify; text-indent: -45pt;">
Muhammad Sidiq, <i>Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu Hukum</i>, Prandya
Paramita, <st1:city w:st="on">Jakarta</st1:city>,
2009</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 45pt; text-align: justify; text-indent: -45pt;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sabian
Usman, <i>Dasar-Dasar Sosiologi Hukum Makna Dialog Antara Hukum dan Masyarakat</i>,
Pustaka Pelajar, <st1:place w:st="on">Yogyakarta</st1:place>, 2009<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Soekanto, <i>Pokok-Pokok Sosiologi
Hukum</i>, <st1:city w:st="on">Jakarta</st1:city>,
1999</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45pt; text-align: justify; text-indent: -45pt;">
Soetandyo Wignjosobroto<i>, Hukum, Paradigma, metode dan Dinamika
Masalahnya</i>, Elsam & Huma, <st1:city w:st="on">Jakarta</st1:city>,
2002</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 45pt; text-align: justify; text-indent: -45pt;">
Satjipto Raharjo II, <i>Buku Materi Pokok Pengantar Ilmu Hukum Bagian IV</i>,
Karunika, <st1:city w:st="on">Jakarta</st1:city>,
1985</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
</div>
<div>
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 42.55pt; text-align: justify; text-indent: -42.55pt;">
<a href="file:///D:/rantawa.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""></a> <span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 10pt; line-height: 200%;">[1</span></span></span></span></div>
</div>
<div id="ftn5">
</div>
</div>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-69590658689148038602011-10-22T01:20:00.000-07:002011-10-22T01:20:12.467-07:00Perawan Tanpa Mahkota<div class="post-header"> </div><br />
<div style="line-height: 18pt; margin: 0in;"> <span lang="FI" style="color: cyan; font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">T<b style="color: red;">erbelai indah penuh pesona ...<o:p></o:p></b></span></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">sinar aura mu memancarkan cahaya ...<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">yang penuh dengan makna ...<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">membutakan mata setiap kali berjumpa ..<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">ada rasa,disetiap kali ada jarak diantara kita ...<o:p></o:p></span><br />
<span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;"><br />
</span></b> </div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">setiap kali engkau merendah ...<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">akan harga dirimu yang terluntah ...<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">mencoba berpaling disetiap kesucian itu singah ...<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">engkau tak dapat terima ... suatu cinta ...<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">dan kasih sayang yang nyata ...<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">seakan harga dirimu telah sirna ...<o:p></o:p></span><br />
<span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;"><br />
</span></b> </div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">pada jiwa dan hati nuranimu berkata ..<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">akankah engkau akan mendapatkan sahabat setia ..<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">yang dapat menemanimu sampai akhir masa ..<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">engkau mencari pangeran cinta ...<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">yang dapat menerimamu apa adanya ...<o:p></o:p></span><br />
<span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;"><br />
</span></b> </div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">tetapi dusta dan rahasia selalu kau bawa ..<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">disetiap kali engkau jauh ..<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">dipelupuk mata ....<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">kesedihan ...<o:p></o:p></span></b></div><div style="color: red; line-height: 18pt; margin: 0in;"> <b><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">penyesalan ....<o:p></o:p></span></b></div><b style="color: red;"><span lang="FI" style="font-family: Tahoma; font-size: 8.5pt;">itu suatu derita yang kau rasa ..</span></b>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-44615630528716694412011-10-05T04:21:00.000-07:002011-10-05T04:21:09.050-07:00<div style="text-align: justify;">Evolusi filsafat hukum, yang melekat dalam evolusi filsafat secara keseluruhan, berputar di sekitar problema tertentu yang muncul berulang -ulang. Di antara problema ini, yang paling sering menjadi diskursus adalah tentang persoalan keadilan dalam kaitannya dengan hukum. Hal ini dikarenakan hukum atau aturan perundangan harusnya adil, tapi nyatanya seringkali tidak. Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya.</div><div style="text-align: justify;">Orang dapat menganggap keadilan sebagai sebuah gagasan atau realitas absolut dan mengasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentangnya hanya bisa didapatkan secara parsial dan melalui upaya filosofis yang sangat sulit. Atau orang dapat menganggap keadilan sebagai hasil dari pandangan umum agama atau filsafat tentang dunia secara umum. Jika begitu, orang dapat mendefi nisikan keadilan dalam satu pengertian atau pengertian lain dari pandangan ini. Walhasil diskurusus tentang keadilan begitu panjang dalam lintasan </div><div style="text-align: justify;">sejarah filsafat hukum. Hal ini juga terjadi dalam filsafat hukum Islam dimana teori keadilan, atau sering juga disebut dengan teori maslahat, selalu menjadi topik yang tidak hentinya dikaji oleh para ahli filsafat hukum Islam (ushul fiqh), terutama pada saat membahas tentang persoalan maqashid tasyri’ atau carl Joachim Friedrich, Filsafat Huk um Perspek tif Historis, Bandung: Nuansa dan maqashid syari’ah.</div><div style="text-align: justify;">2</div><div style="text-align: justify;">Bahkan persoalan keadilan ini juga masuk dalam ranah </div><div style="text-align: justify;">teologi, terutama terkait dengan masalah keadilan ilahiyah dan tanggung jawab </div><div style="text-align: justify;">manusia yang memunculkan dua kelompok besar yaitu muktazilah dan </div><div style="text-align: justify;">asy’ariyah.</div><div style="text-align: justify;">Dalam makalah ini, Penulis akan menguraikan tentang persoalan </div><div style="text-align: justify;">keadilan ini dari perspektif filsafat hukum dan Islam. Dalam perspektif filsafat </div><div style="text-align: justify;">hukum, Penulis hanya akan mengurai teori keadilan Aristoteles dan John Rawl. </div><div style="text-align: justify;">Sedangkan dalam perpektif filsafat hukum Islam, Penulis akan mengurai teori </div><div style="text-align: justify;">keadilan ilahiyah Muktazilah dan Asyariyah, dan teori maqasyid syariah sebagai </div><div style="text-align: justify;">cita keadilan sosial hukum Islam. Harapan penulis tulisan ini bisa menjadi </div><div style="text-align: justify;">alternatif argumentasi hukum para hakim pengadilan agama dalam </div><div style="text-align: justify;">menegakkan nilai-nilai keadilan dalam memeriksa, memutus dan </div><div style="text-align: justify;">menyelesaikan perkara.</div><div style="text-align: justify;">2. Teori Keadilan dalam filsafat hukum</div><div style="text-align: justify;">Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap </div><div style="text-align: justify;">mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam </div><div style="text-align: justify;">mengutamakan “the search for justice”.</div><div style="text-align: justify;">3</div><div style="text-align: justify;">Terdapat macam-macam teori </div><div style="text-align: justify;">mengenai keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak </div><div style="text-align: justify;">dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara </div><div style="text-align: justify;">teori-teori itu dapat disebut: teori keadilan Aristoteles dalam bukunya </div><div style="text-align: justify;">nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunya a</div><div style="text-align: justify;">theory of justice.</div><div style="text-align: justify;">a. Teori keadilan Aristoteles</div><div style="text-align: justify;">Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan </div><div style="text-align: justify;">dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, </div><div style="text-align: justify;">dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">2</div><div style="text-align: justify;">Kemaslahatan dan keadilan menjadi inti dari hukum Islam. Ini diwujudkan dengan </div><div style="text-align: justify;">banyakny a ayat al-Quran yang berisi tentang kemaslahatan dan keadilan Diantaranaya, yaitu </div><div style="text-align: justify;">an-Nisaa’:58; an-Nisaa’:135; al-Maidah: 8; al-An’aam:90; dan asy-Syura:15.</div><div style="text-align: justify;">3</div><div style="text-align: justify;">Theo Huijbers, Filsafat Huk um dalam lintasan sejarah, cet VIII, Yogyakarta: </div><div style="text-align: justify;">kanisius, 1995 hal. 196.3</div><div style="text-align: justify;">yang, berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari </div><div style="text-align: justify;">filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya </div><div style="text-align: justify;">dengan keadilan”.</div><div style="text-align: justify;">4</div><div style="text-align: justify;">Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan </div><div style="text-align: justify;">mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat </div><div style="text-align: justify;">pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. </div><div style="text-align: justify;">Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah </div><div style="text-align: justify;">yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan </div><div style="text-align: justify;">ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. </div><div style="text-align: justify;">Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai </div><div style="text-align: justify;">dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini </div><div style="text-align: justify;">Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan.</div><div style="text-align: justify;">Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan </div><div style="text-align: justify;">distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, </div><div style="text-align: justify;">yang kedua dalam hukum perdata dan pidana. Kedailan distributif dan korektif </div><div style="text-align: justify;">sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya </div><div style="text-align: justify;">bisa dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang </div><div style="text-align: justify;">penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang </div><div style="text-align: justify;">sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa </div><div style="text-align: justify;">ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, </div><div style="text-align: justify;">dikoreksi dan dihilangkan.</div><div style="text-align: justify;">Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, </div><div style="text-align: justify;">kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam </div><div style="text-align: justify;">masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah </div><div style="text-align: justify;">bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang </div><div style="text-align: justify;">berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang </div><div style="text-align: justify;">adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya, yakni </div><div style="text-align: justify;">nilainya bagi masyarakat.</div><div style="text-align: justify;">5</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">4</div><div style="text-align: justify;">Carl Joachim Friedrich, Filsafat Huk um ...., hal 24.</div><div style="text-align: justify;">5</div><div style="text-align: justify;">Ibid, hal 25. 4</div><div style="text-align: justify;">Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang </div><div style="text-align: justify;">salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka </div><div style="text-align: justify;">keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak </div><div style="text-align: justify;">yang dirugikan; jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang </div><div style="text-align: justify;">sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan </div><div style="text-align: justify;">akan mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah </div><div style="text-align: justify;">terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan tersebut.</div><div style="text-align: justify;">Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilan </div><div style="text-align: justify;">sedangkan keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah.</div><div style="text-align: justify;">6</div><div style="text-align: justify;">Dalam membangun argumennya, Aristoteles menekankan perlunya </div><div style="text-align: justify;">dilakukan pembedaan antara vonis yang mendasarkan keadilan pada sifat </div><div style="text-align: justify;">kasus dan yang didasarkan pada watak manusia yang umum dan lazim, </div><div style="text-align: justify;">dengan vonis yang berlandaskan pandangan tertentu dari komunitas hukum </div><div style="text-align: justify;">tertentu. Pembedaan ini jangan dicampuradukkan dengan pembedaan antara </div><div style="text-align: justify;">hukum positif yang ditetapkan dalam undang -undang dan hukum adat. Karena, </div><div style="text-align: justify;">berdasarkan pembedaan Aristoteles, dua penilaian yang terakhir itu dapat </div><div style="text-align: justify;">menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas tertentu, </div><div style="text-align: justify;">sedangkan keputusan serupa yang lain, kendati diwujudkan dalam bentuk </div><div style="text-align: justify;">perundang-undangan, tetap merupakan hukum alamjika bisa didapatkan dari </div><div style="text-align: justify;">fitrah umum manusia.</div><div style="text-align: justify;">7</div><div style="text-align: justify;">b. Keadilan sosial ala John Rawls</div><div style="text-align: justify;">John Rawls dalam bukunya a theory of justice menjelaskan teori </div><div style="text-align: justify;">keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality </div><div style="text-align: justify;">of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan </div><div style="text-align: justify;">ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi </div><div style="text-align: justify;">mereka yang paling kurang beruntung. </div><div style="text-align: justify;">Istilah perbedaan sosil-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju </div><div style="text-align: justify;">pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">6</div><div style="text-align: justify;">Ibid</div><div style="text-align: justify;">7</div><div style="text-align: justify;">Ibid, hal. 26-27.5</div><div style="text-align: justify;">kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair </div><div style="text-align: justify;">equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang </div><div style="text-align: justify;">mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan </div><div style="text-align: justify;">otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus.</div><div style="text-align: justify;">Rawls mengerjakan teori mengenai prinsip-prinsip keadilan terutama </div><div style="text-align: justify;">sebagai alternatif bagi teori utilitarisme sebagaimana dikemukakan Hume, </div><div style="text-align: justify;">Bentham dan Mill. Rawls berpendapat bahwa dalam masyarakat yang diatur </div><div style="text-align: justify;">menurut prinsip-prinsip utilitarisme, orang-orang akan kehilangan harga diri, lagi </div><div style="text-align: justify;">pula bahwa pelayanan demi perkembangan bersama akan lenyap. Rawls juga </div><div style="text-align: justify;">berpendapat bahwa sebenarnya teori ini lebih keras dari apa yang dianggap </div><div style="text-align: justify;">normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan demi </div><div style="text-align: justify;">kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan ini </div><div style="text-align: justify;">pertama-tama diminta dari orang-orang yang sudah kurang beruntung dalam </div><div style="text-align: justify;">masyarakat.</div><div style="text-align: justify;">Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang </div><div style="text-align: justify;">sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang </div><div style="text-align: justify;">paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi </div><div style="text-align: justify;">ketidaksamaan menjamin maximum minimorum bagi golongan orang yang </div><div style="text-align: justify;">paling lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga </div><div style="text-align: justify;">dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan </div><div style="text-align: justify;">orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang </div><div style="text-align: justify;">terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan </div><div style="text-align: justify;">peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua </div><div style="text-align: justify;">perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lain </div><div style="text-align: justify;">yang bersifat primordial, harus ditolak.</div><div style="text-align: justify;">Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa maka program </div><div style="text-align: justify;">penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua </div><div style="text-align: justify;">prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas </div><div style="text-align: justify;">kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap </div><div style="text-align: justify;">orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang </div><div style="text-align: justify;">terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik 6</div><div style="text-align: justify;">(reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok </div><div style="text-align: justify;">beruntung maupun tidak beruntung. </div><div style="text-align: justify;">8</div><div style="text-align: justify;">Dengan demikian, prisip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar </div><div style="text-align: justify;">masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal </div><div style="text-align: justify;">utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan </div><div style="text-align: justify;">orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus </div><div style="text-align: justify;">diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan </div><div style="text-align: justify;">terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah denga n menghadirkan </div><div style="text-align: justify;">institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, </div><div style="text-align: justify;">setiap aturan harus memosisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan </div><div style="text-align: justify;">kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.</div><div style="text-align: justify;">3. Teori keadilan dalam filsafat hukum Islam</div><div style="text-align: justify;">a. Keadilan ilahiyah: dialektika muktazilah dan asy’ariah</div><div style="text-align: justify;">Gagasan Islam tentang keadilan dimulai dari diskursus tentang </div><div style="text-align: justify;">keadilan ilahiyah, apakah rasio manusia dapat mengetahui baik dan buruk </div><div style="text-align: justify;">untuk menegakkan keadilan dimuka bumi tanpa bergantung pada wahyu atau </div><div style="text-align: justify;">sebaliknya manusia itu hanya dapat mengetahui baik dan buruk melalui wahyu </div><div style="text-align: justify;">(Allah). </div><div style="text-align: justify;">Pada optik inilah perbedaan-perbedaan teologis di kalangan </div><div style="text-align: justify;">cendekiawan Islam muncul. Perbedaan-perbedaan tersebut berakar pada dua </div><div style="text-align: justify;">konsepsi yang bertentangan mengenai tanggung jawab manusia untuk </div><div style="text-align: justify;">menegakkan keadilan ilahiah, dan perdebatan tentang hal itu melahirkan dua </div><div style="text-align: justify;">mazhab utama teologi dialektika Islam yaitu: mu`tazilah dan asy`ariyah.</div><div style="text-align: justify;">Tesis dasar Mu`tazilah adalah bahwa manusia, sebagai yang bebas, </div><div style="text-align: justify;">bertanggung jawab di hadapan Allah yang adil. Selanjutnya, baik dan buruk </div><div style="text-align: justify;">merupakan kategori-kategori rasional yang dapat diketahui melalui nalar –</div><div style="text-align: justify;">yaitu, tak bergantung pada wahyu. Allah telah menciptakan akal manusia </div><div style="text-align: justify;">sedemikian rupa sehingga mampu melihat yang baik dan buruk secara obyektif. </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">8</div><div style="text-align: justify;">John Rawls, A Theory of Justice, London: Ox ford University press, 1973, y ang </div><div style="text-align: justify;">sudah diterjemahkan dalam bahasa indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori </div><div style="text-align: justify;">Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.7</div><div style="text-align: justify;">Ini merupakan akibat wajar dari tesis pokok mereka bahwa keadilan Allah </div><div style="text-align: justify;">tergantung pada pengetahuan obyektif tentang baik dan buruk, sebagaimana </div><div style="text-align: justify;">ditetapkan oleh nalar, apakah sang Pembuat hukum menyatakannya atau tidak. </div><div style="text-align: justify;">Dengan kata lain, kaum Mu`tazilah menyatakan kemujaraban nalar naluri </div><div style="text-align: justify;">sebagai sumber pengetahuan etika dan spiritual, dengan demikian </div><div style="text-align: justify;">menegakkan bentuk obyektivisme rasionalis.</div><div style="text-align: justify;">9</div><div style="text-align: justify;">Pendirian Mu`tazilah tentu mendapat tentangan. Kaum Asy`ariah </div><div style="text-align: justify;">menolak gagasan akal manusia sebagai sumber otonomi pengetahuan etika. </div><div style="text-align: justify;">Mereka mengatakan bahwa baik dan buruk itu adalah sebagaimana Allah </div><div style="text-align: justify;">tentukan, dan adalah angkuh untuk menilai Allah berdasarkan kategori -kategori </div><div style="text-align: justify;">yang diberikan-Nya untuk mengarahkan kehidupan manusia. Bagi kaum </div><div style="text-align: justify;">Mu`tazilah tidak ada cara, dalam batas-batas logika biasa, untuk menerangkan </div><div style="text-align: justify;">hubungan kekuasaan Allah dengan tindakan manusia. Lebih realistis untuk </div><div style="text-align: justify;">mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan hasil kehendakNya, tanpa penjelasan atau pembenaran. Namun, penting untuk membedakan </div><div style="text-align: justify;">antara tindakan manusia yang bertanggung jawab dan gerakan–gerakan yang </div><div style="text-align: justify;">dinisbahkan kepada hukum-hukum alam. Tanggung jawab manusia bukan </div><div style="text-align: justify;">merupakan hasil pemilihan bebas, suatu fungsi yang, menurut Mu`tazilah, </div><div style="text-align: justify;">menentukan cara bertindak yang dihasilkan. Namun hanya Allah semata-mata </div><div style="text-align: justify;">yang menciptakan segala tindakan secara langsung. Tetapi, dalam beberapa </div><div style="text-align: justify;">tindakan, suatu kualitas tindakan sukarela digantikan kehendak Allah, yang </div><div style="text-align: justify;">menjadikan seseorang sebagai wakil sukarela dan bertanggung jawab.</div><div style="text-align: justify;">Karenanya, tanggung jawab manusia merupakan hasil kehendak ilahiah yang </div><div style="text-align: justify;">diketahui melalui bimbingan wahyu. Kalau tidak, nilai -nilai tidak memiliki dasar </div><div style="text-align: justify;">selain kehendak Allah yang mengenai nilai-nilai itu.</div><div style="text-align: justify;">10</div><div style="text-align: justify;">Konsepsi Asy`ariah tentang pengetahuan etika ini dikenal sebagai </div><div style="text-align: justify;">subyektivisme teistis, yang berarti bahwa semua nilai etika tergantung pada </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">9</div><div style="text-align: justify;">Mumtaz Ahmad (ed), Masalah-Masalah Teori politik Islam, Bandung: Mizan, 1994, </div><div style="text-align: justify;">hal. 154-155.</div><div style="text-align: justify;">10</div><div style="text-align: justify;">Ibid, hal. 1568</div><div style="text-align: justify;">ketetapan-ketetapan kehendak Allah yang diungkapkan dalam bentuk wahyu </div><div style="text-align: justify;">yang kekal dan tak berubah.</div><div style="text-align: justify;">Kedua pendirian teologis tersebut berdasarkan pada penafsiran ayatayat Al-Quran, yang mempunyai pandangan kompleks tentang peranan </div><div style="text-align: justify;">tanggung jawab manusia dalam mewujudkan kehendah ilahiah di muka bumi.</div><div style="text-align: justify;">Di satu pihak, al-Quran berisikan ayat-ayat yang mendukung penekanan </div><div style="text-align: justify;">Mu`tzilah pada tanggung jawab penuh manusia dalam menjawab panggilan </div><div style="text-align: justify;">bimbingan alamiah maupun wahyu. Di lain pihak, juga memiliki ayat -ayat yang </div><div style="text-align: justify;">dapat mendukung pandangan Asy`ariah tentang kemahakuasaan Allah yang </div><div style="text-align: justify;">tak memberi manusia peranan dalam menjawab bimbingan ilahiah. Betapapun, </div><div style="text-align: justify;">Al-Quran mempertimbangkan keputusan dan kemahakuasaan ilahiah dalam </div><div style="text-align: justify;">masalah bimbingan.</div><div style="text-align: justify;">Sesungguhnya, konsep bimbingan natural atau universal mempunyai </div><div style="text-align: justify;">implikasi-implikasi yang lebih luas daripada mempertunjukkan eksistensi </div><div style="text-align: justify;">kapasitas kemauan dalam jiwa manusia</div><div style="text-align: justify;">11</div><div style="text-align: justify;">, dan membuktikan tanggung jawab </div><div style="text-align: justify;">manusia dalam mengembangkan pengertian tajam persepsi moral dan spiritual </div><div style="text-align: justify;">serta motivasi, yang akan membawa kepada penegakan keadilan di muka </div><div style="text-align: justify;">bumi. Nampak bahwa Al-Quran menganggap manusia seluruhnya sebagai satu </div><div style="text-align: justify;">bangsa berhubung dengan bimbingan unuversal sebelum bimbingan khusus </div><div style="text-align: justify;">melalui para Nabi diturunkan, dan dengan demikian menganggap mereka </div><div style="text-align: justify;">semua secara bersama-sama bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan:</div><div style="text-align: justify;">“Manusia adalah umat yang satu; maka Allah mengutus para Nabi, </div><div style="text-align: justify;">sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Ia menurunkan </div><div style="text-align: justify;">bersama mereka Kitab denga benar, untuk memberi keputusan di antara </div><div style="text-align: justify;">manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.”</div><div style="text-align: justify;">12</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan bimbingan universal, maka dapat dibicarakan tentang </div><div style="text-align: justify;">dasar-dasar natural-moral tingkah laku manusia di dalam Al-Quran. Ayat-ayat </div><div style="text-align: justify;">tersebut menunjuk kepada watak moral yang universal dan obyektif yang </div><div style="text-align: justify;">membuat semua manusia diperlakukan secara sama dan sama-sama </div><div style="text-align: justify;">bertanggung jawab kepada Allah. Dengan kata lain, perintah-perintah moral </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">11</div><div style="text-align: justify;">Asy-Syam: 7</div><div style="text-align: justify;">12</div><div style="text-align: justify;">Al-Baqarah: 2139</div><div style="text-align: justify;">tertentu jelaslah didasarkan pada watak umum manusia dan dianggap sebagai </div><div style="text-align: justify;">terlepas dari keyakinan-keyakinan spiritual tertentu, meskipun semua </div><div style="text-align: justify;">bimbingan praktis pada akhirnya berasal dari sumber yang sama, yaitu, dari </div><div style="text-align: justify;">Allah.</div><div style="text-align: justify;">Karena itu, penting untuk menekankan dalam konteks al-Quran, bahwa </div><div style="text-align: justify;">gagasan keadilan teistis menjadi relevan dengan mapannya tatanan sosial, </div><div style="text-align: justify;">karena secara logis membangkitkan keadilan obyektif universal yang mendarah </div><div style="text-align: justify;">daging dalam jiwa manusia. Dalam satu ayat yang sangat penting artinya, AlQuran mengakui watak obyektif dan universalitas keadilan yang disamakan </div><div style="text-align: justify;">dengan perbuatan-perbuatan baik (kebajikan-kebajikan moral), yang mengatasi </div><div style="text-align: justify;">masyarakat-masyrakat agama yang berlainan dan memperingatkan umat </div><div style="text-align: justify;">manusia untuk “tampil dengan perbuatan-perbuatan baik”:</div><div style="text-align: justify;">“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu (umat religius) Kami berikan </div><div style="text-align: justify;">aturan dan jalan (tingkah laku). Apabila Allah menghendaki, niscaya kamu </div><div style="text-align: justify;">dijadikan-Nya satu umat (berdasarkan pada aturan dan jalan itu), tetapi, (ia </div><div style="text-align: justify;">tidak melakukan demikian). Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu. Oleh karena itu, berlomba-lombalah (yaitu, bersaing satu </div><div style="text-align: justify;">samalain) dalam berbuat baik. Karena Allah-lah kamu semua akan kembali, lalu </div><div style="text-align: justify;">Ia akan memberitahukan kepadamu (kebenaran) mengenai apa yang kamu </div><div style="text-align: justify;">perselisihkan itu.”</div><div style="text-align: justify;">13</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;">Terhadap suatu asumsi yang jelas dalam ayat ini bahwa semua umat </div><div style="text-align: justify;">manusia harus berusaha keras menegakkan suatu skala keadilan tertentu, </div><div style="text-align: justify;">yang diakui secara obyektif, tak soal denga n perbedaan keyakinan-keyakinan </div><div style="text-align: justify;">religius. Cukup menarik, manusia yang idael disebutkan sebagai </div><div style="text-align: justify;">menggabungkan kebajikan moral tersebut dengan kepasrahan religius yang </div><div style="text-align: justify;">sempurna. Bahkan, “barangsiapa menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia </div><div style="text-align: justify;">berbuat baik, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya, dan tidak ada </div><div style="text-align: justify;">kekhawatiran bagi mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati ”.</div><div style="text-align: justify;">14</div><div style="text-align: justify;">Jelaslah, disini kita mempunyai dasar yang jelas untuk membedakan </div><div style="text-align: justify;">antara keadilan obyektif dan teistis, dimana keadilan obyektif diperkuat lagi </div><div style="text-align: justify;">oleh tindakan-religius kepatuhan kepada Allah. Dalam bidang keadilan obyektif </div><div style="text-align: justify;">universal, manusia di perlakukan secara sama dan memikul tanggung jawab </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">13</div><div style="text-align: justify;">Al-maidah: 48</div><div style="text-align: justify;">14</div><div style="text-align: justify;">Al-Baqoroh: 11210</div><div style="text-align: justify;">yang sama untuk menjawab bimbingan universal. Lagi pula, tanggung jawab </div><div style="text-align: justify;">moral asasiah semua manusia pada tingkat bimbingan universal inilah yang </div><div style="text-align: justify;">membuatnya masuk akal untuk mengatakan bahwa Al-Quran menunjukkan </div><div style="text-align: justify;">sesuatu yang sama dengan pemikiran barat tentang hukum natural, yang </div><div style="text-align: justify;">merupakan sumber keadilan positif dalam masyarakat yang berdasarkan </div><div style="text-align: justify;">persetujuan yang tak di ucapkan atau oleh tindakan resmi. Karena Al -Quran </div><div style="text-align: justify;">mengakui keadilan teitis dan obyektif, maka mungkin untuk mengistilahkannya </div><div style="text-align: justify;">keadilan natural dalam arti yang dipakai oleh Aristoteles – yaitu, suatu produk </div><div style="text-align: justify;">dari kekuatan natural bukan dari kekuatan sosial.</div><div style="text-align: justify;">Mengakui Aristoteles, para sarjana seringkali menyamakan keadilan </div><div style="text-align: justify;">Ilahiah dengan keadilan natural, tetapi, tidak seperti pakar-pakar hukum natural </div><div style="text-align: justify;">yang memperhatikan hubungan keadilan dengan masyarakat, faqih-faqih </div><div style="text-align: justify;">memusatkan usaha mereka pada konsep keadilan dalam kaitannya dengan </div><div style="text-align: justify;">kehendak Tuhan dan menghubungkannya dengan nasib manusia. Alim-alim </div><div style="text-align: justify;">tersebut berpendapat bahwa keadilan Ilahiah merupakan tujuan akhir dari </div><div style="text-align: justify;">wahyu islam, yang diungkapkan dalam bentuk awalnya dalam hukum-hukum </div><div style="text-align: justify;">islam yang suci (syari`ah).</div><div style="text-align: justify;">15</div><div style="text-align: justify;">b. Maqashid syariah: cita keadilan sosial hukum Islam</div><div style="text-align: justify;">Salah satu konsep penting dan fundamental yang menjadi pokok </div><div style="text-align: justify;">bahasan dalam filasafat hukum Islam adalah konsep maqasid at-tasyri' atau </div><div style="text-align: justify;">maqasid al-syariah yang menegaskan bahwa hukum Islam disyari'atkan untuk </div><div style="text-align: justify;">mewujudkan dan memelihara maslahat umat manusia. Konsep ini telah diakui </div><div style="text-align: justify;">oleh para ulama dan oleh karena itu mereka memformulasikan suatu kaidah </div><div style="text-align: justify;">yang cukup populer,"Di mana ada maslahat, di sana terdapat hukum Allah."</div><div style="text-align: justify;">16</div><div style="text-align: justify;">Teori maslahat di sini menurut Masdar F. Masudi sama dengan teori keadilan </div><div style="text-align: justify;">sosial dalam istilah filsafat hukum.</div><div style="text-align: justify;">17</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">15</div><div style="text-align: justify;">Mumtaz Ahmad (ed), Mas alah-Masalah..., hal. 157-162.</div><div style="text-align: justify;">16</div><div style="text-align: justify;">Muhammad Sa'id Ramdan al -Buti, Dawabit al-Maslahah fi as -Syariah al -Islamiyah, </div><div style="text-align: justify;">(Beirut: Mu'assasah ar-Risalah,1977), hlm.12.</div><div style="text-align: justify;">17</div><div style="text-align: justify;">Masdar F. Mas'udi, "Meletakkan Kembali Maslahat Sebagai Acuan Syari'ah" Jurnal </div><div style="text-align: justify;">Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur'an No.3, Vol. VI Th. 1995. hlm. 97.11</div><div style="text-align: justify;">Adapun inti dari konsep maqasid al-syariah adalah untuk mewujudkan </div><div style="text-align: justify;">kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan atau menarik manfaat dan </div><div style="text-align: justify;">menolak mudarat, istilah yang sepadan dengan inti dari maqasid al-syari'ah</div><div style="text-align: justify;">tersebut adalah maslahat, karena penetapan hukum dalam Islam harus </div><div style="text-align: justify;">bermuara kepada maslahat. Untuk memahami hakikat dan peranan maqasid </div><div style="text-align: justify;">al-syari'ah, berikut akan diuraikan secara ringkas teori tersebut.</div><div style="text-align: justify;">Imam al-Haramain al-Juwaini dapat dikatakan sebagai ahli teori (ulama </div><div style="text-align: justify;">usul al-fiqh) pertama yang menekankan pentingnya memahami maqasid </div><div style="text-align: justify;">al-syari'ah dalam menetapkan hukum Islam. Ia secara tegas mengatakan </div><div style="text-align: justify;">bahwa seseorang tidak dapat dikatakan mampu menetapkan hukum dalam </div><div style="text-align: justify;">Islam, sebelum ia memahami benar tujuan Allah mengeluarkan perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya.</div><div style="text-align: justify;">18</div><div style="text-align: justify;">Kemudian al-Juwaini mengelaborasi lebih jauh maqasid al-syari'ah itu </div><div style="text-align: justify;">dalam hubungannya dengan illat dan dibedakan menjadi lima bagian, yaitu: </div><div style="text-align: justify;">yang masuk kategori daruriyat (primer), al-hajat al-ammah (sekunder), </div><div style="text-align: justify;">makramat (tersier), sesuatu yang tidak masuk kelompok daruriyat dan hajiyat, </div><div style="text-align: justify;">dan sesuatu yang tidak termasuk ketiga kelompok sebelumnya.19 Dengan </div><div style="text-align: justify;">demikian pada prinsipnya al-Juwaini membagi tujuan tasyri' itu menjadi tiga </div><div style="text-align: justify;">macam, yaitu daruriyat, hajiyat dan makramat (tahsiniyah).</div><div style="text-align: justify;">Pemikiran al-Juwaini tersebut dikembangkan oleh muridnya, al-Gazali. </div><div style="text-align: justify;">Al-Gazali menjelaskan maksud syari'at dalam kaitannya dengan pembahasan </div><div style="text-align: justify;">tema istislah.20 Maslahat menurut al-Gazali adalah memelihara agama, jiwa, </div><div style="text-align: justify;">akal, keturunan dan harta.21 Kelima macam maslahat di atas bagi al-Gazali </div><div style="text-align: justify;">berada pada skala prioritas dan urutan yang berbeda jika dilihat dari sisi </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">18</div><div style="text-align: justify;">Abd al-Malik ibn Yusuf Abu al-Ma'ali al-Juwaini, Al-Burhan fi Usul al-Fiqh (Kairo: Dar </div><div style="text-align: justify;">al-Ansar,1400 H),I:295.</div><div style="text-align: justify;">19</div><div style="text-align: justify;">Ibid, II: 923-930.</div><div style="text-align: justify;">20Al-Gazali, al -Mustasfa min Ilm al -Usul (Kairo: al -Amiriyah, 1412), hlm.250 dan </div><div style="text-align: justify;">seterusnya.</div><div style="text-align: justify;">21</div><div style="text-align: justify;">Ibid hlm.251.12</div><div style="text-align: justify;">tujuannya, yaitu peringkat primer, sekunder dan tersier.22 Dari keterangan ini </div><div style="text-align: justify;">jelaslah bahwa teori maqasid al-syari'ah sudah mulai tampak bentuknya.</div><div style="text-align: justify;">Pemikir dan ahli teori hukum Islam berikutnya yang secara khusus </div><div style="text-align: justify;">membahas maqasid al-syari'ah adalah Izzuddin ibn Abd al-Salam dari kalangan </div><div style="text-align: justify;">Syafi'iyah. Ia lebih banyak menekankan dan mengelaborasi konsep maslahat </div><div style="text-align: justify;">secara hakiki dalam bentuk menolak mafsadat dan menarik manfaat.23 Menurutnya, maslahat keduniaan tidak dapat dilepaskan dari tiga tingkat urutan skala</div><div style="text-align: justify;">prioritas, yaitu: daruriyat, hajiyat, dan takmilat atau tatimmat.24 Lebih jauh lagi </div><div style="text-align: justify;">ia menjelaskan, bahwa taklif harus bermuara pada terwujudnya maslahat </div><div style="text-align: justify;">manusia, baik di dunia maupun di akhirat.25</div><div style="text-align: justify;">Pembahasan tentang maqasid al-syari'ah secara khusus, sistematis </div><div style="text-align: justify;">dan jelas dilakukan oleh al-Syatibi dari kalangan Malikiyah. Dalam kitabnya </div><div style="text-align: justify;">al-Muwafaqat yang sangat terkenal itu, ia menghabiskan lebih kurang sepertiga </div><div style="text-align: justify;">pembahasannya mengenai maqasid al-syari'ah. Sudah tentu, pembahasan tentang maslahat pun menjadi bagian yang sangat penting dalam tulisannya. Ia </div><div style="text-align: justify;">secara tegas mengatakan bahwa tujuan utama Allah menetapkan </div><div style="text-align: justify;">hukum-hukum-Nya adalah untuk terwujudnya maslahat hidup manusia, baik di </div><div style="text-align: justify;">dunia maupun di akhirat. Karena itu, taklif dalam bidang hukum harus </div><div style="text-align: justify;">mengarah pada dan merealisasikan terwujudnya tujuan hukum tersebut.26</div><div style="text-align: justify;">Seperti halnya ulama sebelumnya, ia juga membagi urutan dan skala prioritas </div><div style="text-align: justify;">maslahat menjadi tiga urutan peringkat, yaitu daruriyat, hajiyat, dan </div><div style="text-align: justify;">tahsiniyat.27 Yang dimaksud maslahat menurutnya seperti halnya konsep </div><div style="text-align: justify;">al-Gazali, yaitu memelihara lima hal pokok, yaitu: agama, jiwa, akal, ketur unan </div><div style="text-align: justify;">dan harta.28</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">22</div><div style="text-align: justify;">Ibid.</div><div style="text-align: justify;">23</div><div style="text-align: justify;">Izzuddin ibn Abd al-Salam, Qawaid al -Ahk am fi Masalih al -Anam (Kairo: al -Istiqamat, </div><div style="text-align: justify;">t.t),I:9.</div><div style="text-align: justify;">24</div><div style="text-align: justify;">Ibid.II:60 dan 62.</div><div style="text-align: justify;">25</div><div style="text-align: justify;">Ibid.</div><div style="text-align: justify;">26Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Syari'ah (Kairo: Mustafa Muhammad, t.t,) II:4.</div><div style="text-align: justify;">27</div><div style="text-align: justify;">Ibid.</div><div style="text-align: justify;">28</div><div style="text-align: justify;">Ibid, II:5.13</div><div style="text-align: justify;">Konsep maqasid al-syari'ah atau maslahat yang dikembangkan oleh </div><div style="text-align: justify;">al-Syatibi di atas sebenarnya telah melampaui pembahasan ulama abad-abad</div><div style="text-align: justify;">sebelumnya. Konsep maslahat al-Syatibi tersebut melingkupi seluruh bagian </div><div style="text-align: justify;">syari'ah dan bukan hanya aspek yang tidak diatur oleh nas. Sesuai dengan </div><div style="text-align: justify;">pernyataan al-Gazali, al-Syatibi merangkum bahwa tujuan Allah menurunkan </div><div style="text-align: justify;">syari'ah adalah untuk mewujudkan maslahat. Meskipun begitu, pemikiran </div><div style="text-align: justify;">maslahat al-Syatibi ini tidak seberani gagasan at-Tufi.29</div><div style="text-align: justify;">Pandangan at-Tufi mewakili pandangan yang radikal dan liberal </div><div style="text-align: justify;">tentang maslahat.30 At-Tufi berpendapat bahwa prinsip maslahat dapat </div><div style="text-align: justify;">membatasi (takhsis) Alquran, sunnah dan ijma' jika penerapan nas Alquran, </div><div style="text-align: justify;">sunnah dan ijma' itu akan menyusahkan manusia.31 Akan tetapi, ruang lingkup </div><div style="text-align: justify;">dan bidang berlakunya maslahat at-Tufi tersebut adalah mu'amalah.32</div><div style="text-align: justify;">Sejak awal syari'ah Islam sebenarnya tidak memiliki tujuan lain kecuali </div><div style="text-align: justify;">kemaslahatan manusia. Ungkapan standar bahwa syari'ah Islam dicanangkan </div><div style="text-align: justify;">demi kebahagiaan manusia, lahir-batin; duniawi-ukhrawi, sepenuhnya </div><div style="text-align: justify;">mencerminkan maslahat. Akan tetapi keterikatan yang berlebihan terhadap nas, </div><div style="text-align: justify;">seperti dipromosikan oleh faham ortodoksi, telah membuat prinsip maslahat </div><div style="text-align: justify;">hanya sebagai jargon kosong, dan syari'ah-yang pada mulanya adalah </div><div style="text-align: justify;">jalan-telah menjadi jalan bagi dirinya sendiri.</div><div style="text-align: justify;">33</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Hukum haruslah didasarkan pada sesuatu yang harus tidak disebut </div><div style="text-align: justify;">hukum, tetapi lebih mendasar dari hukum. Yaitu sebuah sistem nilai yang </div><div style="text-align: justify;">dengan sadar dianut sebagai keyakinan yang harus diperjuangkan: maslahat, </div><div style="text-align: justify;">keadilan. Proses pendasaran hukum atas hukum hanya bisa dimengerti dalam </div><div style="text-align: justify;">konteks formal, misalnya melalui cara qiyas. Akan tetapi, seperti diketahui,</div><div style="text-align: justify;">qiyas haruslah dengan illat, sesuatu yang lebih merupakan patokan hukum, </div><div style="text-align: justify;">bukan hukum itu sendiri. Akan tetapi itulah struktur pemikiran hukum Islam </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">29Nur A. Fadhil Lubis, Huk um Islam dalam Kerangk a Teori Fik ih dan Tata Huk um </div><div style="text-align: justify;">Indonesia (Medan :Pustaka Widyasarana,1995),hlm.34-35.</div><div style="text-align: justify;">30</div><div style="text-align: justify;">Ibid.</div><div style="text-align: justify;">31Najmuddin at-Tufi, Syarh al-Hadis Arba'in an-Nawaiyah dalam Mustafa Zaid. 1954. </div><div style="text-align: justify;">al-Maslahat fi at-Tas yri'i al-Islami wa Najmuddin at-Tufi, Mesir: Dar al-Fikr al -Arabi, hlm.46.</div><div style="text-align: justify;">32</div><div style="text-align: justify;">Ibid, hlm.48.</div><div style="text-align: justify;">33</div><div style="text-align: justify;">Masdar F. Mas'udi, "Meletakkan Kembali Maslahat ....", hlm. 94.14</div><div style="text-align: justify;">selama ini. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila dunia pemikiran hukum </div><div style="text-align: justify;">Islam ditandai oleh ciri dan watak yang sangat patut dipertanyakan.</div><div style="text-align: justify;">34</div><div style="text-align: justify;">Tidak </div><div style="text-align: justify;">mengherankan apabila wajah fiqh selama ini tampak menjadi dingin, suatu </div><div style="text-align: justify;">wajah fiqh yang secara keseluruhan kurang menunjukkan pemihakan </div><div style="text-align: justify;">(engagement) terhadap kepentingan masyarakat manusia.</div><div style="text-align: justify;">35</div><div style="text-align: justify;">Dengan demikian, jelas bahwa yang fundamental dari bangunan </div><div style="text-align: justify;">pemikiran hukum Islam adalah maslahat, maslahat manusia universal, ataudalam ungkapan yang lebih operasional- "keadilan sosial". Tawaran teoritik </div><div style="text-align: justify;">(ijtihadi) apa pun dan bagaimana pun, baik didukung dengan nas atau pun </div><div style="text-align: justify;">tidak, yang bisa menjamin terwujudnya maslahat kemanusiaan, dalam </div><div style="text-align: justify;">kacamata Islam adalah sah, dan umat Islam terikat untuk mengambilnya dan </div><div style="text-align: justify;">merealisasikannya. Sebaliknya, tawaran teoritik apa pun dan yang bagaimana </div><div style="text-align: justify;">pun, yang secara meyakinkan tidak mendukung terjaminnya maslahat, lebih </div><div style="text-align: justify;">lebih yang membuka kemungkinan terjadinya kemudaratan, dalam kacamata </div><div style="text-align: justify;">Islam, adalah fasid, dan umat Islam secara orang perorang atau bersama -sama </div><div style="text-align: justify;">terikat untuk mencegahnya.</div><div style="text-align: justify;">36</div><div style="text-align: justify;">Dengan paradigma di atas, kaidah yang selama </div><div style="text-align: justify;">ini dipegang oleh dunia fiqh yang berbunyi: Apabila suatu hadis teks ajaran </div><div style="text-align: justify;">telah dibuktikan kesahihannya, itulah mazhabku, secara meyakinkan perlu </div><div style="text-align: justify;">ditinjau kembali. Kaidah inilah yang secara sistematis telah menggerakkan </div><div style="text-align: justify;">dunia pemikiran, khususnya pemikiran hukum, dalam Islam lebih </div><div style="text-align: justify;">mengutamakan bunyi harfiyah nas daripada kandungan substansialnya. Atau, </div><div style="text-align: justify;">dalam dunia pemikiran fiqh, lebih mengutama kan - atau bahkan hanya </div><div style="text-align: justify;">memperhatikan- bunyi ketentuan legal-formal, daripada tuntutan maslahat </div><div style="text-align: justify;">(keadilan), yang notabene merupakan jiwanya. Sebagai gantinya, kita perlu </div><div style="text-align: justify;">menegakkan kaidah yang berbunyi: jika tuntutan maslahat, keadilan, telah </div><div style="text-align: justify;">menjadi sah- melalui kesepakatan dalam musyawarah- itulah mazhabku.</div><div style="text-align: justify;">37</div><div style="text-align: justify;">Dengan tawaran kaidah yang lebih menekankan pada sub stansi, yaitu </div><div style="text-align: justify;">maslahat-keadilan, bukan berarti segi formal dan tekstual dari ketentuan hukum </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">34</div><div style="text-align: justify;">Ibid, hlm.94-95.</div><div style="text-align: justify;">35</div><div style="text-align: justify;">Ibid, hlm.96.</div><div style="text-align: justify;">36</div><div style="text-align: justify;">Ibid, hlm.97.</div><div style="text-align: justify;">37</div><div style="text-align: justify;">Ibid.15</div><div style="text-align: justify;">harus diabaikan. Ketentuan legal-formal-tekstual yang sah, bagaimana pun, </div><div style="text-align: justify;">harus menjadi acuan tingkah laku manusia dalam kehidupan bersama, kalau </div><div style="text-align: justify;">tidak ingin menjadi anarki. Akan tetapi, pada saat yang sama, haruslah disadari </div><div style="text-align: justify;">sedalam-dalamnya bahwa patokan legal-formal dan tekstual hanyalah </div><div style="text-align: justify;">merupakan cara bagaimana cita maslahat, keadilan, itu diaktualisasikan dalam </div><div style="text-align: justify;">kehidupan nyata. Ini berarti bahwa ketentuan formal-tekstual, yang bagaimana </div><div style="text-align: justify;">pun dan datang dari sumber apa pun, haruslah selalu terbuka dan atau diyakini </div><div style="text-align: justify;">terbuka untuk, kalau perlu, diubah atau diperbarui sesuai dengan tuntutan </div><div style="text-align: justify;">maslahat, cita keadilan.</div><div style="text-align: justify;">Apabila jalan pikiran di atas disepakati, secara mendasar kita pun perlu </div><div style="text-align: justify;">meninjau kembali pemahaman kita terhadap konsep usul fiqh tentang apa yang </div><div style="text-align: justify;">disebut qat'i (yang pasti dan tidak bisa diubah-ubah oleh ijtihad) dan zanni</div><div style="text-align: justify;">(yang tidak/kurang pasti dan bisa diubah-ubah oleh ijtihad) dalam hukum Islam. </div><div style="text-align: justify;">Fiqh selama ini mengatakan bahwa yang qat'i adalah apa-apa (hukum-hukum) </div><div style="text-align: justify;">yang secara sarih ditunjuk oleh nas Alquran/hadis Nabi. Sedangkan yang Zanni </div><div style="text-align: justify;">adalah apa-apa (hukum) yang petunjuk nasnya kurang/tidak sarih, ambigu dan </div><div style="text-align: justify;">mengandung pengertian yang bisa berbeda-beda.</div><div style="text-align: justify;">38</div><div style="text-align: justify;">Sesungguhnya, yang qat'i</div><div style="text-align: justify;">dalam hukum Islam - sesuai dengan makna harfiyahnya: sebagai sesuatu yang </div><div style="text-align: justify;">bersifat pasti, tidak berubah-ubah dan karena itu bersifat fundamental- adalah </div><div style="text-align: justify;">nilai maslahat atau keadilan itu sendiri, yang nota bene merupakan jiwanya </div><div style="text-align: justify;">hukum. Sedang yang masuk kategori zanni (tidak pasti dan bisa diubah-ubah) </div><div style="text-align: justify;">adalah seluruh ketentuan batang tubuh atau teks, ketentuan normatif, yang </div><div style="text-align: justify;">dimaksudkan sebagai upaya yang menerjemahkan yang qat'i (nilai maslahat </div><div style="text-align: justify;">atau keadilan) dalam kehidupan nyata. Sehingga kalau dikatakan bahwa ijtihad </div><div style="text-align: justify;">tidak bisa terjadi untuk daerah qat'i, dan hanya bisa dilakukan untuk hal-hal </div><div style="text-align: justify;">yang zanni, itu memang benar adanya. Cita "maslahat dan keadilan" sebagai </div><div style="text-align: justify;">hal yang qat'i dalam hukum Islam, memang tidak bisa- bahkan juga tidak perluuntuk dilakukan ijtihad guna menentukan kedudukan hukumnya, apakah wajib, </div><div style="text-align: justify;">mubah atau bagaimana.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">38</div><div style="text-align: justify;">Ibid.16</div><div style="text-align: justify;">Yang harus diijtihadi dengan seluruh kemampuan mujtahid adalah </div><div style="text-align: justify;">hal-hal yang zanni, yang tidak pasti, yang memang harus diperbarui </div><div style="text-align: justify;">terus-menerus sesuai dengan tuntutan ruang dan waktu yang juga terus </div><div style="text-align: justify;">bergerak. Yakni, pertama, definisi tentang maslahat, keadilan, dalam konteks </div><div style="text-align: justify;">ruang dan aktu nisbi dimana kita berada; kedua, kerangka normatif yang </div><div style="text-align: justify;">memadai sebagai pengejawantahan dari cita maslahat- keadilan dalam konteks </div><div style="text-align: justify;">ruang dan waktu tertentu; dan ketiga, kerangka kelembagaan yang memadai </div><div style="text-align: justify;">bagi sarana aktualisasi norma-norma maslahat-keadilan, seperti dimaksud </div><div style="text-align: justify;">pada poin pertama dan kedua, dalam realitas sosial yang bersang kutan.</div><div style="text-align: justify;">Untuk mempermudah pemahaman, dapat dikemukakan satu ilustrasi </div><div style="text-align: justify;">syari'at zakat. Tujuan disyari'atkan zakat adalah jelas: terwujudnya keadilan </div><div style="text-align: justify;">sosial dan kesejahteraan bersama dengan prinsip yang kuat membantu yang </div><div style="text-align: justify;">lemah. Di sini tidak ada keperluan sedikit pun untuk melakukan ijtihad guna </div><div style="text-align: justify;">menentukan hukumnya menegakkan keadilan sebagaimana dicita-citakan oleh </div><div style="text-align: justify;">konsep zakat tersebut.</div><div style="text-align: justify;">39</div><div style="text-align: justify;">Yang perlu dilakukan ijtihad adalah dalam hal-hal berikut ini: pertama, </div><div style="text-align: justify;">mendefinisikan keadilan sosial dan pemera taan kesejahteraan dalam konteks </div><div style="text-align: justify;">ruang dan waktu tertentu, misalnya konteks bangsa Indonesia dalam </div><div style="text-align: justify;">dasawarsa kini dan mendatang; kedua, berapa beban yang harus ditanggung </div><div style="text-align: justify;">oleh mereka yang mampu (miqdar al-zakah), atas basis kekayaan apa saja </div><div style="text-align: justify;">(mahall al-zakah), kapan harus dibayar (waqt al-ada), dan siapa-siapa serta </div><div style="text-align: justify;">dimana alamatnya yang secara riil dan definitif harus diuntungkan oleh zakat, </div><div style="text-align: justify;">dan sektor apa saja yang secara riil dan definitif harus didukung oleh dana </div><div style="text-align: justify;">zakat (masraf al-zakah), dan sebagainya; dan ketiga, kelembagaan apa saja </div><div style="text-align: justify;">yang seharusnya tersedia dalam realitas sosial politik Indonesia yang bisa </div><div style="text-align: justify;">mendukung terwujudnya keadilan sosial dengan zakat tersebut; bagaimana </div><div style="text-align: justify;">mekanisme pembentukannya, kerjanya dan kontrolnya.</div><div style="text-align: justify;">Bagaimana ketentuan yang terdapat dalam teks ajaran atau dalam </div><div style="text-align: justify;">pendapat para ulama mengenai persoalan pada ketiga point tersebut, tidak ada </div><div style="text-align: justify;">yang qat'i. Semuanya zanni, dan karena itu bisa-bahkan tidak terelakkan- untuk </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">39</div><div style="text-align: justify;">Ibid. hlm.97-98.17</div><div style="text-align: justify;">disesuaikan, diubah, kapan saja tuntutan maslahat-keadilan menghendaki. </div><div style="text-align: justify;">Misalnya, tentang amwal zaka wi; tidaklah adil untuk zaman sekarang, kita </div><div style="text-align: justify;">hanya mengenakan pungutan sedekah wajib atas kurma dan anggur, </div><div style="text-align: justify;">sementara "kelapa sawit", apel, kopi, tembakau", yang tidak kalah </div><div style="text-align: justify;">ekonomisnya, kita bebaskan begitu saja. Juga, tidak adil kita kenakan beban </div><div style="text-align: justify;">sedekah wajib atas pendapatan sektor pertanian, sementara dari sektor industri </div><div style="text-align: justify;">dan jasa justru kita merdekakan.</div><div style="text-align: justify;">40</div><div style="text-align: justify;">Demikian pula, tidak sesuai lagi dengan maslahat keadilan yang nyata </div><div style="text-align: justify;">kalau sabilillah, sebagai salah satu dari mustahik zakat, hanya didefinisikan </div><div style="text-align: justify;">dengan "tentara di medan perang melawan orang kafir", sementara aparat </div><div style="text-align: justify;">penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan pembela hukum, tetap kita </div><div style="text-align: justify;">letakkan di luar orbit missi ketuhanan untuk tegakkan orde keadilan. Lalu </div><div style="text-align: justify;">akibatnya kita semua tahu, rakyat cenderung melepaskan mereka dari tuntutan </div><div style="text-align: justify;">moral. Mereka sendiri cenderung merasa bebas dari tuntutan itu. Dengan </div><div style="text-align: justify;">meletakkan mereka pada barisan sabilillah, kita telah memberikan justifikasi </div><div style="text-align: justify;">dan sekaligus kepedulian (kritik) sosial kita te rhadap peran dan aktivitas </div><div style="text-align: justify;">mereka, dengan acuan nilai ketuhanan, keadilan.</div><div style="text-align: justify;">Kalau acuan hukum- juga hukum dalam kacamata Islam, yakni syari'atadalah maslahat keadilan, pertanyaan yang akan segera muncul adalah, </div><div style="text-align: justify;">bagaimana "maslahat, atau keadilan" itu dapat didefinisikan, dan siapa punya </div><div style="text-align: justify;">otoritas untuk mendefinisikannya. Tidak syak lagi, pertanyaan ini sangat penting </div><div style="text-align: justify;">dan menentukan. Gagal menjawab pertanyaan ini, akan kembali berimplikasi </div><div style="text-align: justify;">untuk memperkatakan bahwa maslahat-keadilan sebagai tujuan syari,at </div><div style="text-align: justify;">(hukum), telah dijadikan tujuan bagi dirinya sendiri. Maslahat keadilan hanya </div><div style="text-align: justify;">jargon kosong belaka.</div><div style="text-align: justify;">Untuk menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu perlu membedakan </div><div style="text-align: justify;">antara maslahat yang bersifat "individu subyektif" dengan maslahat yang </div><div style="text-align: justify;">bersifat "sosial-obyektif".Maslahat yang bersifat individual-subyektif, adalah </div><div style="text-align: justify;">maslahat yang menyangkut kepentingan seseorang yang secara eksistensial </div><div style="text-align: justify;">bersifat independen, dan terpisah, dengan kepentingan orang lain. Dalam </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">40</div><div style="text-align: justify;">Ibid. hlm.98.18</div><div style="text-align: justify;">maslahat kategori ini, karena sifatnya yang sangat subyektif, yang berhak </div><div style="text-align: justify;">menentukan dan sekaligus sebagai hakimnya tentu saja adalah pribadi </div><div style="text-align: justify;">bersangkutan. Tidak ada kekuatan kolektif mana pun yang berhak menentukan </div><div style="text-align: justify;">apa yang secara personal-subyektif dianggap maslahat oleh seseorang.</div><div style="text-align: justify;">41</div><div style="text-align: justify;">Sedangkan maslahat yang bersifat sosial-obyektif adalah maslahat </div><div style="text-align: justify;">yang menyangkut kepentingan orang banyak. Dalam hal ini, otoritas yang </div><div style="text-align: justify;">berhak memberikan penilaian yang dan sekaligus menjadi hakimnya tidak lain </div><div style="text-align: justify;">adalah orang banyak yang bersangkutan, melalui mekanisme syura untuk </div><div style="text-align: justify;">mencapai kesepakatan (ijma'). Jadi, apa yang disepakati oleh orang banyak </div><div style="text-align: justify;">dari proses pendefinisian maslahat melalui musyawarah itulah hukum yang </div><div style="text-align: justify;">sebenarnya. Kesepakatan orang banyak, di mana kita merupakan bagian </div><div style="text-align: justify;">daripadanya, itulah hukum tertinggi yang mengikat.</div><div style="text-align: justify;">Kalau dipertanyakan kedudukan hukum atau ketentuan-ketentuan </div><div style="text-align: justify;">legal-normatif yang ditawarkan oleh wahyu (teks Alquran atau hadis), </div><div style="text-align: justify;">kedudukannya adalah sebagai material yang - juga dengan logika maslahat </div><div style="text-align: justify;">sosial yang obyektif, bukan dengan logika kekuatan atau kepercayaan yang </div><div style="text-align: justify;">subyektif,- masih harus dibawa untuk ditentukan statusnya ke dalam lembaga </div><div style="text-align: justify;">permusyawaratan. Apabila kita berhasil membawanya sebagai bagian dari </div><div style="text-align: justify;">kesepakatan orang banyak, ia berfungsi sebagai hukum yang secara </div><div style="text-align: justify;">formal-positif mengikat. Akan tetapi, apabila gagal memperjuangkannya </div><div style="text-align: justify;">sebagai kesepakatan, daya ikatnya tentu saja hanya terbatas pada orang-orang </div><div style="text-align: justify;">yang mempercayainya. Dan daya ikat seperti ini paling jauh hanya bersifat </div><div style="text-align: justify;">moral-subyektif, tidak bisa sekaligus formal-obyektif.</div><div style="text-align: justify;">Memang, dengan mempertaruhkan "maslahat dan sekali gus norma </div><div style="text-align: justify;">hukum yang bersumber padanya" pada ijma' lembaga syura, atau keputusan </div><div style="text-align: justify;">lembaga parlemen dalam terma ketata-negaraan modern, bukan tidak ada </div><div style="text-align: justify;">kelemahannya. Tidak jarang apa yang disebut kesepakatan lembaga syura, </div><div style="text-align: justify;">parlemen, ternyata hanya merupakan hasil rekayasa segelintir elit yang </div><div style="text-align: justify;">berkuasa. Akan tetapi inilah tantangan yang harus dihadapi oleh umat Islam, </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">41</div><div style="text-align: justify;">Ibid. hlm.99.19</div><div style="text-align: justify;">yang sebenarnya adalah juga tantangan bagi rakyat -manusia di mana pun </div><div style="text-align: justify;">mereka berada. Yakni, bagaimana mereka bisa mengusahakan tumbuhnya </div><div style="text-align: justify;">satu pranata kesepakatan umat, di mana rakyat- secara langsung atau melalui </div><div style="text-align: justify;">wakilnya- dapat mengemukakan pendapat dan pilihannya perihal </div><div style="text-align: justify;">tata-kehidupan yang menurut mereka lebih mencerminkan cita maslahat dan </div><div style="text-align: justify;">keadilan.42</div><div style="text-align: justify;">4. Penutup</div><div style="text-align: justify;">Sebagai penutup dari pembahasan ini, perlu dikemukakan </div><div style="text-align: justify;">kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut: </div><div style="text-align: justify;">Pertama, keadilan dalam filsafat hukum menjadi landasan utama yang </div><div style="text-align: justify;">harus diwujudkan melalui hukum yang ada. Aristoteles me negaskan bahwa </div><div style="text-align: justify;">keadilan sebagai inti dari filsafat hukumnya. Baginya, keadilan dipahami dalam </div><div style="text-align: justify;">pengertian kesamaan, antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. </div><div style="text-align: justify;">Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. </div><div style="text-align: justify;">Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai </div><div style="text-align: justify;">dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dia juga membedakan </div><div style="text-align: justify;">keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama </div><div style="text-align: justify;">berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana.</div><div style="text-align: justify;">John Rawls dengan teori keadilan sosialnya menegaskan bahwa maka </div><div style="text-align: justify;">program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah </div><div style="text-align: justify;">memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan </div><div style="text-align: justify;">kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas </div><div style="text-align: justify;">kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali </div><div style="text-align: justify;">kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan </div><div style="text-align: justify;">yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka </div><div style="text-align: justify;">yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung.</div><div style="text-align: justify;">Kedua, teori keadilan dalam Islam pertama kali didiskusikan sebagai </div><div style="text-align: justify;">persoalan teologi tentang keadilan ilahiyah yang melahirkan dua mazhab yaitu: </div><div style="text-align: justify;">mu`tazilah dan asy`ariyah. Mu`tazilah menyatakan bahwa manusia, sebagai </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">42</div><div style="text-align: justify;">Ibid.20</div><div style="text-align: justify;">yang bebas, bertanggung jawab di hadapan Allah yang adil. Baik dan buruk </div><div style="text-align: justify;">merupakan kategori-kategori rasional yang dapat diketahui melalui nalar. Allah </div><div style="text-align: justify;">telah menciptakan akal manusia sedemikian rupa sehingga mampu melihat </div><div style="text-align: justify;">yang baik dan buruk secara obyektif. Mu`tazilah dengan demikian menegakkan </div><div style="text-align: justify;">bentuk obyektivisme rasionalis. Sedangkan Asy`ariah mengatakan bahwa baik </div><div style="text-align: justify;">dan buruk itu adalah sebagaimana Allah tentukan, dan adalah angkuh untuk </div><div style="text-align: justify;">menilai Allah berdasarkan kategori-kategori yang diberikan-Nya untuk </div><div style="text-align: justify;">mengarahkan kehidupan manusia. Tanggung jawab manusia bukan merupakan </div><div style="text-align: justify;">hasil pemilihan bebas, namun hanya Allah semata-mata yang menciptakan </div><div style="text-align: justify;">segala tindakan secara langsung. Karenanya, tanggung jawab manusia </div><div style="text-align: justify;">merupakan hasil kehendak ilahiah yang diketahui melalui bimbingan wahyu.</div><div style="text-align: justify;">Konsepsi ini dikenal sebagai subyektivisme teistis.</div><div style="text-align: justify;">Di samping itu, teori keadilan juga menjadi landasan utama dalam </div><div style="text-align: justify;">filsafat hukum Islam, khususnya dalam pembahasan maqasid al-syariah yang </div><div style="text-align: justify;">menegaskan bahwa hukum Islam disyari'atkan untuk mewujudkan dan memelihara maslahat umat manusia. Teori maslahat di sini sama dengan teori </div><div style="text-align: justify;">keadilan sosial dalam istilah filsafat hukum. Teori ini pertama kali dikenalkan </div><div style="text-align: justify;">oleh Imam al-Haramain al-Juwaini lalu dikembangkan oleh muridnya, al-Gazali. </div><div style="text-align: justify;">Ahli teori hukum Islam berikutnya yang secara khusus membahas maqasid </div><div style="text-align: justify;">al-syari'ah adalah Izzuddin ibn Abd al-Salam dari kalangan Syafi'iyah. Dan </div><div style="text-align: justify;">pembahasan secara sistematis dan jelas dilakukan oleh al-Syatibi dari kalangan </div><div style="text-align: justify;">Malikiyah dalam kitabnya al-Muwafaqat. Di samping itu, at-Tufi juga ikut </div><div style="text-align: justify;">memberikan pandangan yang radikal dan liberal tentang maslahat.21</div><div style="text-align: justify;">.</div>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-28881346065259686932011-07-28T04:30:00.001-07:002011-07-28T04:30:57.376-07:00Eksepsi Dalam Hukum Acara Perdata<div class="post-header"> </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Eksepsi adalah suatu tangkisan atau sanggahan yang tidak menyangkut pokok perkara. Eksepsi disusun dan diajukan berdasarkan isi gugatan yang dibuat penggugat dengan cara mencari kelemahan-kelemahan ataupun hal lain diluar gugatan yang dapat menjadi alasan menolak/menerima gugatan.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Eksepsi dibagi menjadi 2 :<o:p></o:p></div><ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Eksepsi Absolut ( menyangkut kompetensi pengadilan ) yakni :<o:p></o:p></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>a.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Kompentensi absolut (pasal 134 HIR/Pasal 160 RBG) Kompentensi absolut dari pengadilan adalah menyangkut kewenangan<span> </span>dari jenis pengadilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Militer, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara) termasuk juga Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuan Daerah (P4D)/ Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuan Pusat (P4P) & wewenang Kantor Urusan Perumahan (KUP)</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>b.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Kompentensi Relatif ( Psl. 133 HIR/Psl59 RBG/Putusan MA-RI tgl 13-9-1972 Reg. NO. 1340/K/Sip/1971 ) Kompentensi relatif adalah menyangkut wewenang pengadilan. Eksepsi kompentensi relatif diajukan sebagi keberatan pada saat kesempatan pertama tegugat ketika mengajukan JAWABAN. Eksepsi Absolut yang menyatakan Pengadilan tidak berwenang memeriksa perkara ( Eksepsi van onbevoegdheid )<o:p></o:p></div><ol start="2" style="margin-top: 0cm;" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Eksepsi Relatif : adalah suatu eksepsi yang tidak mengenai pokok perkara yang harus diajukan pada jawaban pertama tergugat memberikan jawaban meliputi :<o:p></o:p></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>a.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Declinatoire Exceptie : Adalah<span> </span>eksepsi yang menyatakan bahwa pengadilan tidak berwewang memeriksa perkara /gugatan batal/perkara yang pada hakikatnya sama dan/atau masih dalam proses dan putusan belum mempunyai kekuatan hukum yang pasti.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>b.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Dilatoire Exceptie : Adalah eksepsi yang tidak menyangkut gugatan pokok sama sekali atau gugatan premature.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>c.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Premtoire Exceptie : Adalah eksepsi menyangkut gugatan pokok atau meskipun mengakui kebenaran dalil gugatan, tetapi mengemukan tambahan yang sangat prinsipal dan karenanya gugatan itu gagal </div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>d.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Disqualification Exceptie : Adalah eksepsi yang menyatakan bukan pengugat yang seharusnya mengugat, atau orang yang mengajukan gugatan itu dinyatakan tidak berhak.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>e.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Exceptie Obscuri Libelli : Adalah eksepsi<span> </span>yang menyatakan bahwa gugatan Penggugat kabur ( Psl 125 ayat (1) HIR/Ps 149 ayat (1) RBG</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>f.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Exceptie Plurium Litis Consortium : Adalah eksepsi<span> </span>yang menyatakan bahwa seharusnya digugat yang lain juga digugat. Hal ini karena ada keharusan para pihak dalam gugatan harus lengkap.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>g.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Exeptie Non–Adimpleti Contractus : Adalah eksepsi yang menyatakan saya tidak memenuhi prestasi saya, karena pihak lawan juga wanpresetasi. Keadaan ini dapat terjadi dalam hal persetujuan imbal balik. </div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>h.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Exceptie : yang menyatakan bahwa perkara sudah pernah diputus dan telah mempunyai hukum tetap (azas ne bis in idem atau tidak dapat diadili lagi) Psl. 1917 BW<span> </span>ne bis in idem terjadi bila tututan berdasarkan alasan yang sama, dimajukan oleh dan terhadap orang yang sama dalam hubungan yang sama.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>i.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Exceptie Van Litispendentie : Adalah Eksepsi yang menyatakan bahwa perkara yang sama masih tergantung/masih dalam proses keadilan (belum ada kepastian hukum)</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>j.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Exceptie Van Connexteit : Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa perkara itu ada hubungannya dengan perkara yang masih ditangani oleh pengadilan/Instansi lain dan belum ada putusan.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>k.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Exceptie Van Beraad : Adalah Eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan belum waktunya diajukan </div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;">Eksepsi relatif tidak hanya terbatas pada alasan–alasan seperti diatas. Dalam praktek dapat juga menjadi alasan mengajukan eksepsi relatif sebagai berikut :<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>a.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Posita dan Petitum berbeda, misalkan terdapat hal–hal yang dimintakan dalam pentitum padahal sebelumnya hal itu tidak pernah disinggung dalam posita, Petitum tidak boleh lebih dari posita.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>b.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Kerugian tidak dirinci : dalam hal timbulnya kerugian harus dirinci maka kerugian mana harus dirinci satu persatu. Jika tidak dirinci dalam gugatan juga menjadi alasan mengajukan eksepsi. <o:p></o:p></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>c.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Daluwarsa : suatu gugatan yang diajukan telah melebihi tenggang waktu Daluwarsa , maka hal tersebut menjadi alasan eksepsi.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>d.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Kualifikasi perbuatan Tergugat tidak jelas : Perumusan perbuatan/kesalahan tergugat yang tidak jelas akan menjadi alasan tergugat untuk mengajukan eksepsi. <o:p></o:p></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>e.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Obyek gugatan tidak jelas : Obyek gugatan harus jelas, dapat dengan mudah dimengerti dan dirinci ciri–cirinya. Ketidak-jelasan obyek gugatan akan menjadi alasan bagi Tergugat mengajukan eksepsi.<o:p></o:p></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span><span>f.<span style="font-family: "; font-size: 7pt;"> </span></span></span><!--[endif]-->Dan lain-lain eksepsi : eksepsi tersebut berbeda dengan jawaban (sangkalan) yang ditujukan terhadap pokok perkara. Sebaliknya eksepsi adalah eksepsi<span> </span>yang tiudak menyangkut perkara. Eksepsi yang diajukan tergugat kecuali mengenai<span> </span>tidak berwenangnya hakim (eksepsi absolut) tidak boleh diusulkan dan dipertimbangkan secara terpisah–pisah tetapi harus bersama–sama diperiksa<span> </span>dan diputuskan dengan pokok perkara (Pasal 136 HIR/Psl 162 RBG). Intisari dari isi eksepsi adalah agar Pengadilan menyatakan tidak dapat menerima atau tidak berwenang memeriksa perkara ( Psl 1454,Psl 1930,Psl 1941 BW, Psl 125/Psl 149 RBG, Ps 133 HIR/Psl 159 RBG dan Psl 136/Psl 162 RBG)</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhB7YvcuWujxuVoF8EnGxGTMGvbDShsUgdbluXsJea_GtVb7TKpkdxQAopCcA9hyuD8qmuJRETn06dtrBIkMtvIuHWlutMpM4uw_PpjzEDC7I0E7phDAIA-WHkJADSpUTUWzP_uMuq857k/s1600/1Eksepsi.JPG" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5479161124648913330" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhB7YvcuWujxuVoF8EnGxGTMGvbDShsUgdbluXsJea_GtVb7TKpkdxQAopCcA9hyuD8qmuJRETn06dtrBIkMtvIuHWlutMpM4uw_PpjzEDC7I0E7phDAIA-WHkJADSpUTUWzP_uMuq857k/s200/1Eksepsi.JPG" style="cursor: pointer; height: 351px; width: 575px;" /></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: center; text-indent: -18pt;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoxx0zBvh-RQCCQuFkbwteGph9tVIkOBS0mg2haK8GESh7U1vCE4BU5ITPsH6aM9COn6ZvcNRFjNjZGzAYPmjOxNzt5YWM9keqWcpHeAqoctyNgT1D5vilSnYO7N6YWZ3s0W-Qa1h3dng/s1600/2EKSEPSI.JPG" onblur="try
{parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5479161538511321890" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoxx0zBvh-RQCCQuFkbwteGph9tVIkOBS0mg2haK8GESh7U1vCE4BU5ITPsH6aM9COn6ZvcNRFjNjZGzAYPmjOxNzt5YWM9keqWcpHeAqoctyNgT1D5vilSnYO7N6YWZ3s0W-Qa1h3dng/s200/2EKSEPSI.JPG" style="cursor: pointer; height: 351px; width: 561px;" /></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-23598385156080257152011-07-28T04:29:00.001-07:002011-07-28T04:29:43.524-07:00Hukum Seputar Anak-Anak<h3 class="post-title entry-title"> <a href="http://rgs-artikel-hukum.blogspot.com/2011/06/hukum-seputar-anak-anak.html"><br />
</a> </h3><div class="post-header"> </div><div style="text-align: justify;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-language:EN-US;} </style> <![endif]--> </div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: justify;"><span>PENGERTIAN</span></div><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Perlindungan Khusus : Perlindungan yang diberikan kepada<span> </span>anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari Kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak dalam situasi darurat terdiri atas anak yang menjadi pengungsi, anak korban kerusuhan, anak korban bencana alam, dan anak dalam situasi konflik bersenjata.</span><span></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak dari Kelompok minoritas dan terisolasai atau komunitas adat terpencil <span> </span>adalah Kelompok yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual adalah anak yang bekerja untuk membantu orang tua (karena pengaruh budaya) atau<span> </span>anak yang dipaksa bekerja oleh orang tua, keluarga, dan orang lain. Anak-anak tersebut tidak dibayar, hasil keringat mereka dinikmati orang lain.</span><span></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak yang diperdagangkan adalah kegiatan mendorong anak untuk masuk kedalam industri seks komersial. Kegiatan tersebut tidak hanya perbuatan melacurkan anak, tetapi juga penggunaan citra anak-anak untuk pornografi.</span><span></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) yaitu menyangkut keterlibatan anak-anak dalam penggunaan, peredaran, dan perdagangan napza.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan adalah anak-anak, terutama anak perempuan yang menjadi korban perdagangan baik di dalam maupun lintas batas.</span><span></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental merupakan anak-anak yang terancam secar fisik dan non fisik karena tindakan kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak yang menyandang cacat merupakan anak yang mengalami kecacatan sejak lahir dan mengalami kecelakaan atau kelalain pihak lain.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak korban perlakuan salah dan penelantaran merupakan anak-anak yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan dan hak-haknya (rohani, jasmani, maupun sosial). Penyebab utamanya orangtua kurang mampu secara ekonomi dan psikologis.</span></li>
</ol><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;"><br />
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="font-weight: bold; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Dasar Hukum</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-language:EN-US;} </style> <![endif]--> </div><ol style="text-align: justify;"><li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">UU No. 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span></span></span></li>
<li><span><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">UU No. 23 tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span></span></span></li>
<li><span><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">UU No. 21 tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO)</span><span><span></span></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">PP No. 9 tahun 2008, tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan atau Korban Perdagangan Orang.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span></span></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Perpres No. 69 tahun 2008, tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang.</span><span><span></span></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Permen PP No. 1 tahun 2009, tentang Standar Pelayanan Minimum Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan atau Korban Perdagangan Orang.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span></span></span></li>
<li><span><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Permen PP No. 7 tahun 2008, tentang Sekretariat Gugus Tugas Pusat PTPPO</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span></span></span></li>
<li><span><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Permen PP No. 8 tahun 2008, tentang Sub Gugus Tugas Pusat PTPPO</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span></span></span></li>
<li><span><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Permen KoKesra No. 25 tahun 2009, tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) PTPPO dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA) tahun 2009-2014.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span></span></span></li>
<li><span><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan.</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span></span></span></li>
<li><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Panduan Jejaring Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum</span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span></span></span></li>
<li><span><span><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Keputusan Bersama Ketua MA, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, No. 166A/KMA/SKB/XII/2009, No. 148A/JA/12/2009, No. B/45/XII/2009, No. M.HH-08 HM.03.02 tahun 2009, No. 10/PRS-2/KPTS/2009, No. 02/Men.PP dan PA/XII/2009, tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum.</span></li>
</ol>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-40515242838284669082011-07-18T00:23:00.000-07:002011-07-18T00:23:26.876-07:00Runtuhnya Orang Besar Oleh Racun Birahi<div style="text-align: justify;">Antasari Azhar memang tokoh fenomenal. Kali pertama duduk sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ia diragukan. Tapi ternyata berhasil gilang-gemilang. Kini ketika sudah di pucuk langit tiba-tiba jatuh ke dasar jurang. Hancur nama dan karirnya. Dia disangka menjadi aktor intelektual dari pembunuhan Nasrudin, lelaki yang diduga rivalnya dalam berebut cinta dengan Rhani Juliani. Kasus ini bak panah Pasopati. Diluncurkan satu berkembang menjadi ribuan asumsi. Tiap asumsi melahirkan ribuan tafsir. Dan saban tafsir ditafsir ulang para penafsir berdasar strata sosial. Kita tidak ke sana. Kita simpel-simpel saja sambil menunggu proses hukum berjalan. Itu agar tidak ikut terperosok dalam kubangan pendapat yang sudah penuh polutan. Lepas Antasari salah atau tidak terbukti, tapi cinta yang menjadi pangkal kejatuhan. Cinta terhadap lawan jenis sebagai ranjau penghadang. Cinta ini memang ‘seteru purba’ laki-laki. Itu bisa dirunut dari tragedi Habil dan Qobil, Julius Caesar-Cleopatra, Napoleon Bonaparte dan Josephine, Bill Clinton dengan Monica Lewinski, sampai Yahya Zaini-Maria Eva, Max Moein-Desi, Al Amin-Eifel dan kini Antasari-Rhani. Semua berlatar cinta. Cinta birahi. Cinta ini diskenario atau bukan selalu punya hulu ledak yang ampuh. Yang penampil punya rumus ‘gumuk manukan’ demi karir dan popularitas. Pakem primbon ledek itu mensyaratkan penyerahkan keperawanan bagi maesenas potensial. Dia tidak tabu jadi gundik. Dan rata-rata punya amalan yang dirapal saat ritus seks agar sang lelaki mana saja yang mengencani lengket kayak prangko. Matahari, agen spionase berdarah Jawa-Belanda juga mengumpan tubuhnya untuk mengorek informasi. Itu demi tugas yang disandang sebagai agen rahasia. Sedang untuk kepentingan bisnis seks, Hartono yang dulu ‘juragan ayam’ mewajibkan ‘ayam-ayamnya’ mempelajari teori senggama kala pagi sebelum praktek. Mereka menyimak seksama video porno, dan menyimpan di mimetiknya kelemahan laki-laki.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Eksplorasi total kelebihan genital itu letak kekuatan di balik kelemahan wanita. Wani ditata, berani ditata, diatur laki-laki. Tidak terbayangkan lagi powernya kalau dia jadi perempuan. Keliaran berpadu dengan kecerdasan dan kebebasan berekspresi, maka hampir pasti laki-laki mana saja klepek-klepek dibuatnya. Kekuatan dan kelemahan perempuan memang kodrat. Sama dengan laki-laki. Untuk itu agama dan hukum mengaturnya agar harmonis, tidak barbar dan chaostis. Maka ketika Nasrudin terbunuh dengan luka tembak bermotif wanita, maka kita seperti dibawa ke zaman baheula. Zaman sebelum kenal peradaban. Kita makin tak habis pikir tatkala tersangka pembunuhan itu diduga ‘diotaki’ Sigid Haryo Wibisono bos Harian Merdeka, mantan Kapolres Williardi Wizar dan Antasari Azhar. Itu pula yang menyulut beragam spekulasi. Ada yang menebak ‘orang-orang besar’ itu dijebak atau masih tersembunyi lagi ‘orang yang lebih besar’ yang mendalangi. Motifnya memang gampang dicari dari celah-celah aktivitas serta pergaulannya. Dari persaingan bisnis hingga kompetisi jabatan yang ketat. Bisa pula melalui asumsi skenario terencana agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipandegani Antasari mandeg kiprahnya. Sejauh dari pemberitaan yang gencar, rasanya motif itu gampang tanggal. Indikasi yang mengarah kesana amat lemah. Justru dari hari ke hari kesan keterlibatan ‘orang-orang besar’ itu semakin mengental. Memang mereka bukan eksekutornya. Tapi bukti materiil menguatkan keterlibatannya. Jika hukum kelak mampu menyibak di balik keremangan kasus ini, maka dengan segala rasa sakit dalam dada, kita wajib memberikan apresiasi. Itu sebagai sinyal hukum di negeri ini mulai tegak. Tidak pandang teman, tidak pandang institusi, dan tidak pandang jabatan. Sebab kita tahu bagaimana kedekatan Sigid Haryo Wibisono dengan penyidik, juga Williardi Wizar mantan Kapolres Jakarta Selatan serta Antasari Azhar.Memang sulit kita menerima ‘kenyataan’ ini. Itu karena hati kita sudah lama terstimulasi untuk membri hormat. Laku dan tindak mereka sangat baik dan terpuji. Malah sedang tumbuh keyakinan di batin ini, bahwa tokoh-tokoh yang siap jadi martir bagi perbaikan negeri ini mulai bermunculan untuk membawa Indonesia ke gerbang yang dicita-citakan.Adakah mereka memang melakukan perbuatan barbarik itu? Ini yang sedang kita tunggu sama-sam</div>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-33432876118846600132011-03-20T20:21:00.001-07:002011-03-20T20:21:21.184-07:00Undang-Undang AdvokatUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA <br />
NOMOR 18 TAHUN 2003 <br />
TENTANG <br />
ADVOKAT <br />
<br />
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA <br />
<br />
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, <br />
<br />
<br />
Menimbang: <br />
a. bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan <br />
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan <br />
mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, tertib, dan <br />
berkeadilan; <br />
b. bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh <br />
dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, <br />
untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian <br />
hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, <br />
dan hak asasi manusia; <br />
c. bahwa Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam <br />
menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh undang-undang demi <br />
terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum; <br />
d. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Advokat yang berlaku <br />
saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum masyarakat; <br />
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, <br />
huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Advokat. <br />
<br />
Mengingat : <br />
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia <br />
Tahun 1945; <br />
2. Undang-Undang Nomor 1/Drt/1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara Untuk <br />
Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan, dan Acara Pengadilan-pengadilan <br />
Sipil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor <br />
81); <br />
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok <br />
Kekuasaaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor <br />
74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah <br />
diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas <br />
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok <br />
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor <br />
35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879); <br />
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran <br />
Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara <br />
Republik Indonesia Nomor 3209); <br />
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran <br />
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara <br />
Republik Indonesia Nomor 3316); <br />
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara <br />
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik <br />
Indonesia Nomor 3327); <br />
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara <br />
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran <br />
Negara Republik Indonesia Nomor 3344); <br />
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara <br />
Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik <br />
Indonesia Nomor 3400); <br />
<br />
9. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (Lembaran Negara <br />
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik <br />
Indonesia Nomor 3713); <br />
10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah <br />
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-<br />
Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik <br />
Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia <br />
Nomor 3778); <br />
11. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian <br />
Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan <br />
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872). <br />
<br />
Dengan Persetujuan Bersama <br />
<br />
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA <br />
dan <br />
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA <br />
<br />
MEMUTUSKAN : <br />
<br />
Menetapkan: <br />
UNDANG-UNDANG TENTANG ADVOKAT. <br />
<br />
BAB I <br />
KETENTUAN UMUM <br />
<br />
Pasal 1 <br />
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: <br />
1. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun <br />
di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-<br />
Undang ini. <br />
2. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi <br />
hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, <br />
dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. <br />
3. Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum <br />
dari Advokat. <br />
4. Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan Undang-<br />
Undang ini. <br />
5. Pengawasan adalah tindakan teknis dan administratif terhadap Advokat untuk <br />
menjaga agar dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi dan <br />
peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi Advokat. <br />
6. Pembelaan diri adalah hak dan kesempatan yang diberikan kepada Advokat untuk <br />
mengemukakan alasan serta sanggahan terhadap hal-hal yang merugikan dirinya di <br />
dalam menjalankan profesinya ataupun kaitannya dengan organisasi profesi. <br />
7. Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh Advokat <br />
berdasarkan kesepakatan dengan Klien. <br />
8. Advokat Asing adalah advokat berkewarganegaraan asing yang menjalankan <br />
profesinya di wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan persyaratan <br />
ketentuan peraturan perundang-undangan. <br />
9. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-<br />
cuma kepada Klien yang tidak mampu. <br />
10. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hukum <br />
dan perundang-undangan. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II <br />
<br />
PENGANGKATAN, SUMPAH, STATUS, PENINDAKAN, DAN <br />
PEMBERHENTIAN ADVOKAT <br />
<br />
Bagian Kesatu <br />
Pengangkatan <br />
<br />
Pasal 2 <br />
(1) Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang <br />
pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat <br />
yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat. <br />
(2) Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat. <br />
(3) Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) <br />
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri. <br />
<br />
Pasal 3 <br />
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: <br />
a. warga negara Republik Indonesia; <br />
b. bertempat tinggal di Indonesia; <br />
c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara; <br />
d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun; <br />
e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana <br />
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); <br />
f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat; <br />
g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat; <br />
h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam <br />
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; <br />
i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang <br />
tinggi. <br />
(2) Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada <br />
ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang <br />
tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-<br />
undangan. <br />
<br />
Bagian Kedua <br />
Sumpah <br />
<br />
Pasal 4 <br />
(1) Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau <br />
berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah <br />
domisili hukumnya. <br />
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lafalnya sebagai berikut : <br />
“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji : <br />
- bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar <br />
negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia; <br />
- bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan <br />
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan <br />
barang sesuatu kepada siapapun juga; <br />
- bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan <br />
bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan; <br />
- bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan <br />
tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat <br />
pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi <br />
perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani; <br />
<br />
- bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban <br />
saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai <br />
Advokat; <br />
- bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa <br />
hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian <br />
daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat. <br />
(3) Salinan berita acara sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Panitera <br />
Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung, <br />
Menteri, dan Organisasi Advokat. <br />
<br />
Bagian Ketiga <br />
Status <br />
<br />
Pasal 5 <br />
(1) Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh <br />
hukum dan peraturan perundang-undangan. <br />
(2) Wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. <br />
<br />
Bagian Keempat <br />
Penindakan <br />
<br />
Pasal 6 <br />
Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan : <br />
a. mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya; <br />
b. berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya; <br />
c. bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang <br />
menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, <br />
atau pengadilan; <br />
d. berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan <br />
martabat profesinya; <br />
e. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan <br />
tercela; <br />
f. melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat. <br />
<br />
Pasal 7 <br />
(1) Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa: <br />
a. teguran lisan; <br />
b. teguran tertulis; <br />
c. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) <br />
bulan; <br />
d. pemberhentian tetap dari profesinya. <br />
(2) Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan tindakan <br />
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan <br />
Kehormatan Organisasi Advokat. <br />
(3) Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada <br />
yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. <br />
<br />
Pasal 8 <br />
(1) Penindakan terhadap Advokat dengan jenis tindakan sebagaimana dimaksud dalam <br />
Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d, dilakukan oleh Dewan <br />
Kehormatan Organisasi Advokat sesuai dengan kode etik profesi Advokat. <br />
(2) Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud <br />
dalam Pasal 7 huruf c atau pemberhentian tetap dalam huruf d, Organisasi Advokat <br />
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan putusan penindakan tersebut <br />
kepada Mahkamah Agung. <br />
<br />
<br />
<br />
Bagian Kelima <br />
Pemberhentian <br />
<br />
Pasal 9 <br />
(1) Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya oleh Organisasi Advokat. <br />
(2) Salinan Surat Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br />
disampaikan kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan lembaga penegak <br />
hukum lainnya. <br />
<br />
Pasal 10 <br />
(1) Advokat berhenti atau dapat diberhentikan dari profesinya secara tetap karena alasan: <br />
a. permohonan sendiri; <br />
b. dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan <br />
tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih; atau <br />
c. berdasarkan keputusan Organisasi Advokat. <br />
(2) Advokat yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat <br />
(1), tidak berhak menjalankan profesi Advokat. <br />
<br />
Pasal 11 <br />
Dalam hal Advokat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf <br />
b yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Panitera Pengadilan Negeri <br />
menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Organisasi Advokat. <br />
<br />
BAB III <br />
PENGAWASAN <br />
<br />
Pasal 12 <br />
(1) Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat. <br />
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Advokat dalam <br />
menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat dan <br />
peraturan perundang-undangan. <br />
<br />
Pasal 13 <br />
(1) Pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentuk <br />
oleh Organisasi Advokat. <br />
(2) Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas <br />
unsur Advokat senior, para ahli/akademisi, dan masyarakat. <br />
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut dengan keputusan <br />
Organisasi Advokat. <br />
<br />
BAB IV <br />
HAK DAN KEWAJIBAN ADVOKAT <br />
<br />
Pasal 14 <br />
Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang <br />
menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada <br />
kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. <br />
<br />
Pasal 15 <br />
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang <br />
menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan <br />
perundang-undangan. <br />
Pasal 16 <br />
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan <br />
tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang <br />
pengadilan. <br />
<br />
<br />
Pasal 17 <br />
Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan <br />
dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan <br />
dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya <br />
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br />
<br />
Pasal 18 <br />
(1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan <br />
terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar <br />
belakang sosial dan budaya. <br />
(2) Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien <br />
oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat. <br />
<br />
Pasal 19 <br />
(1) Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari <br />
Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang. <br />
(2) Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan <br />
atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan <br />
terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat. <br />
<br />
Pasal 20 <br />
(1) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan <br />
tugas dan martabat profesinya. <br />
(2) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa <br />
sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan <br />
dalam menjalankan tugas profesinya. <br />
(3) Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat <br />
selama memangku jabatan tersebut. <br />
<br />
BAB V <br />
HONORARIUM <br />
<br />
Pasal 21 <br />
(1) Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada <br />
Kliennya. <br />
(2) Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br />
ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. <br />
<br />
BAB VI <br />
BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA <br />
<br />
Pasal 22 <br />
(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari <br />
keadilan yang tidak mampu. <br />
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara <br />
cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan <br />
Pemerintah. <br />
BAB VII <br />
ADVOKAT ASING <br />
<br />
Pasal 23 <br />
(1) Advokat asing dilarang beracara di sidang pengadilan, berpraktik dan/atau membuka <br />
kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia. <br />
(2) Kantor Advokat dapat mempekerjakan advokat asing sebagai karyawan atau tenaga <br />
ahli dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi <br />
Advokat. <br />
<br />
(3) Advokat asing wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma untuk suatu waktu <br />
tertentu kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum. <br />
(4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara memperkerjakan advokat asing serta <br />
kewajiban memberikan jasa hukum secara cuma-cuma kepada dunia pendidikan dan <br />
penelitian hukum diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. <br />
<br />
Pasal 24 <br />
Advokat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) tunduk kepada kode etik <br />
Advokat Indonesia dan peraturan perundang-undangan. <br />
<br />
BAB VIII <br />
ATRIBUT <br />
<br />
Pasal 25 <br />
Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara <br />
pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br />
<br />
BAB IX <br />
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN ADVOKAT <br />
<br />
Pasal 26 <br />
(1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik profesi <br />
Advokat oleh Organisasi Advokat. <br />
(2) Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan <br />
tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. <br />
(3) Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh <br />
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. <br />
(4) Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat dilakukan oleh Organisasi <br />
Advokat. <br />
(5) Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran kode <br />
etik profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. <br />
(6) Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan tanggung <br />
jawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi Advokat mengandung <br />
unsur pidana. <br />
(7) Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik <br />
profesi Advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi <br />
Advokat. <br />
Pasal 27 <br />
(1) Organisasi Advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat baik di <br />
tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah. <br />
(2) Dewan Kehormatan di tingkat Daerah mengadili pada tingkat pertama dan Dewan <br />
Kehormatan di tingkat Pusat mengadili pada tingkat banding dan terakhir. <br />
(3) Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada <br />
ayat (1) terdiri atas unsur Advokat. <br />
(4) Dalam mengadili sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Kehormatan <br />
membentuk majelis yang susunannya terdiri atas unsur Dewan Kehormatan, pakar <br />
atau tenaga ahli di bidang hukum dan tokoh masyarakat. <br />
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan <br />
Kehormatan Organisasi Advokat diatur dalam Kode Etik. <br />
<br />
BAB X <br />
ORGANISASI ADVOKAT <br />
<br />
Pasal 28 <br />
(1) Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan <br />
mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud <br />
dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat. <br />
<br />
(2) Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat <br />
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. <br />
(3) Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, <br />
baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah. <br />
<br />
Pasal 29 <br />
(1) Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan kode etik profesi Advokat bagi <br />
para anggotanya. <br />
(2) Organisasi Advokat harus memiliki buku daftar anggota. <br />
(3) Salinan buku daftar anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan <br />
kepada Mahkamah Agung dan Menteri. <br />
(4) Setiap 1 (satu) tahun Organisasi Advokat melaporkan pertambahan dan/atau <br />
perubahan jumlah anggotanya kepada Mahkamah Agung dan Menteri. <br />
(5) Organisasi Advokat menetapkan kantor Advokat yang diberi kewajiban menerima <br />
calon Advokat yang akan melakukan magang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 <br />
ayat (1) huruf g. <br />
(6) Kantor Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memberikan <br />
pembimbingan, pelatihan, dan kesempatan praktik bagi calon advokat yang <br />
melakukan magang. <br />
<br />
Pasal 30 <br />
(1) Advokat yang dapat menjalankan pekerjaan profesi Advokat adalah yang diangkat <br />
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. <br />
(2) Setiap Advokat yang diangkat berdasarkan Undang-Undang ini wajib menjadi <br />
anggota Organisasi Advokat. <br />
<br />
BAB XI <br />
KETENTUAN PIDANA <br />
<br />
Pasal 31 <br />
Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak <br />
seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-<br />
Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling <br />
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah. <br />
<br />
BAB XII <br />
KETENTUAN PERALIHAN <br />
<br />
Pasal 32 <br />
(1) Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah <br />
diangkat pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat <br />
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. <br />
(2) Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat Undang-Undang ini mulai <br />
berlaku masih dalam proses penyelesaian, diberlakukan ketentuan sebagaimana diatur <br />
dalam Undang-Undang ini. <br />
(3) Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud <br />
dalam Undang-undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia <br />
(IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia <br />
(IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara <br />
Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan <br />
Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). <br />
(4) Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, <br />
Organisasi Advokat telah terbentuk. <br />
<br />
Pasal 33 <br />
Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah <br />
ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), <br />
<br />
Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia <br />
(HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia <br />
(AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei <br />
2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-<br />
Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat. <br />
<br />
BAB XIII <br />
KETENTUAN PENUTUP <br />
<br />
Pasal 34 <br />
Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat, tetap berlaku sepanjang tidak <br />
bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan <br />
yang baru sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini. <br />
<br />
Pasal 35 <br />
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka: <br />
1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie <br />
(Stb. 1847 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan <br />
segala perubahan dan penambahannya; <br />
2. Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der <br />
Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8); <br />
3. Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 Nomor 446 <br />
jo. Stb. 1922 Nomor 523); dan <br />
4. Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 Nomor 522); <br />
dinyatakan tidak berlaku lagi. <br />
<br />
Pasal 36 <br />
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. <br />
<br />
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini <br />
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. <br />
<br />
Telah Sah <br />
pada tanggal 5 April 2003 <br />
<br />
<br />
Diundangkan di Jakarta <br />
pada tanggal 5 April 2003 <br />
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, <br />
ttd <br />
BAMBANG KESOWO <br />
<br />
<br />
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 49 <br />
<br />
<br />
PENJELASAN <br />
ATAS <br />
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA <br />
NOMOR 18 TAHUN 2003 <br />
TENTANG <br />
ADVOKAT <br />
<br />
I. UMUM <br />
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara <br />
tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut <br />
antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum <br />
(equality before the law). Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar juga menentukan <br />
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian <br />
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. <br />
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan <br />
bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, <br />
mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga <br />
peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa <br />
hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya <br />
keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, <br />
termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental <br />
mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan <br />
merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi <br />
manusia. <br />
Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar <br />
pengadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat <br />
sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan <br />
hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka <br />
dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun <br />
dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan <br />
berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum nasional khususnya <br />
di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar <br />
pengadilan. <br />
Kendati keberadaan dan fungsi Advokat sudah berkembang sebagaimana <br />
dikemukakan, peraturan perundang-undangan yang mengatur institusi Advokat <br />
sampai saat dibentuknya Undang-undang ini masih berdasarkan pada peraturan <br />
perundang-undangan peninggalan zaman kolonial, seperti ditemukan dalam <br />
Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. <br />
1847 : 23 jo. Stb. 1848 : 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan <br />
dan penambahannya kemudian, Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke <br />
Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 : 8), <br />
Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 : 446 jo. Stb. <br />
1922 : 523), dan Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 : 522). <br />
Untuk menggantikan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan yang <br />
sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku, serta sekaligus <br />
untuk memberi landasan yang kokoh pelaksanaan tugas pengabdian Advokat dalam <br />
kehidupan masyarakat, maka dibentuk Undang-Undang ini sebagaimana diamanatkan <br />
pula dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-<br />
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana diubah dengan Undang-<br />
Undang Nomor 35 Tahun 1999. <br />
Dalam Undang-undang ini diatur secara komprehensif berbagai ketentuan penting <br />
yang melingkupi profesi Advokat, dengan tetap mempertahankan prinsip kebebasan <br />
dan kemandirian Advokat, seperti dalam pengangkatan, pengawasan, dan penindakan <br />
serta ketentuan bagi pengembangan organisasi Advokat yang kuat di masa <br />
mendatang. Di samping itu diatur pula berbagai prinsip dalam penyelenggaraan tugas <br />
<br />
profesi Advokat khususnya dalam peranannya dalam menegakkan keadilan serta <br />
terwujudnya prinsip-prinsip negara hukum pada umumnya. <br />
<br />
II. PASAL DEMI PASAL <br />
Pasal 1 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 2 <br />
Ayat (1) <br />
Yang dimaksud dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan <br />
fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan <br />
tinggi ilmu kepolisian. <br />
Ayat (2) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (3) <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 3 <br />
Ayat (1) <br />
Huruf a <br />
Cukup jelas. <br />
Huruf b <br />
Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di Indonesia” adalah bahwa pada waktu <br />
seseorang diangkat sebagai advokat, orang tersebut harus bertempat tinggal di <br />
Indonesia. Persyaratan tersebut tidak mengurangi kebebasan seseorang setelah <br />
diangkat sebagai advokat untuk bertempat tinggal dimanapun. <br />
Huruf c <br />
Yang dimaksud dengan “pegawai negeri” dan “pejabat negara”, adalah pegawai <br />
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan “pejabat negara” <br />
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun <br />
1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-<br />
pokok Kepegawaian. <br />
Dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa Pegawai Negeri terdiri dari: <br />
a. Pegawai Negeri Sipil; <br />
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan <br />
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. <br />
Dalam Pasal 11 ayat (1) ditentukan bahwa Pejabat Negara terdiri dari: <br />
a. Presiden dan Wakil Presiden; <br />
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; <br />
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat; <br />
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, <br />
serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan; <br />
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung; <br />
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; <br />
g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri; <br />
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai <br />
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; <br />
i. Gubernur dan Wakil Gubernur; <br />
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan <br />
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang. <br />
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud <br />
dalam huruf c mencakup Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat <br />
Daerah. <br />
Huruf d <br />
Cukup jelas. <br />
Huruf e <br />
Cukup jelas. <br />
Huruf f <br />
<br />
Yang dimaksud dengan “Organisasi Advokat” dalam ayat ini adalah Organisasi <br />
Advokat yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat (4) Undang-undang ini. <br />
Huruf g <br />
Magang dimaksudkan agar calon advokat dapat memiliki pengalaman praktis yang <br />
mendukung kemampuan, keterampilan, dan etika dalam menjalankan profesinya. <br />
Magang dilakukan sebelum calon Advokat diangkat sebagai Advokat dan dilakukan <br />
di kantor advokat. <br />
Magang tidak harus dilakukan pada satu kantor advokat, namun yang penting bahwa <br />
magang tersebut dilakukan secara terus menerus dan sekurang-kurangnya selama 2 <br />
(dua) tahun. <br />
Huruf h <br />
Cukup jelas. <br />
Huruf i <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (2) <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 4 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 5 <br />
Ayat (1) <br />
Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah Advokat <br />
sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan <br />
setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. <br />
Yang dimaksud dengan “bebas” adalah sebagaimana dirumuskan dalam penjelasan <br />
Pasal 14. <br />
Ayat (2) <br />
Dalam hal Advokat membuka atau pindah kantor dalam suatu wilayah negara <br />
Republik Indonesia, Advokat wajib memberitahukan kepada Pengadilan Negeri, <br />
Organisasi Advokat, dan Pemerintah Daerah setempat. <br />
Pasal 6 <br />
Huruf a <br />
Cukup jelas. <br />
Huruf b <br />
Cukup jelas. <br />
Huruf c <br />
Ketentuan dalam huruf c ini, berlaku bagi Advokat baik di dalam maupun di luar <br />
Pengadilan. Hal ini, sebagai konsekuensi status advokat sebagai penegak hukum, di <br />
manapun berada harus menunjukkan sikap hormat terhadap hukum, peraturan <br />
perundang-undangan, atau pengadilan. <br />
Huruf d <br />
Cukup jelas. <br />
Huruf e <br />
Cukup jelas. <br />
Huruf f <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 7 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 8 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 9 <br />
Ayat (1) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (2) <br />
Yang dimaksud dengan “penegak hukum lainnya” adalah Pengadilan Tinggi untuk <br />
semua lingkungan peradilan, Kejaksaan, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, <br />
yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Advokat. <br />
Pasal 10 <br />
<br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 11 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 12 <br />
Ayat (1) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (2) <br />
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah peraturan <br />
perundang-undangan yang mengatur mengenai Advokat. <br />
Pasal 13 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 14 <br />
Yang dimaksud dengan “bebas” adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan, tanpa rasa <br />
takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat martabat profesi. Kebebasan tersebut <br />
dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. <br />
Pasal 15 <br />
Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas <br />
profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam <br />
mendampingi kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat. <br />
Pasal 16 <br />
Yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi <br />
tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya. <br />
Yang dimaksud dengan “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap <br />
tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan. <br />
Pasal 17 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 18 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 19 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 20 <br />
Ayat (1) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (2) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (3) <br />
Ketentuan dalam ayat ini tidak mengurangi hak dan hubungan perdata Advokat <br />
tersebut dengan kantornya. <br />
Pasal 21 <br />
Ayat (1) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (2) <br />
Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah dengan memperhatikan resiko, waktu, <br />
kemampuan, dan kepentingan klien. <br />
Pasal 22 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 23 <br />
Ayat (1) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (2) <br />
Yang dimaksud dengan “hukum asing” adalah hukum dari negara asalnya dan/atau <br />
hukum internasional di bidang bisnis dan arbitrase. <br />
Ayat (3) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (4) <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 24 <br />
<br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 25 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 26 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 27 <br />
Ayat (1) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (2) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (3) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (4) <br />
Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” antara lain ahli agama dan/atau ahli etika. <br />
Ayat (5) <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 28 <br />
Ayat (1) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (2) <br />
Cukup jelas. <br />
Ayat (3) <br />
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah pengurus partai politik. <br />
Pasal 29 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 30 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 31 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 32 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 33 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 34 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 35 <br />
Cukup jelas. <br />
Pasal 36 <br />
Cukup jelas. <br />
<br />
<br />
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4288Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-29516258276395576672011-03-20T20:16:00.000-07:002011-03-20T20:16:35.164-07:00Koripsi melawan NasionalismeNasionalisme adalah satu paham atau ajaran yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia dimana bahasa dan budaya menjadi unsur pengikat dalam melakukan interaksi sosial. Unsur pengikat inilah yang melahirkan kesadaran akan nasionalisme komunitas/rakyat Indonesia ketika berhadapan dengan lingkungan luar yang mengganggu. <br />
<br />
Dalam sejarah Indonesia khususnya, nasionalisme masih sangat penting akan keberadaannya, Pertama, misalnya, sebagai ideologi pemersatu untuk melawan penjajah Belanda, atau Jepang, atau dalam melawan hegemoni neo-kolonilalisme. Dulu, kalau orang-orang di kepulauan Nusantara ini tersebar terus, tidak ada ideologi yang mempersatukan dan tentu dengan mudah Belanda menguasai kita. Sangat mungkin orang-orang di kepulauan Nusantara justru saling berperang sendiri. Apalagi, ketika politik adu domba Belanda terus menerus memompakan permusuhan dan konflik-konflik. Kedua, sebagai konsekuensinya, ketika orang-orang di kepulauan Nusantara tadi berhasil memerdekakan dirinya, nasionalisme paling tidak sebagai wacana ideologis untuk membangkitkan semangat mengisi kemerdekaan Indonesia. walaupun kadang nasionalisme semacam ini disalahtafsirkan, dengan alasan nasionalisme Indonesia kita menyimpan kecenderungan bermusuhan dengan bangsa lain. <br />
<br />
Tapi, sisi positifnya tentu banyak, sebagai bangsa baru yang menemukan dirinya, kita berusaha tetap kompak sehingga banyak konflik yang berpotensi mengancam persatuan Indonesia dapat diatasi atas nama nasionalisme Indonesia. Ketiga, nasionalisme paling tidak dapat dipakai untuk memberikan identitas keindonesiaan, agar Indonesia itu ada di dunia. Akan tetapi, apa yang dicatat dunia dengan nasionalisme Indonesia. Mungkin tidak banyak. Waktu itu, terlepas dari konstruksi orientalisme, orang lebih mengenal Indonesia sebagai bangsa yang cukup ramah, negara terbelakang dan miskin, negara yang memiliki bahasa persatuan Indonesia, yang mengatasi lebih dari 600-an bahasa-bahasa lokal yang hingga hari ini tetap bertahan. <br />
<br />
Negara kita Indonesia jauh hari telah mencanangkan berbagai pemahaman Nasionalisme dalam konsep Wawasan Nusantara yang dituangkan dalam satu kesatuan: Ideologi , Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama, Pertahanan Keamanan Nasional ). Sebagai konsekuensinya setiap warganegara Indonesia, apalagi ketika ia dicalonkan sebagai pemimpin di dalam struktur kekuasaan yang ada tentu harus memiliki Wawasan Nusantara dimana yang bersangkutan harus punya kewajiban mutlak untuk ikut mempertahankan satu kesatuan wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke yang dituangkan dalam konsep IPOLEKSOSBUDAGHANKAMNAS. <br />
<br />
Sekarang ini dari hasil pengamatan para ahli tidak dapat dipungkiri, rasa nasionalisme bangsa kita sangatlah menipis, bahkan terancam punah. Yang muncul adalah Ikatan Primordialisme, yang berkiblat pada ikatan kesukuan, kedaerahan, keagamaan dan/atau antar golongan. <br />
<br />
Sejarah membuktikan, selama 30 tahun terakhir Indonesia tercengkeram oleh satu model kekuasaan yang otoritarian, yang biasa disebut rezim Orde Baru. Sebagai akibatnya, banyak masalah ketidaksukaan dan ketidakpuasan bergolak di bawah permukaan. Yang paling menonjol saat itu adalah matinya demokrasi, menjamurkan KKN, tidak adanya hukum yang berkeadilan, dan sebagainya. Akibat kondisi terebut, potensi keretakan berubah menjadi bom waktu. Banyak orang mencoba memobilisasi agama, atau etnisitas, atau bahkan mengusung wacana dunia seperti demokrasi dan keadilan universal untuk melakukan konsolidasi resistensi. Dengan tergesa-gesa dan ceroboh, rezim menyelesaikan resistensi itu dengan kekerasan terbuka atau tersembunyi. Kita tahu, pada waktu itu aparat militer sungguh berkuasa dan menakutkan. Apakah militer melakukan itu dengan memegang semangat nasionalisme Indonesia. Namun, strategi yang paling jitu untuk menangkal resistensi itu pemerintah Orde Baru memanfaatkan nasionalisme untuk mengontrol dan menek potensial yang menghancurkan pemerintahan bahkan negara. Dalam hal ini nasionalisme haruslah dibangun sedemikian rupa yang berkiblat pada bagaimana mempertahankan pluralisme (Bhineka Tunggal Ika) agar kekecewaan-kekecewaan yang terjadi di lokal-lokal dapat dipatahkan. <br />
<br />
Nasionalisme Indonesia dikedepankan untuk menahan agar nasionalisme etnis, atau nasionalisme agama, atau nasionalisme geografis tidak berkembang menjadi kekuatan yangal Ika) Negara Indonesia di dalam wawasan nusantara, yang mengakomodir ketergantungan global. <br />
<br />
Namun nasionalisme semacam itupun sangat sulit dibangun jika sistem sosial, sistem hukum dan sistem pemerintahan telah terkontaminasi dengan budaya korup yang tidak dapat dicegah. Selama Orde Baru, sistem politik atau struktur kekuasaan telah memungkinkan merajalelanya korupsi besar-besaran di segala bidang. <br />
<br />
Korupsi yang “membudaya” ini telah membikin kerusakan-kerusakan parah bahkan sampai kepada budaya prilaku masyarakat lapisan bawah yang memandang korupsi sebagai bagian dari sistem sosial, politik, ekonomi, hukum dan pemerintahan. Sekalipun dalam undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mulai dari UU No.31 tahun 1999 Jo. UU No.20 tahun 2001 yang dalam pertimbangannya telah menegaskan bahwa “akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghabat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi”. Korupsi tidak hanya sekedar merusak keuangan dan perekonomian negara, akan tetapi merusak seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berdaulat. <br />
<br />
Menyambut sumpah pemuda 28 Oktober 2010 ini, kita butuh faham nasionalisme yang baru atau faham Nasionalisme yang ke-II, dimana Nasionalisme yang baru ini benar-benar berkiblat pada : <br />
<br />
1). faham Bhineka Tunggal Ika, karena tidak mungkin ada persatuan jika masyarakatnya kita tidak mampu menjadi orang yang berbeda dengan orang lain atau tidak mampu mengatasi perbedaannya ; <br />
<br />
2). Terbangunnya sikap bersama bagaimana Korupsi Harus diberantas tuntas karena bertentangan dengan pembangunan nasional disegala bidang ; dan <br />
<br />
3). Terbangunnya sikap setiap warganegara Indonesia tentang keharusan mempertahankan keutuhan bangsa dan negara Indonesia yang memahami wawasan nusantara sebagai satu kesatuan yang integral dari : Ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, agama, pertahanan dan keamanan nasional. <br />
<br />
Nasionalisme tidak akan pernah dimiliki oleh seorang Koruptor, karena Koruptor adalah parasit negara yang menyengsarakan kehidupan rakyat dan membangkrutkan negara menjadi hancur. Dari dahulu kita sudah sama tahu bahwa penyebab utama terjadinya tindak pidana korupsi adalah : <br />
<br />
1)Adanya unsur "Rangsangan" hal ini berkaitan dengan rendahnya iman dan taqwa yang dimiliki oleh para penyelenggara negara dan pihak lain yang terlibat meguasai keuangan negara ; <br />
<br />
2)Adanya unsur "Kesempatan", hal ini berkaitan dengan rendahnya unsur "Pengawasan" dalam managemen pengelolaan keuangan negara ; <br />
<br />
Orang tidak mungkin mau korupsi jika ia tidak terangsang dan tidak ada kesempatan untuk itu. Obsesi korupsi tentu disebabkan : <br />
<br />
1. Gaya hidup yang senang pamer ; <br />
2. Merasa banyak uang akan dihargai orang ;<br />
3. Untuk membiayai proyek mencari kekuasaan ; <br />
4. Untuk biaya gengsi sosial yang terlanjur tinggi ; <br />
5. Untuk modal usaha sebagai jaminan hari tua ; <br />
6. Terpaksa untuk membiayai kebutuhan pokok yang mendesak, seperti biaya sekolah anak, biaya pengobatan keluarga yang sakit ; <br />
7.Dll. <br />
<br />
Masyarakat Indonesia yang menganut ekonomi pasar dan neo liberalisme tidak dapat menghindari terjangkitnya gaya hidup mewah yang memerlukan biaya yang tinggi, sementara pendapatan dan daya belinya yang rendah, maka tidak dapat menghindari dari rangsangan untuk korupsi, apalagi Iman dan Taqwa sebagian besar masyarakat kita sangat diragukan. Sekarang mau diberantas dari mana wahai petinggi2 para elite pemerintah dan elite politik di negeri ini...???!!Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-81188358540591295792011-03-05T10:40:00.003-08:002011-03-05T10:40:44.936-08:00<h3 class="post-title entry-title"> PENGIKATAN JAMINAN PESAWAT TERBANG </h3><div class="post-header"> </div><div align="justify"> </div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span style="text-transform: uppercase;"><br />
</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span style="text-transform: uppercase;">Pengikatan Jaminan Pesawat Terbang sebagai jaminan fasilitas kredit Bank</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">LATAR BELAKANG</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Suatu BANK telah menyalurkan fasilitas kredit kepada debiturnya dengan menerima barang jaminan kredit yang satu diantaranya adalah pesawat terbang. Pengikatan yang dilakukan oleh BANK terhadap 2 (dua) unit pesawat terbang dimaksud adalah secara Fidusia Notariil.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Hal tersebut selanjutnya menjadi temuan Tim Audit Internal BANK ybs dan berdasarkan hasil audit tersebut, Tim Audit memberikan rekomendasi agar pengikatan terhadap pesawat terbang dimaksud dilakukan secara Fidusia dan mendaftarkannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">DASAR HUKUM</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span> </span>1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW);</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span> </span>2. UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span> </span>3. UU No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia;</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">PEMBAHASAN</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Berdasarkan asas dan prinsip hukum perdata di Indonesia khususnya dan yang dianut oleh mayoritas negara-negara di dunia, pesawat terbang digolongkan sebagai benda tidak bergerak. Prinsip hukum ini berpengaruh pada penetapan aturan hukum keperdataan yang berlaku bagi pesawat terbang sebagai objek jaminan, yaitu antara lain dapat mempunyai hubungan dengan lembaga jaminan berupa Hipotik (Hypotheek). Dibeberapa negara maju, lembaga jaminan pesawat terbang telah dilaksanakan melalui ketentuan Mortgage.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ketentuan mengenai lembaga jaminan pesawat terbang diatur dalam Pasal 9, 10, dan 12 UU No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengenai pendaftaran dan kebangsaan pesawat terbang serta lembaga jaminan pesawat terbang.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalam Pasal 9 UU Penerbangan diatur bahwa pesawat terbang yang akan dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Dalam hal ini, tidak semua pesawat terbang dapat mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, kecuali pesawat terbang Sipil yang tidak didaftarkan di negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan dan syarat dibawah ini :</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 30pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="font-family: Symbol;"><span>·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span dir="LTR">Dimiliki oleh Warga Negara </span>Indonesia atau dimiliki oleh Badan Hukum Indonesia;</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 30pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="font-family: Symbol;"><span>·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span dir="LTR">Dimiliki oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing dan dioperasikan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaian minimal 2 (dua) tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau bentuk perjanjian lainnya;</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 30pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="font-family: Symbol;"><span>·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span dir="LTR">Dimiliki oleh instansi pemerintah;</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 30pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="font-family: Symbol;"><span>·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span dir="LTR">Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan pemerintah.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Secara khusus ketentuan mengenai pendaftaran pesawat terbang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan pendaftaran pesawat terbang sipil diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selain tanda pendaftaran Indonesia , sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 10 UU Penerbangan, pesawat terbang dan helikopter yang akan dioperasikan di Indonesia wajib pula mempunyai tanda kebangsaan Indonesia. Tanda kebangsaan Indonesia dimaksud hanya akan diberikan kepada pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Persyaratan dan tata cara memperoleh dan mencabut tanda kebangsaan Indonesia bagi pesawat terbang dan helikopter dan jenis-jenis tertentu dari pesawat terbang dan helikopter yang dapat dibebaskan dari kewajiban memiliki tanda kebangsaan Indonesia, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan diterapkannya pendaftaran terhadap Pesawat Terbang, maka memberikan sifat hak kebendaan yang kuat kepada pemilik dan hak itu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada. Dalam praktek, hal ini memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik, karena pemilik dapat mempertahankan haknya terhadap khalayak umum (publik).</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan demikian secara yuridis pesawat terbang atau helikopter merupakan benda yang dapat dijadikan sebagai jaminan pelunasan suatu utang (agunan) sepanjang pesawat terbang atau helikopter tersebut telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut :</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.25pt; text-align: justify; text-indent: -35.25pt;"><span><span>(1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span dir="LTR">Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan </span>Indonesia dapat dibebani Hipotek.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.25pt; text-align: justify; text-indent: -35.25pt;"><span><span>(2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span dir="LTR">Pembebanan Hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.25pt; text-align: justify; text-indent: -35.25pt;"><span><span>(3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span dir="LTR">Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran hipotek pesawat udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Berdasarkan seluruh penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengikatan pesawat terbang dan helikopter dilaksanakan melalui pembebanan hipotik. Lalu timbul pertanyaan bagaimanakah tata cara pendaftaran hipotik pesawat terbang dan helikopter ? lembaga manakah yang berwenang mencatat pendaftaran dan menerbitkan Sertipikat Hipotik atas pesawat terbang dan helikopter ?</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Berdasarkan penelitian kami, peraturan pemerintah yang mengatur mengenai pembebanan hipotek atas pesawat terbang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 ayat (3) UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan sampai saat ini belum direalisasikan, sehingga pelaksanaan pembebanan Hipotek atas Pesawat Terbang masih belum jelas dan belum bersifat nasional, yang artinya tidak semua Dinas Perhubungan (yang nantinya diharapkan sebagai badan yang melakukan registrasi terhadap pembebanan Hipotek atas Pesawat Terbang) dapat menerima atau bersedia melakukan pencatatan terhadap pembebanan Hipotek atas pesawat terbang, atau dengan kata lain belum ada badan yang ditunjuk secara resmi sebagai badan yang berwenang melakukan registrasi terhadap pembebanan Hipotek atas pesawat terbang, sebagaimana Kantor Pendaftaran Fidusia dalam hal pembebanan Fidusia, Kantor Pertanahan (BPN) dalam hal pembebanan Hak Tanggungan atau Kantor Syahbandar dalam hal pembebanan Hipotek atas kapal.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Mengingat peraturan pemerintah belum ada, lalu apakah pengikatan pesawat terbang dapat diterobos dengan melakukan pengikatan Fidusia dan mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia ? mengingat pengikatan fidusia dapat dilaksanakan terhadap benda-benda jaminan yang tidak dapat diikat Hak Tanggungan maupun hipotik ?</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Walapun dalam ketentuan umum dalam Undang-Undang No 42 tahun 1999 tentang Fidusia, pada Pasal 1 ayat 4 menyebutkan, bahwa yang dapat dibebani Fidusia salah satunya adalah benda yang terhadapnya tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotek, namun pasal/klausul tersebut tidak serta merta berlaku bagi pesawat terbang, mengingat dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) UU No. 42 tahun 1999 tentang Fidusia telah secara tegas menyebutkan bahwa UU Fidusia tidak berlaku terhadap Hipotek atas pesawat terbang.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">KESIMPULAN, SARAN DAN CATATAN PENULIS</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kesimpulan</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pengikatan Jaminan atas pesawat terbang melalui pembebanan Hipotik sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan belum dapat dilaksanakan dan pembebanan melalui Fidusia bertentangan dengan ketentuan Pasal 3 ayat (3) UU No. 42 tahun 1999 tentang Fidusia yang secara tegas menyebutkan bahwa Fidusia tidak berlaku terhadap Hipotik atas pesawat terbang.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Saran</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Berdasarkan hal-hal tersebut diatas sebagai langkah pengamanan bagi BANK, kami memberikan masukan agar terhadap jaminan berupa pesawat terbang diperlakukan sebagai jaminan tambahan dan bukan sebagai jaminan pokok atas suatu hutang (fasilitas kredit). Namun demikian apabila jaminan pesawat terbang tersebut harus diterima oleh BANK, maka kami menyarankan agar BANK memperkirakan dan meyakinkan bahwa tidak ada kreditur lain yang mempunyai hubungan utang piutang dengan pihak debitur yang menyerahkan pesawat terbang sebagai jaminan kredit.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Catatan</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pemerintah seyogyanya memperhatikan permasalahan ini, karena kebutuhan akan penggunaan pesawat terbang dalam perkembangannya dewasa ini sudah bukan merupakan hal yang exclusive, namun sudah merupakan kebutuhan primer bagi mobilitas umat manusia, sehingga pembiayaan kredit bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang usaha air traffic carrier sangat terbuka luas dan memberikan tantangan peluang usaha kedepan. Sehingga pemerintah dituntut untuk segera mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang tata cara pengikatan pesawat terbang dan helikopter.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Demikian pula untuk pelaku usaha perbankan di tanah air, agar segera<span> </span>mendapatkan kepastian dalam mengakomodir tantangan dan peluang kedepan dalam melakukan pembiayaan terhadap usaha air traffic carrier sehingga kedepan tidak ada hambatan regulasi untuk membiayai kredit jasa air traffic carrier tersebut.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">… and justice for all …</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Penulis<span> </span>:<span> </span>Achmad Susetyo dan Pudyo Bayu Hartawan</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Catatan :</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sebagai tambahan <br />
<br />
UU Penerbangan baru UU Penerbangan yang baru (UU No. 1 Tahun 2009) tidak menyentuh pengaturan mengenai pembebanan hipotik pesawat terbang. <br />
<br />
Dalam UU Penerbangan 2009 ketentuan mengenai penjaminan pesawat terbang diatur dalam pasal 71 s/d 82 tetapi memang tidak menyebutkan hipotik. Sepengetahuan saya, dikarenakan belum ada PP berdasarkan UU lama maka pembebanan jaminan atas pesawat terbang dapat dilakukan dengan Fidusia. Supaya tidak tunduk pada hukum hipotik maka yang menjadi obyek fidusia adalah bukan pesawat secara utuh tetapi bagian2 dari pesawat, misalnya mesin, turbin, badan pesawat/kabin, dlsb (walaupun dapat saja meliputi hampir seluruh bagian pesawat). Kayaknya ini akal-akalan tetapi tidak melanggar hukum. Ini merupakan satu-satunya alternatif cara pembebanan untuk “pesawat” apabila memang tidak ada agunan lain. Soal bagaimana eksekusinya, itu persoalan lain.</div>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-50826310656463133112011-03-05T10:38:00.001-08:002011-03-05T10:38:23.097-08:00<h3 class="post-title"> <a href="http://4iral0tus.blogspot.com/2010/07/hipotik-atas-pesawat.html">HIPOTIK ATAS PESAWAT</a> </h3>A. Latar Belakang <br />
Indonesia, sebagai Negara kepulauan, sangat memerlukan sarana transportasi yang cepat, murah, dan aman. Transportasi udara dengan menggunakan pesawat udara adalah merupakan alat transportasi yang tercepat dibandingkan dengan sarana angkutan laut dan angkutan darat. Perkembangan transportasi udara mengalami perkembangan pesat, setelah pemerintah memberikan cukup kebebasan bagi maskapai penerbangan untuk menentukan tarif.<br />
Namun, berkembangnya pertumbuhan bisnis transportasi udara, tidak diiringi dengan sistem hukum yang menopang pertumbuhan bisnis sektor tersebut. Salah satu diantaranya adalah hukum mengenai agunan atas pesawat udara (yaitu: pesawat terbang dan helikopter) yang terkait dengan pembiayaan pengadaan/pembelian pesawat udara. Sebab, jarang sekali atau bahkan hampir tidak pernah terjadi maskapai penerbangan membeli pesawat udara secara tunai seketika dengan menggunakan semata-mata uang/modalnya sendiri. Dengan sistem non tunai atau pinjaman diperlukan agunan yang memberikan kepastian hukum atas pembayaran kembali pinjaman secara tepat waktu dan untuk jumlah seluruhnya. Dengan adanya agunan yang bersifat kebendaan yang memberikan hak utama/prioritas kepada kreditur, maka apabila debitur wanprestasi atau gagal melakukan pembayaran kembali atas pinjamannya kreditur dapat mengeksekusi agunan kebendaan yang telah diberikan debitor tersebut guna pelunasan hutangnya. Oleh karenanya kreditor dapat merasa lebih aman dalam memberikan pembiayaan/kredit terhadap debitor. <br />
B. Pembahasan <br />
Terkait dengan pengaturan pesawat udara sebagai agunan (jaminan) utang, pertama kali aturan yang diperkenalkan adalah melalui Keputusan Menteri Perhubungan No.13/S/1971 (“Kep Menhub No.13/S/1971”). <br />
Selanjutnya, untuk menjelaskan jaminan pesawat udara, diterbitkan Surat Edaran Menhub No.01/ED/1971 (“SE”) yang memberikan penjelasan pasal 11 Kep Menhub No.13/S/1971. SE tersebut diantaranya menjelaskan bahwa mortgage atas pesawat udara tidak mutlak diberikan dan diadakan di Indonesia, melainkan dapat pula dilakukan di luar negeri, asalkan prosedurnya sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara tersebut dan terdapat suatu ketentuan yang menentukan hukum Negara mana yang akan berlaku. Sebelum mortgage atas pesawat udara dapat dicatatkan pada Departemen Perhubungan. Ditjen Perhubungan Udara, mortgage yang diadakan di luar negeri tersebut harus ditetapkan kembali (di-verifikasi) oleh notaris di Indonesia.<br />
Kep Menhub No.13/S/1971 tak berlaku lagi sejak terbitnya Kep Menhub No.KM 65/2000 yang kemudian dicabut dengan Kep Menhub No.KM 82/2004 tentang Prosedur Pengadaan Pesawat Terbang dan Helikopter. <br />
Pasal 7 Kep Menhub No.KM 82/2004 mengatur bahwa dalam hal pesawat terbang dan helikopter dibebani hak kebendaan (hipotik atau mortgage), pihak yang akan mengalihkannya wajib mencatatkan pada Ditjen Perhubungan Udara dengan menyampaikan bukti pengikatan hak kebendaan tersebut.<br />
Sesungguhnya amanat diaturnya hukum tentang agunan atas pesawat udara sudah ada sejak diundangkannya UU No.15 tahun 1992 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”) tanggal 25 Mei 1992. Pasal 12 UU Penerbangan mengatur:<br />
(1) Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani hipotek;<br />
(2) Pembebanan hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud ayat (1) harus didaftarkan; <br />
(3) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. <br />
Adapun penjelasan dari Pasal 12 UU Penerbangan tersebut diatas adalah sebagai berikut:<br />
Ayat (1) Terhadap hipotek pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini berlaku ketentuan-ketentuan hipotek dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.<br />
Ketentuan dalam pasal ini tidak menutup pembebanan pesawat terbang dan helikopter dengan hak jaminan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) & Ayat (3).<br />
Hingga saat ini Peraturan Pemerintah sebagai ketentuan pengatur lebih lanjut dari Pasal 12 UU Penerbangan tersebut diatas belum pernah dikeluarkan sehingga ketentuan mengenai agunan pesawat udara tersebut diatas tidak dapat dilaksanakan.<br />
Selain dari itu perlu diperhatikan bahwa ada beberapa kendala sehingga pembebanan atas pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 12 UU Penerbangan tersebut diatas sulit untuk bisa dilaksanakan, yaitu:<br />
1. Berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia ketentuan-ketentuan hipotek berlaku untuk tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya (dahulu – sedangkan sekarang atas tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya dibebankan dengan Hak Tanggungan). Selanjutnya berdasarkan pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Dagang Indonesia hipotek berlaku untuk kapal laut berukuran paling sedikit dua puluh meter kubik (20 m3). Baik Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang Indonesia tidak menyebutkan mengenai pesawat terbang dan helikopter.<br />
2. Pendaftaran atau Registrasi khusus untuk pembebanan pesawat terbang dan helikopter baik dalam bentuk hipotek atau hak agunan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku belum tersedia.<br />
Contohnya: <br />
(a) pendaftaran atau registrasi pembebanan hipotek dan atau Hak Tanggungan atas tanah dilakukan di Badan Pertanahan Nasional kabupaten atau kota setempat dimana tanah tersebut berlokasi; dan <br />
(b) pendaftaran atau registrasi pembebanan hipotek atas kapal laut berukuran 20 m3 atau lebih dilakukan oleh pejabat khusus (Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama Kapal) yang diangkat oleh Menteri Perhubungan di kantor yang khusus disediakan untuk hal tersebut dilingkungan Departemen Perhubungan Laut. Dengan dilakukannya pendaftaran atau registrasi sesuai prosedur yang ditentukan, Hak Tanggungan dan Hipotek kapal tersebut merupakan suatu hak agunan yang mengikat pihak ketiga dan memberikan kedudukan yang diutamakan (preferen) kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain dari debitor yang mengagunkan tanah atau kapalnya tersebut.<br />
3. Meskipun penjelasan dari Ayat 1 Pasal 12 UU Penerbangan tersebut menyebutkan bahwa tidak tertutup kemungkinan dilakukannya pembebanan pesawat terbang dan helikopter dengan hak jaminan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (misalnya dengan jaminan fidusia), didalam prakteknya terjadi perbedaan interpretasi mengenai hal tersebut yang menghambat pelaksanaan pembebanan pesawat terbang dan helikopter sebagai agunan utang terutama untuk pembiayaan dalam negeri dengan kreditur bank-bank di Indonesia.<br />
Dengan kondisi-kondisi diatas, sangat jelas bahwa untuk kepastian hukum dapat dilakukannya pembebanan pesawat terbang dan helikopter sebagai agunan utang di Indonesia, diperlukan perangkat hukum yang mengatur suatu lembaga pembebanan khusus untuk pesawat terbang dan helikopter sebagai agunan utang. <br />
Berdasarkan asas dan prinsip hukum perdata di Indonesia khususnya dan yang dianut oleh mayoritas negara-negara di dunia, pesawat terbang digolongkan sebagai benda tidak bergerak. Prinsip hukum ini berpengaruh pada penetapan aturan hukum keperdataan yang berlaku bagi pesawat terbang sebagai objek jaminan, yaitu antara lain dapat mempunyai hubungan dengan lembaga jaminan berupa Hipotik (Hypotheek). Dibeberapa negara maju, lembaga jaminan pesawat terbang telah dilaksanakan melalui ketentuan Mortgage.<br />
Ketentuan mengenai lembaga jaminan pesawat terbang diatur dalam Pasal 9, 10, dan 12 UU No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengenai pendaftaran dan kebangsaan pesawat terbang serta lembaga jaminan pesawat terbang.<br />
Dalam Pasal 9 UU Penerbangan diatur bahwa pesawat terbang yang akan dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Dalam hal ini, tidak semua pesawat terbang dapat mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, kecuali pesawat terbang Sipil yang tidak didaftarkan di negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan dan syarat dibawah ini :<br />
• Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau dimiliki oleh Badan Hukum Indonesia; <br />
• Dimiliki oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing dan dioperasikan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaian minimal 2 (dua) tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau bentuk perjanjian lainnya; <br />
• Dimiliki oleh instansi pemerintah; <br />
• Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan pemerintah. <br />
Secara khusus ketentuan mengenai pendaftaran pesawat terbang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan pendaftaran pesawat terbang sipil diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.<br />
Selain tanda pendaftaran Indonesia, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 10 UU Penerbangan, pesawat terbang dan helikopter yang akan dioperasikan di Indonesia wajib pula mempunyai tanda kebangsaan Indonesia. Tanda kebangsaan Indonesia dimaksud hanya akan diberikan kepada pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Persyaratan dan tata cara memperoleh dan mencabut tanda kebangsaan Indonesia bagi pesawat terbang dan helikopter dan jenis-jenis tertentu dari pesawat terbang dan helikopter yang dapat dibebaskan dari kewajiban memiliki tanda kebangsaan Indonesia, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.<br />
Dengan diterapkannya pendaftaran terhadap Pesawat Terbang, maka memberikan sifat hak kebendaan yang kuat kepada pemilik dan hak itu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada. Dalam praktek, hal ini memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik, karena pemilik dapat mempertahankan haknya terhadap khalayak umum (publik).<br />
Dengan demikian secara yuridis pesawat terbang atau helikopter merupakan benda yang dapat dijadikan sebagai jaminan pelunasan suatu utang (agunan) sepanjang pesawat terbang atau helikopter tersebut telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan yang dapat disimpulkan bahwa pengikatan pesawat terbang dan helikopter dilaksanakan melalui pembebanan hipotik.<br />
Peraturan pemerintah yang mengatur mengenai pembebanan hipotek atas pesawat terbang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 ayat (3) UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan sampai saat ini belum direalisasikan, sehingga pelaksanaan pembebanan Hipotek atas Pesawat Terbang masih belum jelas dan belum bersifat nasional, yang artinya tidak semua Dinas Perhubungan (yang nantinya diharapkan sebagai badan yang melakukan registrasi terhadap pembebanan Hipotek atas Pesawat Terbang) dapat menerima atau bersedia melakukan pencatatan terhadap pembebanan Hipotek atas pesawat terbang, atau dengan kata lain belum ada badan yang ditunjuk secara resmi sebagai badan yang berwenang melakukan registrasi terhadap pembebanan Hipotek atas pesawat terbang, sebagaimana Kantor Pendaftaran Fidusia dalam hal pembebanan Fidusia, Kantor Pertanahan (BPN) dalam hal pembebanan Hak Tanggungan atau Kantor Syahbandar dalam hal pembebanan Hipotek atas kapal.<br />
Mengingat peraturan pemerintah belum ada, lalu apakah pengikatan pesawat terbang dapat diterobos dengan melakukan pengikatan Fidusia dan mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia ? mengingat pengikatan fidusia dapat dilaksanakan terhadap benda-benda jaminan yang tidak dapat diikat Hak Tanggungan maupun hipotik ?<br />
Walapun dalam ketentuan umum dalam Undang-Undang No 42 tahun 1999 tentang Fidusia, pada Pasal 1 ayat 4 menyebutkan, bahwa yang dapat dibebani Fidusia salah satunya adalah benda yang terhadapnya tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotek, namun pasal/klausul tersebut tidak serta merta berlaku bagi pesawat terbang, mengingat dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) UU No. 42 tahun 1999 tentang Fidusia telah secara tegas menyebutkan bahwa UU Fidusia tidak berlaku terhadap Hipotek atas pesawat terbang.<br />
C. Kesimpulan<br />
Pengikatan Jaminan atas pesawat terbang melalui pembebanan Hipotik sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan belum dapat dilaksanakan dan pembebanan melalui Fidusia bertentangan dengan ketentuan Pasal 3 ayat (3) UU No. 42 tahun 1999 tentang Fidusia yang secara tegas menyebutkan bahwa Fidusia tidak berlaku terhadap Hipotik atas pesawat terbang.<br />
Kebutuhan akan penggunaan pesawat terbang dalam perkembangannya dewasa ini sudah bukan merupakan hal yang exclusive, namun sudah merupakan kebutuhan primer bagi mobilitas umat manusia, sehingga pembiayaan kredit bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang usaha air traffic carrier sangat terbuka luas dan memberikan tantangan peluang usaha kedepan. Sehingga pemerintah dituntut untuk segera mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang tata cara pengikatan pesawat terbang dan helikopter.<br />
Demikian pula untuk pelaku usaha perbankan di tanah air, agar segera mendapatkan kepastian dalam mengakomodir tantangan dan peluang kedepan dalam melakukan pembiayaan terhadap usaha air traffic carrier sehingga kedepan tidak ada hambatan regulasi untuk membiayai kredit jasa air traffic carrier tersebut.<br />
UU Penerbangan baru UU Penerbangan yang baru (UU No. 1 Tahun 2009) tidak menyentuh pengaturan mengenai pembebanan hipotik pesawat terbang. <br />
Dalam UU Penerbangan 2009 ketentuan mengenai penjaminan pesawat terbang diatur dalam pasal 71 s/d 82 tetapi memang tidak menyebutkan hipotik. Dikarenakan belum ada PP berdasarkan UU lama maka pembebanan jaminan atas pesawat terbang dapat dilakukan dengan Fidusia. Supaya tidak tunduk pada hukum hipotik maka yang menjadi obyek fidusia adalah bukan pesawat secara utuh tetapi bagian-bagian dari pesawat, misalnya mesin, turbin, badan pesawat/kabin, dlsb (walaupun dapat saja meliputi hampir seluruh bagian pesawat).Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-23984296822736187182011-03-05T10:36:00.003-08:002011-03-05T10:36:37.286-08:00fidusia<h3 class="post-title"> <a href="http://nickreuh.blogspot.com/2009/04/hukum-jaminan-fidusia_06.html">HUKUM JAMINAN FIDUSIA</a> </h3><span style="font-size: 100%;">Salah satu</span> masalah<span style="color: black;"> hukum</span> yang masih belum tuntas penanganannya dan meminta perhatian sampai sekarang adalah bidang hokum jaminan. Hukum jaminan memiliki kaitan yang erat dengan bidang hukum benda dan perbankan. Di bidang perbankan kaitan ini terletak pada fungsi perbankan yakni sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, yang salah satu usahanya adalah memberikan kredit. Selain itu, bagi pembangunan ekonomi Negara, kredit merupakan tulang punggung bagi pembangunan bidang ekonomi. Ini berarti perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek pembangunan seperti bidang perdagangan, perindustrian, perumahan, transportasi, dan sebagainya. Perkreditan juga memberikan perlindungan kepada golongan ekonomi lemah dalam pengembangan usahanya. Sektor perkreditan merupakan salah satu sarana pemupukan modal bagi masyarakat bisnis. Bagi kaum pengusaha, mengambil uang (kredit atau pinjaman) sudah merupakan faktor yang tidak papat di pisahkan dari kehidupan bisnis. Memang sangat sulit untuk melepaskan dunia bisnis tanpa pinjaman kredit bank, <span id="fullpost">sebagaimana dikatakan O.K Brahan “Ons huidige economische leven is niet meer denkbaar zonder kredietverlenting”. Bagi perbankkan, setiap pemberian kredit yang disalurkan kepada pengusaha selalu mengandung risiko. Oleh karena itu, perlu unsur pengamanan dalam pengembaliannya. <span id="fullpost" style="display: inline;">Unsur pengamanan (safety) adalah salah satu prinsip dasar dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability) dan keuntungan (profitability). Bentuk pengamanan kredit dalam praktik perbankkan dilakukan dengan pengikatan jaminan.</span><br />
<div style="text-align: justify;"><span id="fullpost" style="display: inline;">Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan yang paling di sukai bank adalah jaminan kebendaan. Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif adalah Jaminan Fidusia. Sebagai lembaga jaminan atas benda bergerak, jaminan fidusia banyak di pergunakan oleh masyarakat bisnis. Dahulu eksistensi fidusia didasarka kepada yurisprudensi. Sekarang jaminan fidusia sudah di atur dalam undang-undang tersendiri. Dalam perjalanannya sebagai lembaga jaminan yang dibutuhkan masyarakat, fidusia dapat menimbulkan persoalan hukum. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai lembaga jaminan fidusia menjamin semakin penting. Setidak-tidaknya karena beberapa hal, antara lain ketakjelasan konsep mengenai objek fidusia,masih kaburnya krakter fidusia, belum singkronnya prinsip-prinsip perundang-undangan yang mengatur lembaga jaminan, kesimpang siuran hak kreditur manakala nasabah debitur wanprestasi, kewenangan pemberi fidusia dan perlindungan hukum bagi pihak ketiga , dan jika terjadi likuidasi bank atau kepailitan nasabah debitur.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Ketakjelasan konsep mengenai objek fidusia dapat dilihat dari sejak lahirnya fidusia, sampai di aturnya jaminan fidusia dalam undang-undang. Pada awalnya, lembaga fidusia yang dikenal dalam hukum Romawi dengan nama fidusia cum creditore. Dalam perjanjian fidusia cum creditore, barang-barang debitur diserahkan dalam pemilikan kreditur. Barang-barang yang menjadi objek fidusia cum creditore pada saat itu dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak. Walaupun barang-barang tersebut diserahkan kepada kreditur oleh debitur, kreditur tidak dapat berbuat bebas. Maksud peralihan milik barang adalah untuk memberikan jaminan kepada kreditur atas ketaatan debitur. Apabila debitur telah memenuhi kewajibannya, kreditur menyerahkan kembali barang-barang jaminan kepada debitur. Mahadi mengatakan, menurut hukum romawi, dengan fidusia dimaksudkan peristiwa seorang debitur menyerahkan suatu benda kepada krediturnya dengan mengadakan jual beli pura-pura, dengan maksud menerima benda itu kembali dari kreditur tersebut setelah hutang dibayar, jadi sebangsa gadai.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Ketakjelasana objek fidusia selalu menjadi persoalan baik dikalangan yurisprudensi, dokrin maupun praktik perbankan. Pada putusan Hooge Raad (HR) dalam perkara AW de Haan v. Heineken Bierbrouwerij Maatschappij tanggal 25 Januari 1929 dikenal dengan Bierbrouwerij Arrest.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Secara singkat kasus tersebut, adalah pabrik bir Heineken membeli barang-barang inventaris kepunyaan restoran Societeit Harmoni bernama Bos. Pemilik restoran jatuh pailit. Kurator kepailitan (AW de Haan) menolak menyerahkan barang inventaris kepada Heineken. Selanjutnya, Heineken menuntut AW de Haan dengan meletakan sita revindikasi atas barang inventaris restoran.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Pengadilan Leeuwarden menganggap perjanjian fidusia itu sebagai perjanjian semu (schijnovereenkomst) dengan tujuan untuk menyelubungi perjanjian gadai yang sebenarnya. Perjanjian ini bertentangan dengan pasal 1198 ayat (2) BW Belanda, sehingga tidak diperbolehkan. Sebaliknya, dalam tingkat banding, pengadilan banding (Gerechtshof) beranggapan bahwa dalam perjanjian tersebut tidak terdapat perjanjian semu. Dengan demikian, AW de Haan diperintahkan untuk menyerahkan barang inventaris kepada Heineken. Selanjutnya, AW de Haan mengajukan kasasi. Dalam tingkat kasasi, HR memutuskan bahwa menyetujui pendapat Gerechtshof , dengan pertimbangan sebagai berikut : Pertama, bahwa lingkup dari perjanjian yang diadakan para pihak berisikan inventaris Bos akan menjadi jaminan hutang dan alasan itu telah ditetapkan sehingga alasan itu bukan tidak diperbolehkan. Kedua, perjanjian itu tidak bertentangan dengan aturan gadai sebab para pihak tidak memikat perjanjian gadai. Ketiga, perjanjian ini tidak bertentangan dengan asas kesamaan para kreditur (paritas creditorium), karena perjanjian itu mengenai barang milik Heineken dan bukan milik Bos. Keempat, dalam perjanjian ini tidak terdapat pertentanga dengan kesusilaan.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Dari peristiwa diatas, fidusia diakui sebagai lembaga jaminan dengan objek benda bergerak berupa inventaris perusahaan. Putusan HR tersebut merupakan awal bagi perkembangan hukum fidusia di Belanda. Jadi, lembaga fidusia ini adalah lembaga jaminan yang lahir dari hasil penemuan hukum oleh hakim, sebagai akibat dari sempitnya pengaturan gadai (pand) dalam KUH Perdata. Oleh karena itu, berbeda pengertiannya dengan fidusia cum creditore dalam masyarakat Romawi. Selanjutnya, menyusul putusan HR dalam kasus Hakkerrs van Tilburg Arrest tanggal 21 Juni 1929, N.J. 1929, p. 1096 yang menetapka fidusia atas mobil. Secara singkat kasus tersebut adalah Hakkers, seorang pengusaha penyewaan mobil mewah (Luxe-autoverhuurondernemer) di Denhaag meminjam uang kepada seorang pelepas uang (degeldschieter). Sebagai jaminan diserahkan mobil secara fidusia. Hakkers melalaikan kewajibannya dan pihak pelepas uang menuntut penyerahan mobil tersebut sebagai pemiliknya. Hakker menolak dengan alasan kebatalan pengalihan karena ini merupakan pengadaian tersembunyi (nietigheid van de overdracht omdat deze een verkapte verpanding zou zijn). HR memberikan putusan dengan petimbangan sebagai berikut : Pertama, bahwa ketentuan dalam Bab Kesembilan belas Buku II BW Belanda memang mengatur mengenai perjanjian gadai, tetapi lingkupnya tidaklah menghalangi para pihak untuk, jika mereka menganggap suatu perjanjian gadai tidak cocok bagi hubungan diantara mereka, kemudian membuat suatu perjanjian lain dimana debitur berdasarkan perjanjian itu, sebagai jaminan bagi pembayaran hutang, harus mengalihkan barang bergerak milikinya dengan janji bahwa barang itu tetap berada pada debitur. Kedua, bahwa karena itu perjanjian semacam ini yang telah dibuat para pihak tidak bertentangan secara langsung dengan ketentuan dalam bab tersebut diatas dan juga tidak merupakan penyelundupan terhadap ketentuan tersebut. Ketiga, bahwa karena itu tidak dapat dimengerti, mengapa suatu perjanjian seperti itu tidak memberikan alas hak yang sah bagi pengalih milik (waarom uit anderen hoofde een overeenkomst als voormeld niet zou opleveren een rechtsgeldige title van eigendomsovergang).</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Dalam putusan diatas terlihat bahwa objek fidusia masih merupakan benda bergerak (mobil). Dengan putusan-putusan HR tersebut, menurut O.K. Brahn, de kredietverlening met zekerheidstelling door middle van fiduciaire eigendom ging een enorme vlucht nemen. Berdasarkan pendapat ini, terlihat perjanjian kredit dengan jaminan fidusia mengalami perkembangan yang luar biasa cepat. Hanya saja objeknya masih berkisar pada benda bergerak.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Di Indonesia, peristiwa jaminan fidusia untuk pertama kali diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) v. Pedro Clignett tanggal 18 Agustus 1932 dengan objek fidusia adalah benda bergerak (mobil). Mernurut Mahadi, alasan pertimbangan yang dipakai MA adalah sama dengan pertimbangan HR di negeri Belanda tahun 1929. Setahun kemudian, Hooggerechtschof dengan arrestnya tanggal 16 Februari 1933 menetapkan bahwa hak grant (grantrecht) dapat dijadikan objek jaminan fidusia.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Menurut Boedi Harsono, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), hak grant dapat difidusiakan. Pada putusan MA dalam perkara Bank Indonesia Cabang Semarang v. Lo Ding Siang, No. 372/SIP/1970 tanggal 1 September 1971 ditetapkan bahwa perjanjian pemindahan hak milik mutlak sebagai jaminan adalah batal sepanjang mengenai satu percetakan termasuk kekayaan, antara lain mesin cetak dan satu gedung perkantoran termasuk inventaris. Dalam putusan tersebut, MA hanya mengesahkan fidusia atas barang-barang bergerak saja, sedangkan barang-barang lainnya yang tidak dapat digolongkan pada barang-barang bergerak tidak disahkan. Namun, perlu dicatat bahwa MA telah mengakui secara implisit adanya perbedaan antara barang bergerak dan barang tidak bergerak. Dalam putusan MA tersebut tidak terlihat alasan-alasan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan sifat-sifat yuridis dari benda yang difidusiakan. Hanya MA menyebutkan jenis barang yang tidak dapat difidusiakan. Dari putusan ini muncul persoalan yuridis terhadap objek fidusia yaitu apakah fidusia hanya dapat dibebankan terhadap barang bergerak. Persoalan yuridis tersebut akan lebih menarik lagi jika dihubungkan dengan suasana berlakunya UUPA yang didasarkan kepada hukum adat. Permasalahannya adalah apakah setelah berlakunya UUPA, masih dikenal pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak? Mengapa mesin cetak atau inventaris dari gedung perkantoran yang menjadi objek fidusia dibatalkan oleh MA? Apakah jalan pikiran MA msasih berpegang pada KUH Perdata dengan menganggap barang-barang tersebut merupakan barang tidak bergerak. Suati interpretasi yang dapat diberikan adalah mesin cetak atau inventaris gedung adalah benda bergerak, tetapi karena memiliki hubungan yang erat dengan benda tidak bergerak sehingga memperoleh karakter benda tidak bergerak yaitu sebagai benda tambahan (bijzaak) atau benda penolong (hulpzaak).</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Yurisprudensi selanjutnya adalah putusan MA dalam perkara Bank Negara Indonesia 1946 v. Fa Megaria, No 1500 K/SIP/1978 tanggal 2 Januari 1980 yang menjadi objek fidusia adalah benda bergerak yaitu besi beton dan semen. Dalam perkembangannya, pendapat MA dalam perkara Bank Negara Indonesia 1946 v. PT. Sriwidjaya Raya Lines, Koromath, dan JTN Sipahutar, No.3216/K/Perd/1984 tanggal 28 Juli 1986 menetapkan bahwa tanah berikut rumah yang ada di atasnya yang belum jelas status haknya dapat difidusiakan.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Bedasarkan putusan-putusan MA tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa objek fidusia adalah benda bergerak dan benda tidak begerak. Benda tidak bergerak yang menjadi objek fidusia adalah tanah hak grant dan tanah belum bersertifikat. Selain itu, MA telah melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) bagi lahirnya fidusia di Indonesia dalam rangka pembinaan hukum jaminan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian dari putusan MA itu menimbulkan problem hukum dikalangan para ahli hukum.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Dalam bidang perundang-undangan, ketakjelasan objek fidusia dapat dilihat setelah berlakunya UUPA. Menurut UUPA, hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan objek jaminan dengan hak tanggungan adalah hak milik, hak guna bangunan dan hak guna usaha. Bagaiman dengan hak-hak atas tanah lainnya seperti hak pakia dan hak sewa. Kedua jenis hak ini memiliki nilai ekonomis untuk dijadikan jaminan hutang. Dalam Surat Direktur Jenderal Agraria Nomor DIB 3/73/3/73 tanggal 26 Maret 1973 dikatakan bahwa hak pakai tidak dapat dibebankan dengan hipotik (sekarang hak tanggungan). Sebagai jalan keluarnya dipergunakan lembaga fidusia. Demikian juga fidusia dapat dibebankan atas bangunan di atas tanah hak sewa. Dalam praktik, bank selalu memberikan kredit terhadap hak sewa atas kios-kios dari suatu plaza dengan bentuk bangunan fidusia. R.D. Kollewijn yang disitir oleh Sudargo Gautama mengatakan bahwa bangunan/ rumah yang berdiri di atas tanah orang lain dapat diikat dengan fidusia.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 (UURS), objek fidusia adalah rumah susun atau satuan rumah susun yang didirikan di atas tanah hak pakai atau tanah Negara. Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 (UUPP). Objek fidusia adalah rumah tidak ditentukan apakah rumah itu didirikan diatas suatu jenis hak atas tanah tertentu. Berbeda halnya dengan UURS yang menegaskan objek jaminan fidusia dengan melihat hak atas tanah, dalam UUPP yang diutamakan sebagai jaminan hutang adalah rumah terlepas dari hak atas tanah. Sejak keluarnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 (UUHT), ketentuan fidusia dalam UURS dicabut dan diganti dengan lembaga hak tanggungan, sedangkan fidusia dalam UUPP tidak dicabut berarti masih berlaku. Demikian pula terhadap tanah belum bersertifikat dan hak pakai yang sebelum berlakunya UUHT menjadi persoalan, sekarang telah dituntaskan melalui hak tanggungan. Persoalan yang muncul adalah bagaimana dengan putusan MA No. 3216 K/SIP/1984 yang menetapkan tanah belum bersertifikat sebagai objek fidusia. Di sini terjadi kontradiksi antara putusan MA dengan UUHT. Manakah yang harus dijadikan pedoman? Tentunya persoalan ini cukup menarik dan menghendaki pemecahannya melalui teori hukum.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Sekarang jaminan fidusia telah diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 (UUJF), tetapi ketakjelasan objek fidusia tersebut tetap saja dipersoalkan. Dalam UUJF, tidak dinyatakan secara tegas benda-benda apa saja yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan pembebanan fidusia. Hanya saja ditentukan ruang lingkup berlakunya UUJF. Namun, berdasarkan pasal 1 angka 2 UUJF, dapat disimpulkan bahwa objek jaminan fidusia menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda tidak bergerak yang dimaksudkan adalah bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak dan tanggungan yaitu bangunan diatas tanah milik orang lain. Dalam Seminar Sosialisasi UUJF, salah satu penyaji makalah dari hakim agung masih mempertanyakan apakah bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan merupakan benda tidak bergerak. Selanjutnya, hakim agung tersebut menunjuk pada putusan MA No. 372 K/SIP/1970 tanggal 1 September 1971, yang amar putusan antara lain untuk menyerahkan gedung kantor kepada penggugat asal (Lo Ding Siang). Pendapat lain mengatakan objek fidusia terlalu luas. Ada pula yang menginginkan bahwa objek fidusia adalah barang bergerak yang tidak terdaftar.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Apabila diperhatikan putusan-putusan pengadilan dan perundang-undangan tersebut diatas, belum terdapat kejelasan dan kepastian mengenai objek fidusia. Persoalan ini terletak kepada kelemahan pengaturan hukum jaminan yang bersifat parsial. Menurut Mariam Darus, pembaharuan hukum jaminan secara parsial mengandung bahaya. Kadar bahaya tersebut terdapat pada sebagian hukum jaminan seperti UUHT dan UUJF, yang tidak berada dalam satu sistem. Selanjutnya, dikatakan bahwa penerapan yang saling tidak terkait akan membuat sistem tersebut menjadi rumit, sulit dimengerti dan akhirnya ditinggalkan orang. Persoalan ketakjelasan objek fidusia dilihat dari segi sistem, disebabkan oleh belum terbentuknya sistem hukum benda nasional sebagai induk dari hukum jaminan. Akibatnya, tidak terdapat kesinkronan atas hukum yang mengatur jaminan fidusia. Permasalahannya, kepada sistem hukum yang mana jaminan fidusia harus tunduk. Apakah kepada sistem hukum benda menurut KUH Perdata atau hukum adat atau ramuan antara keduanya dengan tidak melupakan pengaruh sistem anglo sakson. Hal ini semakin penting jika dikaitkan dengan asas pemisahan horisontal dan asas assensi vertikal. Mahadi mengemukakan bahwa hukum adat adalah salah satu komponen dalam penyusunan hukum perdata nasional. Hukum benda adalah sub sistem dari sistem hukum perdata nasional. Oleh karena itu, penyusunan hukum benda harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum adat. Pentingnya persoalan benda dalam istilah teknis yuridis karena berkaitan dengan penjelasan Pasal 3 dan Pasal 1 angka 4 UUJF.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Suatu sistem hukum jaminan yang baik adalah hukum jaminan yang mengatur asas-asas dan norma-norma hukum yang tidak tumpang tindih (overlapping) satu sama lain. Asas hukum dalam jaminan fidusia harus berjalan secara harmonis dengan asas hukum di bidang hukum jaminan kebendaan lainnya. Ketaksinkronan pengaturan asas hukum dalam jaminan fidusia dengan jamianan kebendaan lainnya akan menyulitkan penegakan hukum jaminan fiduasi tersebut.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Jaminan fiduasi tidak dapat dilepaskan dengan masalah perkreditan. Sebagai jaminan kebendaan, dalam praktik perbankan, fidusia sangat digemari dan popular karena dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini diakui oleh para penulis, antara lain Sri Soedewi Masjchun Sofwan tahun 1974, R. Subekti tahun 1977, dan Erman Rajagukguk tahun 1993.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Berdasarkan hasil laporan penelitian fidusia tahun 1989 diperoleh gambaran bahwa dari 19 bank (8 bank pemerintah dan 11 bank swasta di Medan) yang menjadi responden, keseluruhannya pernah menggunakan fidusia atas benda bergerak. Dilihat dari segi yang menerima kredit (perusahaan, debitur), hasil penelitian dengan 33 responden perusahaan menunjukan bahwa yang meminjam kredit bank dengan menyerahkan benda secara fidusia berjumlah 32,25%. Kenyataan baik secara teoretis maupun empiris bahwa fidusia memiliki arti penting dalam hal menampung keinginan masyarakat akan kebutuhan kredit. Para pemakai fidusia khususnya perusahaan kecil dan menengah seperti pertokoan, pengecer, pengrajin, rumah makan, usaha pertanian, dan sebagainya sangat membantu usaha debitur dan tidak memberatkan. Oleh karena itu, kehadirannya dapat memberikan manfaat ganda. Di satu sisi, pihak penerima kredit masih dapat menguasai barang jaminan untuk keperluan usahanya sehari-hari. Di sisi lain, pihak perbankan lebih praktis mempergunakan prosedur pengikatan fidusia. Bank tidak perlu menyediakan tempat khusus untuk penyimpanan barang jaminan seperti pada lembaga gadai (pand). Dalam perjanjian gadai, barang jaminan harus diserahkan kepada pihak bank, sesuai dengan Pasal 1150 jo 1152 ayat (2) KUH Perdata. Adanya syarat gadai yang demikian cukup memberatkan debitur karena barang jaminan tidak dapat lagi di pergunakan untuk menunjang usaha debitur. Demikian pula bagi bank menimbulkan masalah mengenai tempat penyimpanan khususnya bank-bank yang tidak memiliki gudang yang cukup luas. Akibat pengaturan gadai yang terlalu sempit, fidusia lahir untuk mengisi kekosongan hukum jaminan melalui putusan pengadilan. Lahirnya fidusia adalah karena hakim atas desakan kebutuhan masyarakat melakukan suatu rechtsvinding yaitu menemukan hukum baru. Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa hukum fidusia sebagai hukum hakim.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (UUP), Pasal 8 dan penjelasannya dikatakan bahwa pemberian kredit selalu mengandung risiko. Salah satu cara mengatasi risiko adalah. Salah satu cara mengatasi risiko adalah menetapkan jaminan (collateral) dalam analisis pemberian kredit. Sehubungan dengan hal ini Nicholas A. Lash mengatakan bahwa :</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">“in order to control loan risk, banks often require collateral.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Selanjutnya dikatakan bahwa :</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">“when entering into a secured transaction, the bank takes a security in assets to secure the obligation to repay the loan”.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Jaminan yang diminta bank dapat berupa jamian pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit tersebut, sedangkan jaminan tambahan adalah harta kekayaan nasabah debitur. Harta kekayaan dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak, seperti bangunan/ rumah, mobil stok barang dagangan, inventaris perusahaan, mesin-mesin di pabrik, dan sebagainya. Salah satu pengikat jaminan atas harta kekayaan ini adalah jaminan fidusia. Dalam pemberian kredit dengan jaminan fidusia, kewenangan pemberi fidusia harus diteliti secara hati-hati karena dapat menimbulkan persoalan hukum sehubungan dengan asas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Bank sebagai kreditur fidusia memiliki kepentingan atas jaminan fidusia berdasarkan perjanjian jaminan khusus. Perjanjian jaminan fidusia adalah perjanjian yang muncul karena adanya perjanjian kredit bank. Apabila nasabah debitur wanprestasi, bank dapat mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan barang jaminan fidusia. Dalam praktik ada kecenderungan bahwa objek jaminan fidusia akan dikuasai bank jika nasabah debitur tidak sanggup melunasi utang. Demikian pula kalau terjadi kepailitan dari nasabah debitur, bagaiman status barang jaminan fidusia. Apakah kreditur fidusia diakui sebagai kreditur separatis murni sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UUFJ. Hal ini menghendaki kejelasan sehubungan dengan kedudukan preferensi pemegang fidusia.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa masih diperlukan penelitian lebih lanjut baik mengenai konsep dari objek jaminan fidusia, karakter perjanjian fidusia, perlindungan hukum bagi kreditur pemegang fidusia, dan asas-asas hukum yang dipakai sehingga tidak tumpang tindih dengan lembaga jaminan kebendaan lainnya.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Suatu hal yang baru dalam sejarah lembaga fidusia dan lebih penting lagi untuk diteliti adalah masalah pendaftaran jaminan fidusia. Apakah yang didaftar itu benda jaminan fidusia atau akta jaminan fidusia. Bagaiman akibat hukumnya kalau jaminan fidusia tidak didaftarkan atau bagaimana daya kerja kebendaan dari jaminan fidusia tersebut? Persoalan ini berkaitan dengan perlindungan hukum (rechtsbescherming) bagi pihak ketiga.</span><br />
<br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">B. KERANGKA TEORI DAN KONSEPSI</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Robert K. Yin mengatakan:</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">theory means the design of research steps according to some relationship to the literature, policy issues, or other substance source.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Menurut Kerlinger, terori adalah:</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">a set of interrelated constructs (concepts) definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relation among variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Fungsi teori dalam penelitian disertai ini adalah untuk memberikan arahan/ petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejal yang diamati. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya, penelitian ini berusaha untuk memahami jaminan fidusia secara yuridis, artinya memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum atau sebagai isi haidah hukum sebagai yang ditentukan dalam yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum jaminan , sistem hukum benda dan perjanjian kredit bank kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis dari para penulis ilmu hukum dibidang hukum jaminan fidusia dan jaminan kebendaan lainnya, sistem hukum benda dan perjanjian kredit bank, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penulis buku ini. Teori yang dipakai adalah perubahan masyarakat harus diikuti oleh perubahan hukum. Hukum berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Perubahan masyarakat dibidang hukum jaminan harus berjalan dengan teratur dan diikuti dengan pembentukan norma-norma sehingga dapat berlangsung secara harmonis. Perubahan hukum jaminan fidusia derjadi secara tertib melalui kebiasaan kemudian diakui dalam yurisprudensi dan akhirnya dikukuhkan dalam undang-undang tersendiri.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Teori fidusia yang menjadi pedoman dalam penulisan ini adalah perjanjian pengalihan hak kemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan hak kemilikan atas benda yang dialihkan itu tetap berada dalam penguasaan si pemilik benda. Apabila debitur pemberi fidusia ingkar janji, kreditur penerima fidusia tidak dapat memiliki benda jaminan fidusia melainkan benda jaminan itu dijual untuk mengambil pelunasan utang sesuai dengan hak preferensi yang diberikan oleh undang-undang kepada debitur selain itu, bahwa fidusia merupakan perjanjian yang memiliki sifat assessor dan berkarakter kebendaan.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Dalam menganalisis jaminan fidusia tersebut baik yang terdapat dalam putusan-putusan pengadilan maupun perjanjian fidusia yang terjadi dalam praktik perbankan dan pereturan undang-undang yang mengatur jaminan fidusia, diperlukan pendekatan sistem (approach system). Maksudnya menggunakan pendekatan sistem adalah mengisyaratkan terdapatnya kompleksitas masalah hukum jaminan fidusia yang dihadapi dengan tujuan untuk menghindarkan pandangan yang menyederhanakan persoalan jaminan fidusia sehingga menghasilkan pendapat yang keliru.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas mana dibangun tertib hukum. Berdasarkan teori sistem ini, dapat dirumuskan bahwa sistem hukum jaminan kebebanan adalah kumpulan asas-asas hukum yang merupakan landasan, tempat berpijak di atas mana tertib hukum jaminan kebendaan itu dibangun. Jadi, dengan adanya ikatan asas-asas hukum tersebut, berarti hukum jaminan kebendaan merupakan sustu sistem hukum.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa asas-asas hukum jaminan harus bersumber dari Pancasila sebagai asas idiil (filosofis), UUD 1945 sebagai asas konstitusional (struktural), Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai asas konsepsional (politis) dan undang-undang sebagai asas operasional (teknis). Asas-asas tersebut mempunyai tingkat-tingkat dilihat dari gradasi sfatnya yang abstrak. Selanjutnya, Mariam Darus dalam Workshop Hukum Jaminan Tahun 1993 di Medan, mengemukakan sejumlah asas-asas hukum jaminan yang objeknya benda sebagai berikut:</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Pertama, asas hak kebendaan (real right). Sifat hak kebendaan adalah absolute, artinya hak ini dapat dipertahankan pada setiap orang. Pemegang hak benda berhak menuntut setiap orang yang mengganggu haknya. Sifat lain dari hak kebendaan adalah droit de suite, artinya hak kebendaan mengikuti bendanya di dalam tangan siapapun dia berada. Di dalam karakter ini terkandung asas hak yang tua didahulukan dari hak yang muda (droit de preference). Jika beberapa kebendaan diletakan di atas suatu benda, berarti kekuatan hak itu ditentukan oleh urutan waktunya. Selain itu, sifat hak kebendaan adalah memberikan wewenang yang kuat kepada pemiliknya, hak itu dapat dinikmati, dialihkan, dijamiankan, disewakan.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Kedua, asas asesor artinya hak jaminan ini bukan merupakan hak yang berdiri sendiri (zelfstandigrecht), tetapi ada dan hapusnya bergantung (accessorium) kepada perjanjian pokok.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Ketiga, hak yang didahulukan artinya hak jaminan merupakan hak yang didahulukan pemenuhannya dari piutang lain.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Keempat, objeknya adalah benda yang tidak bergerak, terdaftar atau tidak terdaftar.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Kelima, asas asesi yaitu perlekatan antara benda yang ada di atas tanah dengan tapak tanahnya.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Keenam, asas pemisahan horisontal yaitu dapat dipisahkan benda yang ada di atas tanah dengan tanah yang merupakan tapaknya.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Ketujuh, asas terbuka artinya ada publikasi sebagai pengumuman agar masyarakat mengetahui adanya beban yang diletakan di atas suatu benda.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Kedelapan, asas spesifikasi/ pertelaan dari benda jaminan,</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Kesembilan, asas mudah dieksekusi.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Hukum jaminan fidusia bukanlah sekedar kumpulan atau penjumlahan norma-norma hukum yang masing-masing berdiri sendiri melainkan peraturan hukum jaminan fidusia norma hukum lain dari jaminan kebendaan secara keseluruhan. Dengan demikian, UUJF sebagai sub sistem hukum jaminan kebendaan tidak boleh bertentang satu dengan yang lainnya. Dengan perkataan lain, norma hukum yang terdapat dalam UUJF adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang berinteraksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan dari undang-undang tersebut. Kesatuan jaminan fidusia sebagai sub sistem hukum jaminan kebendaan harus diterapkan terhadap kompleks fidusia, asas hukum dan pengertian hukumnya.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Pendekatan sistem terhadap pemecahan jaminan fidusia akan lebih sempurna apabila ditambahkan unsur lain dari sistem hukum yaitu budaya hukum. Menurut Lawrence M Friedmann, suatu sistem hukum terdiri dari 3 unsur yaitu struktur (structure), substansi (substance) dan budaya hukum (legal culture).</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Pada prinsipnya, sistem hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan (zakelijkezekerheids) dan jaminan perorangan (persoonlijkerheids). Jaminan kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahulu di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat serta mengakui benda-benda yang bersangkutan. Karakter kebendaan pada jaminan fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2, Pasal 20, Pasal 27 UUJF. Dengan karakter kebendaan yang dimiliki jaminan fidusia, penerima fidusia merupakan kreditur yang preferen dan memiliki sifat zaaksgevolg. Dengan demikianm dapat dipastikan bahwa jaminan fidusia memiliki identitas sebagai lembaga jaminan yang kuat dan akan digemari oleh para pemakainya.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Pemberian jaminan fidusia selalu berupa penyediaan bagian dari harta kekayaan si pemberi fidusia untuk pemenuhan kewajibannya. Artinya, pemberi fidusia telah melepaskan hak kepemilikan secara yuridis untuk sementara waktu. Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan kredit berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut. Kekuasaan yang dimaksud bukanlah melepaskan kekuasaan benda secara ekonomis melainkan secara yuridis. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan bahwa benda jaminan masih dapat dipergunakan oleh si pemberi fidusia untuk melanjutkan usaha bisnisnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia, konstruksi yang terjadi adalah pemberi jaminan fidusia bertindfak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik yuridis.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Benda ynag dijadikan jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik. Berbeda halnya dengan objek fidusia, benda jaminan dalam hak tanggungan adalah hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah negara. Pembebanan hak tanggungan dapat juga dilakukan terhadap hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan milik pemegang hak atas tanah tersebut. Secara teoretis konseptual hak tanggungan hanya dibebankan atas tanah saja, sedangkan benda-benda yang ada di atasnya bukan merupakan benda bagian dari tanah melainkan benda yang memiliki status hukum tersendiri. Ini berarti, UUHT pada prinsipnya menganut asas pemisahan horisontal. Pengecualian atas asas tersebut hanya dimungkinkan apabila bangunan/ rumah yang ada di atas tanah tersebut adalah kepunyaan dari pemilik hak atas tanah. Dalam teori hukumpun dapat dibenarkan bahwa asas itu memiliki sifat pengecualian. Dalam teori hukum tanah yang dianut UUPA, antara tanah dan bangunan/ rumah yang ada diatasnya adalah terpisah satu sama lain. Prinsip ini sesuai dengan asas pemisahan horisontal yang dianut dalam hukum adat, sebagaimana yang dikatakan Sudargo Gautama, cs.:</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">“according to adat law a clear distinction can be drawn between land and the buildings on the land”. Adat law does not recognize the rule laid down in art 571 of the Indonesian Civil Code”.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Jadi, berdasarkan hukum adat, bangunan/ rumah (building) di atas tanah (the building on the land) terpisah secara tegas dengan tanahnya (land). Hukum adat tidak mengenal pemisah vertikal seperti Pasal 571 KUH Perdata. Ini berarti pula bahwa hukum adat mengenal asas pemisahan horizontal. Berdasarkan asas ini, kedudukan dari bangunan/ rumah di atas orang lain memiliki status hukum tersendiri terlepas dari tanah sebagai benda pokoknya. Menurut Mahadi, bangunan/ rumah tersebut dipandang sebagai barang bergerak. Pendapat Mahadi ini ada benarnya jika dilihat dalam konteks pembedaan benda dalam KUH Perdata yaitu benda tanah disamakan dengan benda tidak bergerak, sedangkan benda bukan tanah dianggap sebagai benda bergerak. Dalm perkembangannya, telah terjadi pergeseran bahwa perbedaan benda terdaftar dan benda tidak terdaftar sudah menjadi kebutuhan dalam lalulintas hukum jaminan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bangunan/ rumah di atas tanah orang lain adalah tergolong dalam benda bukan tanah terdaftar yang memiliki status tersendiri, mempunyai nilai ekonomis yang dapat dialihkan dan dijaminkan sebagai agunan dalam bentuk jaminan fidusia. Konsekuensi dari pemikiran ini adalah semakin pentingnya diatur masalah pendaftaran benda dalam peraturan tersendiri.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Selama ini masalah pendaftaran benda diatur secara sporadis dalam berbagai ketentuan seperti pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1961 yang diubah dengan PP No. 24 Tahun 1997, pendaftaran kendaraan bermotor, pendaftaran kapal laut, pendaftaran pesawat terbang, dan sebagainya. Bagaimana dengan pendaftaran bangunan/ rumah di atas tanah orang lain ?</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Dalam jaminan hipotik, yang menjadi objek adalah kapal adalah kapal yang beratnya paling sedikit 20 meter kubik dan telah didaftar (Pasal 314 KUH Dagang). Hipotik juga dapat dibebankan atas pesawat udara dan helikopter yang telah memiliki tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Dari kedua pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penekanan objek hipotik adalah terletak pada aspek pendaftaran dari kapal, pesawat udara dan helikopter. Ini menunjukan bahwa pendaftaran memberikan fungsi yuridis untuk menetapkan benda-benda tersebut dianggap sebagai benda tidak bergerak dan menjadi hipotik. Bagaimana kalau kapal, pesawat udara dan helikopter itu tidak memiliki tanda pendaftaran. Konsekuensi logis adalah tidak dapat dijadikan objek hipotik. Sebagai alternatif jaminan yang dapat diterapkan adalah lembaga gadai (pand) dan jaminan fidusia.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Apabila yang dipakai adalah gadai atas kapal, pesawat udara dan helicopter, berdasarkan Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata, barang jaminan harus diserahkan kepada kreditur pemegang gadai. Tentunya konstruksi dari perjanjian jaminan gadai tersebut memberatkan debitur. Agar jaminan tetap dapat dikuasai oleh debitur, kapal, pesawat udara dan helikopter yang tidak terdaftar tersebut dibebani dengan jaminan fidusia. Hal ini sejalan dengan objek fidusia yang diatur dalam Pasal 3 UUJF.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Di Negara yang menganut sistem anglo saxon seperti Amerika, Australia, Singapura, Filipina, Malaysia dikenal istilah secured transaction yang selalu dikaitkan dengan transaksi kredit. Pemberian kredit yang diikuti dengan jaminan disebut secured credit. Pihak yang meminjam kredit menyediakan barang jaminan yang disebut property. Kata property memiliki makna yang beraneka ragam, sebagaimana yang dikatakan oleh Jhon D. Donnel, dkk sebagai berikut:</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">The word property has a variety of meanings. It may refer to an object, such as a building, or it may refer to legal rights connected with an object, such as the lease of building, which gives the tenant the right to occupy and use the building. However, the word property can also refer to legal rights that have economic value but are not connected with an object. A patent is an example of this kind of property.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Dari konsep di atas dapat disimpulkan bahwa property dapat berkenalan dengan objek secara pisik, hak terhadap objek tersebut atau yang mempunyai nilai ekonomi yang tidak berkaitan dengan objeknya.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Menurut Ronald A. Anderson, Ivon Fox, David P. Twomey, istilah property dapat dilihat dari arti yang umum dan arti yuridis yakni:</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">“In common usage, the term “property” refers to a piece of land or a thing or an object. As a legal concept, however, “property” refers to the rights that an individual may possess in that piece of land or thing or that object.</span><br />
<br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Property adalah exclusive right to possess, enjoy, and dispose of object or rights having economic value. In the United States the legal concept of property is synonymous with ownership. Property dapat dibedakan atas tanglible or intangible property and real property or personal property.</span><br />
<br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Yang dimaksud sebagai real property adalah tanah dan benda-benda lain yang ada di dalamnya, bangunan (buildings) dan fixture (inventaris tetap di kantor), sedangkan personal property adalah selain real property. Di Australia personal property dibagi atas dua yaitu: pertama choses (thing in possession), things that have a physical presence, such as a book or a car. Kedua, choses in action, things that do not have a physical presence, such as legal right to sue for a debt. Transaksi jaminan yang dipakai untuk real property adalah mortgage. Mortgage sebagai jaminan selalu dipergunakan terhadap real astate. Bentuk transaksi jaminan yang dipergunakan terhadap personal property adalah chattel mortgage. Chattel mortgage adalah jaminan benda bergerak tanpa penyerahan kekuasaan atas bendanya ke tangan kreditur. Selain itu, dikenal pula bentuk jaminan yang disebut floating charge yakni jaminan dari bahan-bahan, barang setengah jadi dari suatu industry yang diberikan kepada kreditur, sedangkan penguasaan atas barang-barang tersebut tetap berada pada si debitur. Dikatakan “floating” atau mengambang/ mengapung karena benda yang menjadi objek jaminan hutang tidak pernah tetap jumlahnya pada setiap waktu, berubah-ubah sesuai dengan persediaan stok, mengikuti jumlah transaksi pembelian dan penjualan dari benda tersebut. Hal tersebut merupakan karakter dari floating chrge yakni these assets change from time to time in the ordinary course of the business of the company. Jadi, dalam sistem common law terdapat dua bentuk lembaga jaminan yakni mortgage atas real property dan chattel mortgage atas personal property. Dalam sistem tersebut tidak dikenal pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak, tetapi yang dipakai adalah istilah real property dan personal property. Apabila dikaitkan dengan sistem hukum Eropa kontinental, real property dapat diidentikan dengan benda tidak bergerak sedangkan personal property diidentikan dengan benda bergerak.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Harmonisasi jaminan sebagai suatu studi konvergen terhadap dua sistem hukum jaminan yang berbeda yaitu floating charge yang dikenal dalam sistem common law dan jaminan politik yang berlaku pada sistem civil law telah dilakukan pada civil code Quebec tahun 1994, yang disebut dengan floating hypothec atau hypotheque ouverte.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Mengenai jaminan chattel mortgage, terdapat dua teori yakni, title theory (teori pemilikan) dan lien theory (teori jaminan). Teori pemilikan menganggap bahwa dengan adanya perjanjian chattel mortgage, hak milik atas benda jaminan tersebut telah beralih dari pihak debitur kepada pihak kreditur. Menurut teori jaminan bahwa dengan adanya perjanjian chattel mortgage, hanya menimbulkan suatu hak jaminan suatu pengalihan hak milik dari pihak debitur ke pihak kreditur.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Fidusia sebagai salah satu jaminan adalah unsur pengaman kredit bank, yang dilahirkan dengan didahului oleh perjanjian kredit bank. Konstuksi ini menunjukan bahwa perjanjian jaminan fidusia memiliki karakter assessor, yang dianut oleh UUJF. Dengan penegasan karakter assesor dari perjanjian jaminan fidusia, berarti dapat menghilangkan keraguan dari perbedaan pandangan yang selama ini dipermasalahkan oleh hakim dan para ahli hukum. </span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Sebagai hak kebendaan, jaminan fidusia mempunyai hak didahulukan terhadap kreditur lain (droit de preference) untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi kepailitan pada debitur. Pemegang fidusia merupakan kreditur separatis sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 56 Undang-undang Kepailitan. Pengakuan hak separitis akan memberikan perlindungan hukum bagi kreditur pemegang fidusia. Yang menjadi persoalan adalah apakah pengakuan yang diberikan itu sudah sempurna diberikan oleh Undang-undang Kepilitan? Hal ini berkaitan dengan adanya penangguhan jangka waktu selama 90 hari terhitung sejak putusan pailit ditetapkan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 56 A Undang-undang Kepailitan. Bahkan, ditentukan selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan, dan baik kreditur maupun pihak ketiga dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan. Ketentuan ini menjadi tidak sinkron dengan prinsip separatis yang dimiliki oleh keditur pemegang jaminan fidusia. Dengan perkataan lain hak separatis telah digerogoti (uitgehold).</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Hak kebendaan dari jaminan fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran pada kantor pendaftaran fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya sertifikat jaminan fidusia. Konsekuensi yuridis dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia bersifat perseorangan (persoonlijke karakter).</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Oleh karena itu, proses pembuatan jaminan fidusia harus dilakukan secara sempurna mulai dari tahap perjanjian kredit, pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris dan diikuti dengan pendaftaran akta jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Tahapan proses perjanjian jaminan fidusia tersebut memiliki arti yang berbeda sehingga memberi karakter tersendiri dengan segala akibat hukumnya.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yan gdisebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional sebagai berikut:</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Fidusia adalah pengalihak hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Jaminan Fidusia adalah hak jaminan adat benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan bangunan/ rumah di atas tanah orang lain baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Benda jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Benda terdaftar adalah benda yang didaftarkan kepada instansi tertentu yang memiliki bukti sertifikat.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau karena ditentuakn undang-undang.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat dipindahkan atau karena peruntukannya atau karena ditentukan undang-undang.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Benda bukan tanah adalah benda selain tanah baik yang sifatnya bergerak maupun yang tidak bergerak, baik terdaftar maupun tidak terdaftar.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam bentuk mata uang rupiah atau mata uang lainya sebagai akibat perjanjian kredit dengan jaminan fidusia.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Pemberi jaminan fidusia adalah orang atau badan usaha yang memiliki benda jaminan fidusia.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Penerima jaminan fidusia adalah bank atau lembaga pembiayaan lainya yang mempunyai piutang terhadap pemberi jaminan fidusia yang pembayarannya dijamin dengan benda jaminan fidusia dan harta kekayaan lainnya dari pemberi jaminan fidusia.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Debitur adalah orang atau badan usaha yang memiliki hutang kepada bank atau lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Kreditur adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Akta jaminan fidusia adalah akta di bawah tangan dan akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Jaminan kebendaan adalah jaminan yang diperjanjikan secara khusus mengenai benda tertentu antara debitur dengan kreditur, yang bersifat mutlak atas bendanya dan mempunyai ciri-ciri kebendaan.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Kreditur preferensi adalah kreditur pemegang jaminan fidusia yang memiliki hak secara didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Kreditur separatis adalah kreditur yang penagihan piutangnya seolah-olah tidak terjadi kepilitan.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Putusan pengadilan adalah hasil atau kesimpulan terakhir dari suatu pemeriksaan perkara baik pada tingkat Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi, yang belum dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Termasuk juga kasasi yang sedang dan telah diputuskan oleh Mahkamah Agung.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara nasabah debitur pemberi fidusia dengan kreditur penerima fidusia yang terjadi dilingkungan perbankkan dan notaris dalam bentuk tertulis.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.</span><br />
<span id="fullpost" style="display: inline;">Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur.</span></div></span>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-29695271104016669462011-03-05T10:25:00.001-08:002011-03-05T10:25:20.275-08:00<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style> <![endif]--> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">BAB II</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">LATAR BELAKANG PEMBUATAN AKTE JAMINAN FIDUSIA</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">SECARA NOTARIL</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1. Undang-Undang Jaminan Fidusia Sebagai Ketentuan Yang Mengatur</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Lembaga Jaminan Fidusia</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">A. Pengertian Jaminan Fidusia</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sebagai suatu lembaga jaminan, pengertian fidusia telah ditemukan dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dikenal dalam masyarakat hukum Romawi dengan nama <i>fidusia cum creditore</i></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">contracta, </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yaitu janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor di mana diperjanjikan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">debitor akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditornya sebagai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan utang dengan kesepakatan bahwa kreditor akan mengalihkan kembali</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepemilikan atas suatu benda tersebut kepada debitor bilamana utangnya sudah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dilunasi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">membedakan definisi fidusia dengan jaminan fidusia. Dalam Pasal 1 angka 1</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">disebutkan </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Kemudian Pasal 1 butir 2</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menyebutkan, </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor lainnya</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rumusan yang membedakan pengertian fidusia dengan jaminan fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menimbulkan anggapan bahwa Undang-U ndang Nomor 42 Tahun 1999 telah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">memberikan nama baru bagi lembaga hak jaminan yang semula dikenal sebagai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia, yaitu jaminan fidusia.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">41 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rupanya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">membedakan antara fidusia sebagai suatu perbuatan hukum pengalihan hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepemilikan atas dasar kepercayaan dengan fidusia sebagai suatu lembaga jaminan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Akan tetapi pembedaan ini masih dapat dipertanyakan konsistensinya jika melihat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ternyata Undang-Undang ini menyebut pemberi fidusia terhadap pihak yang memberi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia dan penerima fidusia terhadap kreditor selaku pihak yang menerima</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">42 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Apalagi jika kemudian kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 33</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang berbunyi, </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">setiap janji yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menjadi objek jaminan fidusia apabila kreditor cedera janji, batal demi hukum.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sehingga berkaitan dengan hal di atas Bachtiar Sibarani mengatakan :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ternyata pemakaian istilah dan pengertian fidusia dalam Undang-Undang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Nomor 42 Tahun 1999 tidak berguna sama sekali. Artinya sekiranya istilah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan arti fidusia dihilangkan maka pengikatan dan eksekusi pengikatan barang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bergerak yang dalam penguasaan pemiliknya tidak terpengaruh. Oleh karena</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">itu sesuai dengan materi yang diatur didalamnya, maka judul yang cocok</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">41 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Arie Sukanti Hutagalung, <i>Op.Cit</i>, hal. 728.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">42 </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid</span></i></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">untuk Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah tentang Hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Tanggungan Atas Barang Bergerak. Kalau mau judul itu dapat ditambah dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perkataan </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">di luar gadai</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">atau </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Yang dikuasai oleh pemilik</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">43</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Unsur yang terkadung dalam rumusan jaminan fidusia sebagaimana bunyi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahuun 1999 adalah :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">a. Hak jaminan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">b. Benda bergerak;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">c. Benda</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">d. Tidak bergerak, khususnya bangunan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">e. Tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">f. Sebagai agunan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">g. Untuk pelunasan utang;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">h. Kedudukan yang diutamakan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Unsur hak jaminan dalam jaminan fidusia adalah hak yang memberikan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepada kreditor suatu kedudukan yang lebih baik dari kreditor lain yang tidak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">memperjanjikan hak jaminan, baik hak jaminan kebendaan maupun jaminan hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pribadi. Hak jaminan yang demikian ini biasa disebut dengan hak preferen atau dalam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia disebut dengan hak yang diutamakan (Pasal</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1 sub 2) dan hak yang didahulukan (Pasal 27).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">43 </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid, </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">hal. 738.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hak preferen dalam jaminan fidusia ternyata dapat dikritisi jika kita</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">hubungkan dengan konstruksi hukum <i>cinstitutum possesorium </i>yang melekat pada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia. Dalam konstruksi hukum ini terjadi peralihan kepemilikan benda agunan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepada kreditor walaupun secara fisik benda tersebut tetap dikuasi pemberi (jaminan)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia. Adalah hal yang wajar jika dalam konstruksi hukum yang demikian pihak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor yang selaku penerima fidusia menerima uang hasil penjualan benda agunan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang sebenarnya sudah dimiliki. Sehingga dalam hal ini hak preferen tidaklah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menjadi masalah.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">44</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Tiga unsur berikutnya dalam rumusan jaminan fidusia adalah benda bergerak,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">benda tidak bergerak khususnya bangunan dan unsur tidak dapat dibebani dengan hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tanggungan. Ketiga unsur ini adalah benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">termasuk di dalamnya adalah piutang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Selanjutnya adalah unsur sebagai agunan. Unsur ini berhubungan dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">unsur hak jaminan. Yang ditekankan dalam unsur ini adalah walaupun terjadi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penyerahan hak kepemilikan atas benda yang menjadi agunan akan tetapi hanyalah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dimaksudkan sebagai jaminan atas pelunasan utang debitor kepada kreditor. Dalam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">konteks prefensi, unsur ini memberikan kepada pihak kreditor yang secara khusus</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menerima benda agunan suatu kedudukan yang lebih baik dibanding kreditor lain</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang tidak memperjanjikan hak jaminan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">44 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">J. Satrio, <i>Op.Cit, </i>hal. 165.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sedangkan unsur berikut yaitu unsur untuk pelunasan suatu utang memberi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penekanan bahwa perjanjian pemberian jaminan fidusia bersifat <i>assecoir</i>, perjanjian</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pemberian jaminan dapat dibuat jika terdapat perjanjian pokoknya yaitu perjanjian</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kredit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Unsur terakhir yaitu kedudukan yang diutamakan. Unsur ini menekankan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bahwa kreditor preferen mempunyai kedudukan yang diutamakan atau didahulukan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">daripada kreditor konkuren.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">B. Sejarah dan Perkembangan Jaminan Fidusia</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menurut Mariam Darus Badrulzaman, di Indonesia saat ini dikenal bentuk hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan, yaitu :</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">45</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">- Hak tanggungan, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dengan Tanah (UUHT);</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">- Hipotik, diatur dalam Pasal 314 KUH Dagang, Undang-Undang Nomor 2 Tahun</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1992 tentang Pelayaran beserta PP Nomor 23 Tahun 1985 bagi Hipotik Kapal</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan dalam Pasal 12 UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan bagi Hipotik</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pesawat;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">- Gadai (Pand), diatur dalam Pasal 1150-1160 KUH Perdata;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">- Fidusia, diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">45 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Mariam Darus Badruzzaman, <i>Op.Cit, </i>hal. 5.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">- Jaminan pribadi (<i>Borgtocht/Personal Guarantee</i>) yang diatur dalam Pasal 1820-</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1850 KUH Perdata. Khusus pada jenis jaminan ini penulis dapat tambahkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bahwa yang dimaksud adalah jenis jaminan penangguhan secara umum sehingga</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan perusahaan (<i>corporate guarantee</i>) termasuk pada jenis jaminan ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sebagai suatu hak jaminan kebendaan, jaminan fidusia yang saat ini</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pengaturannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Jaminan Fidusia, tumbuh dan berkembang sesuai kebutuhan praktis masyarakat. Jika</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">terhadap benda-benda bergerak sepenuhnya dipergunakan lembaga jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kebendaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata yaitu gadai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang mensyaratkan kekuasaan atas benda yang digadaikan tidak boleh berada pada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pemberi gadai, maka tentunya hal ini akan menimbulkan hambatan pada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">debitor/pemberi jaminan yang menjalankan kegiatan usaha tertentu di mana</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penguasaan benda yang menjadi agunan justru diperlukan dalam kegiatan usahanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kebutuhan praktis dalam masyarakat terjawab oleh konstruksi penyerahan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan kebendaan yang dinamakan <i>constitutum possesorium, </i>yaitu suatu bentuk</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penyerahan jaminan kebendaan atas barang bergerak yang dilakukan oleh pemberi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan/debitor kepada kreditor di mana penguasaan fisik atas barang itu tetap pada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">debitor/pemberi jaminan, dengan ketentuan bahwa jika debitor melunasi utangnya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sesuai yang diperjanjian, maka kreditor berkewajiban untuk hak milik atas barang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">agunan kepada debitor/pemberi jaminan. Konstruksi <i>constitutum possesorium </i>inilah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang melandasi berkembangnya lembaga jaminan fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Perkembangan pada zaman Romawi, didahului pengenalan terhadap asal kata</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fides </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang mengandung arti kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa pihak yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menerima fidusia bersedia mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">setelah terjadi pelunasan utang. Sebaliknya penerima fidusia percaya bahwa pihak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pemberi fidusia tidak akan menyalahgunakan barang agunan yang tetap dikuasai oleh</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pemberi fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ketika itu pada masyarakat Romawi dikenal dua bentuk jaminan fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Yang pertama adalah apa yang disebut <i>fidusia cum creditore </i>dan yang kedua adalah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">apa yang disebut dengan <i>fidusia cum amico</i>. Keduanya timbul dari suatu bentuk</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perjanjian yang disebut <i>factum fiduciae </i>yang mengharuskan adanya penyerahan hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">atau disebut <i>in iure cessio</i>. Pada bentuk fidusia yang pertama kewenangan yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dimiliki oleh kreditor akan lebih besar karena dianggap sebagai pemilik atas benda</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">agunan yang diserahkan. Sebaliknya debitor percaya bahwa kreditor tidak akan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menyalahgunakan atas penyerahan hak milik benda agunan tadi. Sedangkan bentuk</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia yang kedua atau dikenal dengan <i>fidusia cum amico contracta </i>adalah suatu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bentuk fidusia yang sama dengan lembaga <i>trust </i>pada sistem hukum <i>cammon law</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Lembaga ini sering digunakan dalam hal seorang pemilik suatu benda harus</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">mengadakan perjalanan ke luar kota dan sehubungan dengan itu menitipkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepemilikan benda tersebut kepada temannya dengan janji bahwa temannya tersebut</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">akan mengembalikan kepemilikan benda tersebut jika pemiliknya kembali dari</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perjalanan.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">46</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kelemahan bentuk <i>fidusia cum creditore </i>adalah tidak adanya perlindungan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang didapat oleh pihak debitor. Pihak debitor hanya memperoleh kekuatan yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">diperoleh berdasarkan kepercayaan dan moral belaka.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">47 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kelemahan tersebut yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menyebabkan fidusia terdesak dan akhirnya hilang sama sekali dari hukum Romawi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Di negara Belanda keberadaan lembaga jaminan fidusia awalnya mendapat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tantangan yang keras dari yurisprudensi karena dianggap menyimpang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(<i>wetsontduiking</i>) dari ketentuan Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata. Tidak memenuhi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">syarat tentang harus adanya causa yang diperkenankan.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">48 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Tetapi kemudian melalui</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bierbrouwerij Arrest </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tertanggal 25 Januari 1929, Hoge Raad telah mengakui lembaga</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Walaupun lembaga jaminan fidusia ini tumbuh dari kebutuhan praktis</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">masyarakat, akan tetapi pertimbangan yang diberikan oleh Hoge Raad pada waktu itu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">lebih menitikberatkan segi hukumnya daripada segi kemasyarakatannya.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">49 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hal ini</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">akan sangat mempengaruhi perkembangan lembaga jaminan ini dikemudian hari.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Di Indonesia lembaga jaminan fidusia pertama kali memperoleh pengakuan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">melalui <i>Arrest Hoggerechtshof </i>tanggal 18 Agustus 1932 dalam perkara antara</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">46 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Cetakan ke-3, Jakarta : PT. Raja Grafindo</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Persada, 2003, hal. 121.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">47 </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">, hal, 120.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">48 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">H. Salim HS., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Cetakan I, Jakarta : PT.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 29.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">49 </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bataafsche Petroleum Maatschappij </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(BPM) melawan <i>Clignet</i>. Arrest ini memutuskan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bahwa walaupun lembaga jaminan kebendaan benda bergerak dalam KUH Perdata</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">adalah berupa gadai akan tetapi tidak tertutup kemungkinan para pihak mengadakan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perjanjian lain bilamana dirasakan perjanjian gadai tidak cocok untuk mengatur</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">hubungan hukum pengikatan jaminan kebendaan diantara mereka.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Perjanjian fidusia dianggap bersifat memberikan jaminan dan tidak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dimaksudkan sebagai perjanjian gadai sehingga menurut <i>Hoggerechtshof, </i>karena</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia bukan perjanjian gadai maka tidak perlu memenuhi unsur-unsur gadai.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">50</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Lahirnya <i>arrest </i>ini dipengaruhi oleh kebutuhan yang mendesak dari pengusaha kecil,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pengecer, pedagang menengah, pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">untuk pengembangan usahanya tanpa perlu alat-alat produksi ataupun benda</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">persediaan diserahkan kepada pihak kreditor dikarenakan diperlukan dalam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menjalankan kegiatan usahanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">C. Ruang Lingkup, Objek, dan Subjek Dalam Jaminan Fidusia</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ruang lingkup jaminan fidusia dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 2 Undang-</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang Tentang Jaminan Fidusia yang menegaskan bahwa, </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-undang ini berlaku</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sedangkan Pasal 3 menegaskan bahwa, </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-undang ini tidak berlaku</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">terhadap: a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">50 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">J. Satrio, <i>Op.Cit, </i>hal. 156.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tersebut wajib didaftar, b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berukuran 20 (dua puluh) M</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">3 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">atau lebih, c. Hipotek atas pesawat terbang, dan d.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gadai.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Membicarakan ruang lingkup jaminan fidusia sebagaimana ketentuan Pasal 2</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">di atas berarti membicarakan benda yang dapat dibebani jaminan fidusia. Pengertian</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">benda seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 1 butir 4 adalah, </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">segala sesuatu yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dapat dimiliki dan dialihkan, baik yan berwujud maupun yang tidak bergerak yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Jika kita memperhatikan ketentuan Pasal 9 Undang-undang tentang Jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Fidusia, ditegaskan bahwa, </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">diberikan maupun yang diperoleh kemudian.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ketentuan Pasal ini menegaskan bahwa</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">selain benda sebagaimana ditentukan Pasal 1 butir 4, yang dapat menjadi objek</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia adalah termasuk piutang. Jadi seseorang yang mempunyai hak untuk</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menerima pembayaran dari orang lain, dapat mengagunkan haknya tersebut sebagai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pelunasan atas perikatan utang piutang (perjanjian kredit) yang dibuatnya dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pihak kreditor. Hal ini yang membuat lembaga jaminan fidusia dapat menggantikan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">FEO dan cessie jaminan atas piutang-piutang (<i>zekerheidscessie van</i></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">schuldvorderingen, fiduciary assignment of receivables</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">) yang dalam praktek</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pemberian kredit banyak digunakan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Selanjutnya ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">mengatur bahwa selain benda yang sudah dimiliki pada saat dibuatnya jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia, juga benda termasuk piutang yang diperoleh kemudian dapat dibebani dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia. Ini berarti benda dan piutang tersebut demi hukum akan dibebani</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dengan jaminan fidusia pada saat benda dan piutang dimaksud menjadi milik pemberi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia. Berkenaan dengan pembebanan jaminan fidusia atas benda yang termasuk</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">piutang yang diperoleh kemudian itu, Pasal 9 ayat (2) menetapkan bahwa tidak perlu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri. Hal ini dimungkinkan karena</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dilakukan konstruksi hukum pengalihan hak kepemilikan sekarang untuk nantinya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(<i>nu voor alsdan</i>) terhadap benda dan piutang tersebut. Menurut Fred B.G. Tumbuan,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">konstruksi hukum ini akan sangat membantu dan menunjang pembiayaan pengadaan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pembelian persediaan (stock) bahan baku, bahan penolong dan barang jadi.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">51</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mengenai objek jaminan fidusia ini selanjutnya dapat kita lihat ketentuan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 10 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi, </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kecuali</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">diperjanjikan lain: a. jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia, b. jaminan fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ketentuan ini rupanya juga terdapat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dalam Pasal 11 ayat (2) huruf I Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 297 KUH Dagang berkaitan dengan hipotik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">51 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Sukanti Hutagalung, <i>Op.Cit, </i>hal. 687.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Objek jaminan fidusia sebagai yang disimpulkan dari Pasal 1 sub 2 Undang-</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang Fidusia dan sebagai yang ditentukan dalam Pasal 1 sub 4 dan Pasal 3</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-Undang Fidusia, mendapat penjabarannya lebih lanjut dalam Pasal 9</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-Undang Fidusia yang mengatakan, bahwa:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap 1 (satu) atau lebih satuan atau jenis</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">maupun yang diperoleh kemudian.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dari ketentuan tersebut, objek jaminan fidusia bisa 1 (satu) benda tertentu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">atau lebih. Benda jaminan itu bisa merupakan benda yang tertentu atau disebutkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berdasarkan jenis.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Selanjutnya objek jaminan fidusia meliputi, benda berwujud maupun benda</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang tidak berwujud, yaitu piutang/tagihan dan tagihan itu meliputi baik yang sudah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ada maupun yang akan ada. Berbicara tentang tagihan yang akan ada mengingatkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepada akan permasalahan gadai atas tagihan atas nama, yang dalam prakteknya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dilaksanakan dengan cara <i>cessie, </i>tagihan yang bersangkutan kepada kreditur.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Karena <i>cessie </i>merupakan penyerahan tagihan atas nama, agar dengan itu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tagihan menjadi hak dari kreditor/cessionaris, maka fidusia tagihan mempunyai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">persamaan dengan <i>cessie </i>tagihan. Kedua-duanya merupakan penyerahan hak milik</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang hanya dimaksudkan sebagai jaminan saja. Oleh karenanya di sini berlaku juga</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">apa yang sudah dibahas di depan mengenai cessie sebagai jaminan.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">52</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">52 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">J. Satrio, <i>Op.Cit, </i>hal. 45.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Untuk menghindarkan kesulitan dan keruwetan di kemudian hari, dalam Pasal</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">10 Undang-Undang Fidusia sudah ditetapkan, bahwa jaminan fidusia meliputi semua</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">hasil dari benda jaminan fidusia dan klaim asuransi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Karena tidak ada satu pun ketentuan dalam Undang-Undang Fidusia, yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">mengatakan, bahwa fidusia yang tida didaftarkan adalah tida sah, maka ketentuan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tersebut di atas ditafsirkan, bahwa untuk berlakunya ketentuan-ketentuan dalam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-Undang Fidusia maka haruslah dipenuhi syarat, bahwa benda jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia itu didaftarkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam perjanjian antara kreditor dengan debitor dapat ditentukan bahwa atas</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">barang-barang tersebut, kreditor dapat mengambil pelunasan lebih dahulu daripada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor lain (demikian itu intinya perjanjian gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menurut J. Satrio, asas persamaan antara sesama kreditor (Pasal 1132 KUH</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Perdata) disimpangi, baik oleh Undang-Undang sendiri (<i>prevelege</i>) maupun oleh</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perjanjian antara kreditor dan debitor (gadai, hipotik, di luar KUH Perdata : hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tanggungan dan fidusia).</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">53</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hak jaminan kebendaan adalah hak-hak kreditor untuk didahulukan dalam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pengambilan pelunasan daripada kreditor-kreditor lain, atas hasil penjualan suatu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">benda tertentu atau sekelompok benda tertentu, yang secara khusus diperikatkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Tampak sekali dalam perumusan tersebut di atas, demikian pula jelas sekali</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">disebut, bahwa hak <i>preferen </i>tersebut tertuju pada hasil eksekusi/hasil penjualan paksa</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">53 </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid, </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">hal. 13.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">di muka umum dengan konsekuensinya, masalah prefensi baru tampak di dalam suatu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">eksekusi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor kedudukan yang lebih baik, karena:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">- Kreditor didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">milik debitor dan/atau</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">- Ada benda tertentu milik debitor yang dipegang oleh kreditor atau terikat kepada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">hak kreditor, yang berharga bagi debitor dan dapat memberikan suatu tekanan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">psikologis terhadap kreditor. Di sini adanya semacam tekanan psikologis kepada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">debitor untuk melunasi hutang-hutangnya adalah karena benda yang dipakai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga dan telah dianggap</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">atau diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menurut J. Satrio, hak jaminan kebendaan, sesuai dengan sifat-sifat hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kebendaan, memberikan warna tertentu yang khas, yaitu :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1. Mempunyai hubungan langsung dengan/atas benda tertentu milik debitor</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">2. Dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja (semua orang)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">3. Mempunyai sifat <i>droit de suite</i>, artinya hak tersebut mengikuti bendanya di</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tangan siapapun berada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">4. Yang lebih tua mempunyai kedudukan yang lebih tinggi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">5. Dapat dipindahtangankan/dialihkan kepada orang lain.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">54</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Atas dasar ciri-ciri tersebut, maka benda jaminan, pada hak jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kebendaan, harus benda yang dapat dialihkan dan mempunyai nilai jual (ekonomis).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sedangkan hak jaminan perorangan adalah hak yang memberikan kepada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor suatu kedudukan yang lebih baik, karena adanya lebih dari seorang debitor</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang dapat ditagih. Adapun maksud perkataan lebih baik di atas adalah lebih baik</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">daripada kreditor yang tidak mempunyai hak jaminan (khusus), atau lebih baik</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dari jaminan umum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Adanya lebih dari seorang debitor, bisa karena ada debitor serta tanggungmenanggung</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">atau karena adanya orang pihak ketiga yang mengikatkan dirinya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sebagai <i>borg.</i></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hak jaminan tampak sekali mempunyai arti penting, kalau kekayaan yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dimiliki debitur tidak mencukupi guna melunasi semua hutangnya, atau dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perkataan lain kalau pasivanya melebihi aktivanya. Kalau kekayaan debitor cukup</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">untuk menutupi semua hutangnya, maka berdasarkan Pasal 1131 semua kreditor akan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menerima pelunasan, karena pada prinsipnya semua kekayaan debitor dapat diambil</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">untuk pelunasan hutang. Paling-paling dalam hal seperti itu ada kreditor yang lebih</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">mudah dalam mengambil pelunasannya, tetapi semuanya mempunyai kesempatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">untuk terpenuhi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">54 </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid.</span></i></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Lagi pula masalah hak-hak jaminan baru muncul kalau ada lebih dari seorang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor yang melaksanakan eksekusi. Kalau hanya ada seorang kreditor saja, maka ia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dapat dengan tenang mulai dengan melaksanakan eksekusi atas barang yang kesatu,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kemudian barang yang kedua, ketiga dan selanjutnya sampai piutangnya terlunasi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">semua atau barang debitor habis terjual.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kalau ada lebih dari 1 (satu) orang kreditor, sebab kreditor yang lain dapat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">melawan (<i>verzetten</i>) terhadap pengambilan uang hasil penjualan (Pasal 461 R.v) atau</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor yang lain tersebut juga dapat meminta putusan hakim, agar ia pun diberikan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">wewenang untuk melaksanakan eksekusi atas harta kekayaan debitor dan dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">keputusan hakim dapat turut menikmati hasil penjualan yang dilakukan atas inisiatif</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor pertama (Pasal 201, Pasal 202, Pasal 203, dan Pasal 204 HIR). Adanya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor lain yang turut menuntut eksekusi dapat mengakibatkan hakim membuat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">suatu daftar piutang dan menentukan urutan-urutan tingkat kreditor (<i>rangregeling</i>)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">untuk pembagian hasil penjualan (Pasal 204 HIR, Pasal 484, Pasal 485 dan Pasal 486</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">R.v).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mengacu pada pengertian yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Nomor 42 Tahun 1992 maka jika membicarakan mengenai subjek jaminan fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kita harus melihat pengertian dari pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang perseorangan atau</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pihak pemberi fidusia dalam praktik pemberian kredit tidak selalu bertindak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">selaku debitor artinya antara pemberi fidusia dengan pihak debitor berlainan. Disini</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">terjadi satu pihak menyerahkan benda yang dimilikinya untuk menjamin pihak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">lainnya dalam perikatan utang-piutang yang dibuat oleh pihak lain tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sebaliknya penerima fidusia akan selalu bertindak selaku kreditor dalam hubungan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perikatan utang piutang yang dibuat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 8 Undang-Undang Fidusia dengan tegas mengatakan, bahwa fidusia bisa</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">diberikan kepada lebih dari 1 (satu) orang penerima fidusia. Maksudnya adalah,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bahwa benda jaminan fidusia yang sama diberikan sebagai jaminan kepada lebih dari</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1 (satu) orang kreditor. Karena penerima fidusia adalah kreditor yang mempunyai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">piutang (Pasal 1 sub 6 Undang-Undang Fidusia), maka dapat dikatakan, bahwa</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia dapat dipakai untuk menjamin lebih dari 1 (satu) orang kreditor.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menurut J. Satrio, kalau penjaminan kepada lebih dari satu kreditor</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dituangkan dalam 1 (satu) akta penjaminan, tidak ada masalah, tetapi kalau hal itu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dituangkan dalam lebih dari 1 (satu) akta penjaminan, maka kita akan terbentur</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepada Pasal 17 Undang-Undang Fidusia.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">55</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">55 </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid.</span></i></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dari penjelasan atas Pasal 8 Undang-Undang Fidusia, dapat disimpulkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bahwa yang dimaksud oleh Pasal 8 Undang-Undang Fidusia adalah penjaminan yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dituangkan dalam 1 (satu) akta penjaminan. Hal itu disimpulkan dari kata-kata </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kredit</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">konsortium</span></i><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">. Bahwa jaminan itu bisa diberikan juga kepada kuasa atau wakil dari</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penerima fidusia kiranya tidak perlu disebut. Yang mana kuasa dan wakil bertindak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">untuk dan atas nama prinsipal/yang diwakili. Yang penting adalah kuasa/wakil itu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">memenuhi semua syarat hukum untuk bertindak sebagai kuasa/wakil.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dengan adanya daftar urut-urutan tingkatan kreditor untuk pembagian hasil</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penjualan, maka kedudukan para kreditor diatur menurut kedudukan hukum hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tagihan mereka. Piutang yang didahulukan (tagihan yang <i>prefrent</i>) mendapat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pelunasan lebih dahulu dari hasil eksekusi, sedang sisanya untuk para kreditor</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">konkuren, yang berarti bahwa kalau sisanya tidak mencukupi, para kreditor</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">konkuren tidak akan mendapatkan pelunasan sepenuhnya atau tidak sama sekali.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Diantara kreditor preferent juga diatur tingkatannya; antara sesama kreditor</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">preferent </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berlaku pembagian <i>pond</i></span><i><span style="font-family: TimesNewRomanItalic; font-size: 12pt;">.</span></i><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">s-pond</span></i><i><span style="font-family: TimesNewRomanItalic; font-size: 12pt;">.</span></i><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">s </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(Pasal 1136 KUH Perdata).</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">56</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Adanya tingkat-tingkatan kreditor yang merupakan perkecualian atas asas</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">persamaan di antara para kreditor, yang terkenal dengan sebutan paritas creditorium</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(Pasal 1132 KUH Perdata) di mana kreditor yang 1 (satu) dianggap berkedudukan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">lebih tinggi dari yang lain, merupakan gejala umum yang terdapat dalam banyak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sistem hukum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">56 </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid.</span></i></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan batas ruang lingkup</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berlakunya UU No. 42 Tahun 1999 yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, yang dipertegas kembali</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">oleh rumusan yang dimuat dalam Pasal 3 UU No. 42 Tahun 1999 dengan tegas</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menyatakan bahwa UU No. 42 Tahun 1999 ini tidak berlaku terhadap :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">peraturang perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas bendabenda</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan di atas milik orang lain</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang tidak dapat dibebani hak tanggungan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek Jaminan Fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">3</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">atau lebih.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">c. Hipotek atas pesawat terbang; dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">d. Gadai.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dari definisi fidusia yang diberikan UU No. 42 Tahun 1999 dapat kita katakan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bahwa dalam Jaminan Fidusia itu terjadi pengalihan hak kepemilikan. Pengalihan itu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">terjadi atas dasar kepercayaan dengan janji benda yang hak kepemilikannya dialihkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tetap dalam penguasaan pemilik benda. Namun demikian pengalihan hak kepemilikan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">atas suatu benda tidak dapat dipersamakan dengan pengalihan hak kepemilikan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">seperti yang diatur dalam Pasal 584 jo. Pasal 612 ayat (1) KUH Perdata. Dalam Pasal</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">584 KUH Perdata dinyatakan bahwa :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">melainkan dengan pengakuan (kepemilikan), karena perlekatan, karena</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">daluwarsa, karena perwarisan-perwarisan, baik menurut undang-undang,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukkan atau penyerahan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">57</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sedangkan bunyi Pasal 612 ayat (2) adalah sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh, dilakukan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kebendaan itu berada.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">58</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam jaminan fidusia pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan sematamata</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penerima fidusia. Ini merupakan inti dari pengertian jaminan fidusia yang dimaksud</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 33 UU No. 42 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">janji, akan batal demi hukum.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sebelum lahirnya UU No. 42 Tahun 1999 telah ada Yurisprudensi yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sejalan dengan Pasal 33 tersebut di atas antara lain Keputusan Mahkamah Agung</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Nomor 1500/K/Sip/1978 yang mengadili perkara Bank Negara Indonesia melawan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Fa. Megaria yang menetapkan bahwa kedudukan kreditur pemegang fidusia bukan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">57 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (<i>Burgerlijk Wetbook</i>), diterjemahkan oleh Subekti</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">dan Tjitrosudibio, Cetakan 20, Jakarta : Pradnya Paramita, 1995, Pasal 584.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">58 </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid., </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Pasal 612 ayat (1).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sebagai pemilik seperti halnya dalam jual beli.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">59 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ini berarti penyerahan hak milik</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepada kreditor dalam fidusia bukanlah suatu penyerahan hak milik dalam arti</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sesungguhnya seperti halnya dalam jual beli, sehingga kewenangan kreditor hanyalah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">setaraf dengan kewenangan yang dimiliki seseorang yang berhak atas barang-barang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">2. Jaminan Fidusia Sebagai Jaminan Kebendaan</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">A. Hak Kebendaan Dalam Jaminan Fidusia</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hak jaminan kebendaan adalah hak yang dimiliki pihak kreditor penerima</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan kebendaan untuk didahulukan dalam pengambilan pelunasan, dibandingkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor lainnya yang bukan penerima jaminan kebendaan, atas hasil penjualan suatu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">benda tertentu atau sekelompok benda tertentu yang secara khusus diperikatkan.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">60</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ditinjau dari lahirnya hak jaminan khusus yaitu dikarenakan undang-undang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(<i>privilege</i>) dan karena perjanjian maka hak jaminan fidusia adalah hak jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kebendaan yang lahir karena perjanjian. Rumusan hak jaminan kebendaan di atas</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menimbulkan ciri preferensi. Hak preferen dalam hal ini tertuju pada hasil eksekusi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">benda agunan baik dengan pelelangan umum melalui Kantor Lelang Negara ataupun</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">di bawah tangan oleh pemilik/pemberi fidusia. Membicarakan hak preferen dalam hal</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ini berarti membicarakan hasil eksekusi penjualan benda agunan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">59 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Wijaya, <i>Op.Cit, </i>hal. 136.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">60 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">J. Satrio, <i>Op.Cit, </i>hal. 17.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Berkaitan rumusan fidusia sebagai perbuatan hukum pengalihan hak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepemilikan disatu sisi dan fidusia sebagai lembaga jaminan di sisi lain</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">maka tentang hak preferen dalam jaminan kebendaan ini, Bachtiar Sibarani</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">mengemukakan :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-Undang fidusia menentukan bahwa apabila debitor cidera</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">janji maka yang dieksekusia (dilaksanakan) adalah sertifikat jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusiayang yang berkepala </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Demi Keadilan Yang Berdasarkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ketuhanan Yang Maha Esa</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang mempunyai kekuatan eksekutorial</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sama dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pelaksanaannya dapat melalui pelelangan umum (oleh Kantor Lelang Negara)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">atau di bawah tangan (oleh pemilik/pemberi fidusia). Artinya dijual. Jadi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sekali lagi bukan kepemilikannya yang dieksekusi menjadi riil milik</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditor. Hal ini berarti bukan fidusianya yang dieksekusi tetapi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pengikatan/pembebanannya yang merupakan kesatuan dengan perjanjian</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pokoknya yakni pinjam uang dengan jaminan barang bergerak yang ada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dalam penguasaan pemilik.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">61</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Karena hak jaminan kebendaan menimbulkan hak preferen atas hasil</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penjualan barang agunan bagi kreditornya, maka perlu diperhatikan ketentuan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">eksekusi yang mengaturnya. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Jaminan Fidusia menyatakan bahwa apabila debitor atau pemberi fidusia cidera janji,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">cara :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">a. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia, yaitu pelaksanaan suatu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">alas hak eksekusi yang memberikan dasar untuk penyitaan dan lelang sita</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tanpa perantaraan hakim;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">61 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Sukanti Hutagalung, <i>Op.Cit, </i>hal. 737-738.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">piutangnya dari hasil penjualan; dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tertinggi yang menguntungkan para pihak. Penjualan ini dilakukan setelah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">lewat waktu 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penerima fidusia kepada pihak yang berkepentingan dan diumumkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sedikitnya dalam dua surat kabar yang berbeda di daerah yang bersangkutan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Selain itu hak jaminan kebendaan yang sangat berhubungan erat dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">eksekusi jaminan ternyata juga akan membawa kita mengkaitkannya dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan eksekusi benda jaminan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Malahan dalam hukum eksekusilah hak-hak jaminan membuktikan perannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sehingga tidak berlebihan kita mengatakan jika membicarakan hak-hak jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">maka tidak bisa terlepas dengan pembicaraan mengenai Hukum Acara Perdata</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">khususnya ketentuan mengenai hak jaminan.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">62</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">B. Jaminan Fidusia Merupakan Hak Atas Benda Bukan Tanah</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam menganalisis jaminan fidusia sebagai jaminan atas benda bukan tanah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dilakukan dengan pendekatan sistem hukum pertanahan yang mengacu pada UUPA.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">UUPA sebagai peletak dasar hukum jaminan kebendaan nasional telah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">memerintahkan kepada pembuat undang-undang untuk menciptakan hak tanggungan,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">62 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">J. Satrio, <i>Op.Cit, </i>hal. 16.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">harapan tersebut telah terwujud dengan diundangkannya UU No. 4 tahun 1996</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tentang Hak Tanggungan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dengan berlakunya UUPA telah terjadi perubahan yang mendasar mengenai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">hukum benda nasional dan memiliki arti penting bagi hukum jaminan kebendaan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">antara lain bagi hak tanggungan dan jaminan fidusia. Jika belum terbentuk hukum</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">benda nasional, permasalahan hukum jaminan kebendaan adalah merupakan sub</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sistem dari hukum benda nasional.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menciptakan hukum benda nasional yang baru,</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">63 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berarti harus menggali</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sumber dari kepribadian hukum bangsa sendiri yakni sebelum hukum adat yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dimodifikasi dan responsif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">masa yang akan datang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pada prinsipnya, dalam hukum adat tidak terdapat pengaturan secara khusus</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">mengenai benda. Para ahli hukum hanya menjelaskan hukum adat tentang benda</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">antara lain hukum tanah, hukum transaksi yang berkaitan dengan tanah dan hukum</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perhutangan.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">64 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Oleh karena itu, dalam penyusunan hukum benda yang dipergunakan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">adalah prinsip hukum adat mengenai tanah, yang dikombinasikan dengan hukum</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">benda dalam KUH Perdata dan NNBW serta hukum benda dari sistem hukum Anglo</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Saxon. UUPA secara eksplisit menyatakan menganut hukum adat, artinya hukum</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tanah nasional berlandaskan pada prinsip hukum adat yakni asas pemisahan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">horisontal. Asas mempertahankan kepribadian bangsa lewat hukum adat ini juga</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">63 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Kata </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 10pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">baru</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 10pt;">. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">untuk membedakan dengan hokum benda yang lama buatan kolonial dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">hukum tanah adapt yang masih terikat pada sifat kedaerahan, dalam Tan Kamelo, <i>Op.Cit, </i>hal. 171.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">64 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Lihat R. Van Dijk; B. Ter Haar; R.Soepomo; Imam Sudiyat; Soekanto, dalam Tan Kamelo,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid.</span></i></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">diikuti oleh prinsip nasionalitas sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 9, 21, 30,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan 36 UUPA. Sebaliknya, terhadap benda bukan tanah belum ada larangan untuk</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menerapkan prinsip nasionalitas.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bertitik tolak dari konsep pemikiran dalam hukum jaminan fidusia, maka</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pembagian benda atas dasar konsep pemikiran tersebut kiranya dapat diadopsi dalam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">merumuskan hukum benda nasional yang akan diciptakan, sehingga diharapkan tetap</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berpijak pada asas pemisahan horizontal. Dengan demikian, harapannya di kemudian hari</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">hanya terdapat dua jenis pembagian benda yakni benda tanah dan benda bukan tanah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Benda tanah dapat dikelompokkan atas benda tanah yang terdaftar dan benda tanah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang tidak terdaftar. Hukum jaminan atas benda tanah sudah diatur dalam UUHT.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mengenai hukum benda bukan tanah yang sifatnya netral dapat mengacu pada pola</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pemikiran hukum negara lain yang sifatnya universal.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">65</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Benda bukan tanah juga dibagi atas benda bukan tanah terdaftar dan benda</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bukan tanah tidak terdaftar. Benda bukan tanah terdaftar dapat berupa benda tidak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bergerak dan benda bergerak. Benda bukan tanah yang terdaftar berupa benda tidak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bergerak misalnya bangunan/rumah yang memiliki bukti kepemilikan berupa</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sertifikat. Bukti kepemilikan ini diperlukan sebagai konsekuensi yuridis dari prinsip</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pemisahan horizontal. Benda bukan tanah yang terdaftar berupa benda bergerak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">misalnya kenderaan bermotor, pesawat udara dengan jenis tertentu, kapal laut yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">65 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Djuhaendah Hasan, dalam Tan Kamelo, <i>Ibid., </i>hal. 172.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bobotnya di bawah 20 m3. Cara pembagian yang demikian akan memudahkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penggunaan benda dalam hukum jaminan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Penjaminan atas benda bukan tanah dapat dilakukan dengan dua cara, yakni :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1. Menggunakan Lembaga Fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">2. Menggunakan Lembaga Gadai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Lembaga jaminan fidusia dibebankan terhadap benda bukan tanah sebagai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan hutang, yang penguasaannya tetap berada di tangan debitor, sedangkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">lembaga gadai dibebankan terhadap benda bukan tanah yang penguasaannya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">diserahkan kepada kreditor.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dengan adanya pola pembagian benda secara demikian itu, berarti tidak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">terdapat tumpang tindih antara hukum jaminan yang mengatur tentang tanah dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">hukum jaminan yang mengatur tentang bukan tanah. Hal tersebut juga akan menjadi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">koreksi terhadap UU Fidusia, sehingga dapat mengatasi ketidakjelasan objek jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia, yang masih terus dipermasalahkan oleh para praktisi dan akademisi hukum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">3. Pembuatan Akte Jaminan Fidusia Harus Notaril</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, para</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ahli hukum masih berbeda pendapat mengenai sifat perjanjian fidusia. Pendapat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pertama mengatakan bahwa perjanjian jaminan fidusia bersifat assessoir dan pendapat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kedua mengatakan perjanjian jaminan fidusia bersifat berdiri sendiri (<i>zelfstanding</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan menunjukkan bahwa perjanjian</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia merupakan perjanjian yang lahir dan tidak terpisahkan dari perjanjian</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kredit bank. Hal ini memberikan bukti bahwa perjanjian jaminan fidusia tidak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">mungkin ada tanpa didahului oleh suatu perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">atau perjanjian induknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam praktek di bank sebelum keluarnya Undang-Undang Fidusia,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perjanjian jaminan fidusia dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan atau akta</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">notaris.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pada era sebelum di undangkannya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-Undang Fidusia belum ada kepastian tentang bentuk perjanjian jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia. Hal ini karena tidak ada ketentuan yang mengaturnya. Namun, sudah menjadi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kebiasaan dikalangan perbankan bahwa perjanjian jaminan fidusia harus dibuat secara</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tertulis.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Berbeda keadaannya setelah diundangkannya Undang-Undang Fidusia,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bentuk jaminan fidusia ditentukan secara tegas yakni dibuat dengan akta notaris.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">66</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Salah satu alasan pembuat undang-undang menetapkan akta notaris adalah karena</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">akta notaris merupakan akta otentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian hukum</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang sempurna.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">67</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">66 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Undang-Undang Fidusia, <i>Op.Cit., </i>Pasal 5 ayat (1).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">67 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, <i>Op.Cit., </i>Pasal 1870 dan Sutarno, <i>Aspek-aspek</i></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Hukum Perkreditan Pada Bank, </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Bandung : Alfabeta, 2003, hal.103.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Akta otentik mempunyai 3 macam kekuatan, yaitu :</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">68</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">a. Kekuatan pembuktian formal, yaitu membuktikan bahwa para pihak betulbetul</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sudah menerangkan dan menyatakan apa yang ditulis dalam akta.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">b. Kekuatan pembuktian material yaitu membuktikan bahwa para pihak betul-betul</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bahwa peristiwa/kejadian yang disebutkan dalam akta itu telah terjadi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">c. Kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga, yaitu para pihak pada tanggal</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tersebut dalam akta telah menghadap notaris dan melakukan tindakan sebagai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">disebut dalam akta.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Penegasan bentuk perjanjian jaminan fidusia dengan akta notaris oleh</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pembuat Undang-Undang Fidusia harus ditafsirkan sebagai norma hukum yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">memaksa (<i>imperatif </i>bukan bersifat <i>fakultatif</i>), artinya apabila perjanjian jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia dilakukan selain dalam bentuk akta notaris, maka secara yuridis perjanjian</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dimaksud dalam Undang-Undang Fidusia.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">69 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hal ini akan semakin jelas jika dikaitkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dengan proses terjadinya jaminan fidusia ketika dilakukan pendaftaran di Kantor</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pendaftaran Fidusia, yaitu permohonan pendaftaran jaminan fidusia harus dilengkapi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dengan salinan akta notaris tentang pembebanan jaminan fidusia.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">70 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Konsekuensi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">68 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Kohar A. Notaris dalam Praktek Hukum, Alumni Bandung, 1983, hal. 34-35.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">69 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Undang-Undang Fidusia, <i>Op.Cit, </i>Pasal 37 ayat (3).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">70 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 Tentang Pendaftaran Fidusia, Pasal 2 ayat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">(4).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yuridis selanjutnya adalah merupakan rangkaian yang sangat penting dan menentukan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yaitu saat kelahiran jaminan fidusia.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">71</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Perlu juga mendapat perhatian, bahwa perjanjian fidusia sebagaimana yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dimaksud dalam Undang-Undang Fidusia berlaku bukan hanya untuk keperluan yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berkaitan dengan perjanjian kredit di lingkungan perbankan, tetapi juga mencakup</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perjanjian kredit/pinjaman di lingkungan lembaga permbiayaan bisnis lainnya yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">membuat perjanjian jaminan fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hal tersebut dapat ditafsirkan melalui pendekatan sistem, yaitu terhadap Pasal</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">2 Undang-Undang Fidusia harus diartikan sebagai elemen yang mempunyai makna</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penting dalam kaitannya dengan Pasal-Pasal lain dari Undang-Undang Fidusia secara</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menyeluruh. Bahkan, kaitan Pasal 2 tersebut akan menjadi lebih penting lagi jika</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dihubungkan dengan perbuatan hukum yang berkenaan dengan perjanjian jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia di luar UU Fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa keraguan tentang sifat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perjanjian jaminan fidusia tidak pada tempatnya lagi dipermasalahkan karena fakta</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yuridis empiris telah mendukung pendapat bahwa perjanjian jaminan fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">merupakan perjanjian yang bukan merupakan perjanjian yang bersifat berdiri sendiri</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(<i>zelfstanding</i>) dan akta jaminan fidusia harus dibuat secara notariil.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">71 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Undang-Undang Fidusia, <i>Op.Cit, </i>Pasal 14 ayat (3).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sedangkan kedudukan hukum akta jaminan fidusia di bawah tangan bila</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ditinjau dari aspek undang-undang fidusia, tidak mempunyai akibat yuridis apapun</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bagi pihak ketiga, melainkan hanya mengikat pihak pemberi fidusia dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penerima fidusia saja berdasarkan asas hukum kebebasan berkontrak, dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">konsekuensi tidak mempunyai kekuatan hukum eksekutorial sekiranya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">debitor/pemberi fidusia wanprestasi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pembebanan jaminan fidusia dalam aspek operasionalnya dilaksanakan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">melalui dua tahap, yaitu tahap pemberian jaminan fidusia dan tahap pendaftaran</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia. Pembebanan jaminan fidusia yang didahului dengan janji untuk</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">memberikan jaminan fidusia sebagai pelunasan atas hutang tertentu yang dituangkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dalam akte jaminan fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Akta jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris, Hal ini sesuai dengan yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia bahwa,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam akta jaminan fidusia tersebut</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pembuatan akta tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">UU Fidusia menetapkan bentuk khusus (akta notaris) bagi perjanjian fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">adalah bahwa sebagaimana diatur dalam pasal 1870 KUHPerdata, karena akta notaris</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">merupakan akta otentik memiliki kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dimuat di dalamnya di antara para pihak beserta ahli warisnya atau para pengganti</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">haknya. Mengingat bahwa objek jaminan fidusia pada umumnya adalah barang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bergerak yang tidak terdaftar maka sudah sewajarnyalah bahwa bentuk akta</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">otentiklah yang dianggap paling dapat menjamin kepastian hukum berkenaan dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">objek jaminan fidusia.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">72</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">J.Satrio menyatakan bahwa ketentuan Pasal 5 ayat (1) sulit diterima sebagai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ketentuan hukum yang memaksa karena di dalam Pasal 37 Undang-Undang Jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Fidusia disebutkan bahwa semua fidusia yang telah ada perlu disesuaikan dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Undang-Undang Jaminan Fidusia. Sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna terhadap para pihak dan ahli waris</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">maupun orang yang mendapatkan hak darinya (Pasal 1870 Kitab Undang-Undang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hukum Perdata ).</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">73</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Setelah penanda tanganan akta pembebanan jaminan fidusia oleh para pihak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang berkepentingan. Maka selanjutnya dilakukan pendaftaran akta pembebanan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia pada kantor Pendaftaran fidusia. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 ayat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatakan bahwa, </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">benda yang dibebani</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sebenarnya tidak ada ketentuan didalam Undang-Undang Jaminan Fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">yang mengatakan, bahwa fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak sah. Hanya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">saja untuk memberlakukan ketentuan yang ada didalam Undang-Undang Jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Fidusia tersebut, maka haruslah dipenuhi syarat benda jaminan fidusia itu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">didaftarkan. Sedangkan fidusia yang tidak didaftarkan, tidak bisa menikmati</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">72 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Fred G. Tumbuan , Mencermati pokok-pokok UU fidusia Jakarta, 26-27 November 1999, hal.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">11.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">73 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">J. Satrio, <i>Op.Cit</i>. hal. 201-202.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">keuntungan dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 37 ayat (3) undang-undang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Jaminan Fidusia.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">74</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 37 menyatakan apabila dalam jangka waktu enampuluh hari terhitung sejak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berdirinya Kantor Pendaftaran Fidusia, Jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tidak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">mempunyai hak yang didahulukan (<i>preferen</i>) baik didalam maupun di luar kepailitan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">adan atau likuidasi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Jaminan Fidusia maka akta jaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">fidusia sekurang-kurangnya memuat yaitu :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. Identitas tersebut meliputi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">nama lengkap, agama, tempat tinggal dan tempat kedudukan dan tanggal</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">lahir, jenis kelamin, status perkawinan dan pekerjaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia yaitu mengenai macam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perjanjian dan hutang yag dijamin dengan fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">3. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Uraian</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tersebut cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal benda yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menjadi obyek jaminan fidusia merupakan benda dalam persediaan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap seperti stok</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bahan baku, barang jadi atau portofolio perusahaan efek, maka dalam akta</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merk, kualitas dari</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">benda tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">4. Nilai Penjaminan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">5. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 8pt;">75</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditur maka dibuatlah akta yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dibuat oleh Notaris dan didaftarkan kekantor pendaftaran Fidusia. Setelah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dilakukan pendaftaran mak kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berirah-irah </span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Demi Keadilan Berdasarkan keTuhanan Yan Maha Esa.</span><span style="font-family: TimesNewRoman; font-size: 12pt;">. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">74 </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Ibid</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">, hal. 242-243.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 6.5pt;">75 </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, <i>Op.Cit</i>, hal. 135.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">demikian memiliki kekuatan eksekutorial langsung apabila debitur melakukan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditur (<i>parate eksekusi</i>), hal ini sesuai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dengan Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bagaimana dengan perjanjian Fidusia yang tidak dibuat dengan akta notaris</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">serta tidak didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia atau dengan kata lain dibuat di</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bawah tangan. Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pembuktian sempurna. Sebaliknya akta otentik adalah akta yang dibuat oleh dan atau</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang dan memiliki kekuatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pembuktian yang sempurna. Akan tetapi suatu akta dibawah tangan tetap memiliki</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kekuatan bukti hukum sepanjang para pihak mengakui keberadaan dan isi akta</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tersebut, namun agar memiliki kekuatan yang lebih kuat, akta tersebut tetap harus</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Jaminan fidusia yang tidak didaftarkan menimbulkan akibat hukum. Apabila</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kreditur melakukan eksekusi secara sepihak karena menganggap memiliki hak, akan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tetapi dengan tindakan tersebut debitur dapat dikatakan bahwa kreditur bertindak</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sewenang-wenang apalagi jika debitur telah melaksanakan sebagian dari</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">diatas barang tersebut terdiri dari sebagian hak kreditur dan sebagian lagi merupakan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">hak debitur, apalagi mengingat bahwa pembiayaan atas obyek jaminan fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">didasarkan atas penilaian yang tidak penuh sesuai dengan nilai barang, atau eksekusi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sesuai</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kerugian.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-184436757112031542011-03-05T10:18:00.003-08:002011-03-05T10:18:31.733-08:00<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style> <![endif]--><span class="news-body-text"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">Agunan adalah pinjaman jangka panjang yang diperoleh pribadi untuk membeli rumah yang kepemilikannya diserahterimakan secara legal dari si pemberi pinjaman kepada peminjam setelah pinjaman dikembalikan</span></span></m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-15613198338702250512011-03-02T23:44:00.000-08:002011-03-02T23:44:49.859-08:00PEMUDA Dan OPOSISI<div style="text-align: justify;">Akhirnya anggota DPR hasil pemilu model campuran selesai. Meski masalah di sana-sini akan selalu muncul, ada satu jenis masalah yang sudah muncul dan tidak dapat dianggap sepi.masalah itu terkait dengan susunan kabinet yang baru dan komposisi anggota parlemen.Jika anggota kabinet berasal dari partai koalisi, dan mayoritas parlemen juga darimayoritas itu pula, memang pantas dicemaskan apakah good governance dapat dijamin? Dalam sistem demokrasi multipartai seperti sekarang, masalah seperti itu dimengertis ebagai soal ada tidaknya kekuatan oposisi yang kuat agar parlemen tak sekadar menjadi tukang stempel alias hanya mengiyakan kebijakan eksekutif. Atau masalah ini tidak perlu dicemaskan karena kini soal transparansi sudah sedemikian meluas sehingga pengawasan terhadap pemerintah bukan saja menjadi ranah parlemen,tetapi juga masalah polity atau masyarakat politik, di mana peran media massa, lembaga masyarakat, dan lainnya menjadi penting.Dengan kata lain, sepanjang masyarakat kita sudah terbuka seperti sekarang,otoritarianisme dengan sendirinya menjadi masa lalu. Apalagi, melihat komposisi demografis DPR sekarang, mayoritas adalah kaum muda dan berpendidikan tinggi sehingga jika diandaikan ”muda dan terdidik” sama dengan kritis dan dewasa, kecemasanakan pemerintah yang salah urus dapat ditepis.Kaum muda Seluruh masalah itu akan tampak lain jika kita melihat perkembangan politik di Tanah Air sekarang tidak dari kacamata formal, kelembagaan, dan di permukaan.Artinya, jika kita lihat, pertama, anggota DPR adalah anggota partai. Jadi, mereka mewaaili kelompok kepentingan politik yang berbeda. Kedua, kepentingan dan rumusan masalah DPR tentu berbeda dengan kepentingan dan rumusan masalah pemerintah. Maka, soal di atas akan berbunyi lain. Masalah oposisi dan turunannya akan hilang dan menjadi rancu justru karena dua pengandaian di atas adalah hal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Mengapa? Pertama, partai politik dalam keadaan sekarang belum merupakan wujud kristalisasi kepentingan rakyat. Hal ini dapat dilihat dari mudah pindahnya anggota partai yang satu ke partai lain.Kedua, jika DPR atau pemerintah tidak diletakkan dalam arti fungsi negara, tetapi dipahami sebagai bagian dari birokrasi, aneka tarik-menarik antardua lembaga negara itu sebenarnya tidak akan pernah bersangkut soal substansial. Dengan kata lain, jika fungsi pemerintahan adalah demi menjadikan perumusan kebijakan itu diarahkan untuk menjamin tata keadilan bagi semua warga dalam semua segi (ekonomi, hukum, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya), justru hal semacam itulah batu uji yang sangat sulit ditempuh. Jadi, pertanyaannya bukan soal ada tidaknya oposisi, tetapi masalah hasil pemilu yang lalu harus dimengerti dan dibingkai dalam pertanyaan ”apakah kebijakan politik yang dilahirkan baik dalam proses maupun dalam hasil akan mampu menjamin masyarakat yang lebih adil dan sejahtera?”</div><br />
<div style="text-align: justify;">Dalam kaitan dengan masalah itu, soal kaum muda yang tampil dalam pimpinan politik,baik di DPR maupun di pemerintahan lalu, menjadi mendesak.Dinilai lebihSudah menjadi kebiasaan kita, orang muda dianggap lebih maju, lebih baik, dan lebihcerdas dari generasi sebelumnya. Kita mengenal pemujaan orang muda sejak masa </div><div style="text-align: justify;">revolusi sampai masa reformasi karena paling tidak korban yang jatuh pada setiap kejadian politik yang penting adalah orang muda, mahasiswa, atau kelompok muda yang lain.Dan di kalangan orang muda juga ada sejenis mitos bahwa orang tua itu hanya bisa menoleh ke masa silam serta takut berubah. Pendek kata, muda, terdidik, dan modern adalah satu kata, perubahan! Pertanyaannya kini, apakah semua kelompok muda akan mampu menjamin perubahan yang diperlukan ketika mereka secara nyata menempati public office yang mereka tuntut selama ini? Mereka bukan lagi DPR jalanan, tetapi sudah DPR beneran. Mereka bukan lagi pemerintahan bayangan, tetapi sebenarnya duduk di birokrasi dan di jabatan tinggi lain. Apakah orang muda Indonesia, yakni mereka yang lahir tahun 1960-an, mampu memimpin Indonesia mengarungi abad XXI?</div><div style="text-align: justify;">Dua hal inilah yang akan menjadi penentu atas masalah-masalah itu.</div><div style="text-align: justify;">Pertama, betapapun Anda muda, Anda sepenuhnya tak lain adalah produk sistem pendidikan yang diciptakan oleh pemerintah lama. Artinya, gaya bisa muda, tetapi acuan,nilai, perilaku, dan mimpi tidak akan jauh dari masa lalu. Kata pepatah, ”setinggi-tinggi bangau terbang, akan kembali pula ke comberan”.Kedua, aneka masalah abad XXI bukan lagi masalah abad XX. Abad XX cukup sesakdengan soal nasionalisme, pembangunan, demokratisasi, dan sebagainya. Namun, abad XXI, dengan lahirnya watak krisis di seluruh bumi, akan menentukan kemampuan yang lebih dari apa yang selama ini kita kenal. Para pendiri bangsa adalah tokoh-tokoh besar dan lazimnya mereka kandas di pergolakan dunia paruh dua abad XX. Lalu apakah kaum muda kita kini akan mampu mengangkat kepala, pikiran, kemampuan, dan kebesaran jiwa lebih dari para pendiri bangsa? </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Sumber : cetak.kompas.com </div>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-24759246406382095512011-02-16T22:31:00.001-08:002011-02-16T22:31:36.213-08:00Realita KejahatanDi pasca modern ini fenomena kehidupan manusia tampaknya kian mengarah pada semangat anti terhadap otoritas hukum. Hal ini ditandai dengan kian maraknya bentuk-bentuk kejahatan dan pelanggaraan dalam masyarakat. Hampir setiap hari kita mendengar atau melihat sendiri kasus-kasus seperti; pembunuhan, korupsi, pencurian, perjudian, pornografi, ‘free sex’, aborsi, kasus narkoba, dan pelanggaran lalu lintas. Bahkan beberapa jenis kejahatan sudah menjadi hal yang biasa (membudaya) pada sebagian masyarakat kita. Sadar atau tidak, semangat jaman ini rupanya telah mulai menggerogoti kekuatan hukum sebagai salah satu otoritas penertib, pengatur, dan sarana pencapaian keadilan masyarakat. <br />
<br />
Beberapa pasal dalam KUHP pun seolah-olah tak lagi berfungsi karena apa yang semestinya dilarang oleh hukum sudah menjadi hal yang biasa. Taruhlah misalnya pasal 533 poin 1 KUHP (pelanggaran kesusilaan) dikatakan: “Diancam dengan kurungan paling lama dua bulan barang siapa di tempat untuk lalu lintas umum, dengan terang-terangan mempertunjukkan atau menempelkan tulisan dengan judul, kulit, atau isi yang dibikin terbaca, maupun gambaran atau benda, yang mampu membangkitkan nafsu birahi para pemuda”.<br />
<br />
Tetapi coba kita perhatikan isi spanduk-spanduk yang terpampang di berbagai gedung bioskop di sudut-sudut kota. Selain gambarnya yang jelas seronok juga judul-judulnya yang jelas sudah melanggar susila. Ini adalah sekedar contoh dari sekian banyak perilaku warga yang sebenarnya dilarang oleh hukum. Belum lagi perilaku menyimpang yang belum dirumuskan dalam Undang-undang. <br />
<br />
Walaupun banyak perilaku menyimpang yang sulit dijangkau oleh aturan hukum namun menurut ukuran otoritas lain (nilai-nilai keagamaan dan budaya) sudah merupakan hal yang jahat. Kasus narkoba sangat sulit diusut sampai ke pelaku kelas ringan yang mengkonsumsi secara sembunyi-sembunyi. Demikian juga masalah aborsi dan judi hanya kelas kakap atau kelas berat saja yang memungkinkan diperhadapkan dengan proses hukum (kalau ketahuan). <br />
<br />
Ibarat gunung es, kejahatan yang dijangkau oleh hukum hanya puncak dari berbagai bentuk perilaku jahat (ringan maupun tersembunyi) dalam masyarakat. Kasus VCD Porno dua mahasiswa di Bandung dianggap merupakan salah satu puncak dari kian merebaknya pornografi yang tak terjangkau oleh hukum akhir-akhir ini. Hukum hanya bisa menerobos perilaku jahat yang tampak, sedangkan gejala yang tidak ketahuan sebenarnya justru lebih banyak dan lebih berbahaya. <br />
<br />
Bahayanya ialah terjadinya akumulasi ketidaktaatan hukum dalam masyarakat hingga hukum seolah-olah tak berdaya. Warga akan cenderung menegakkan kebenarannya sendiri-sendiri (individualistik) tanpa memperhatikan kepentingan yang lebih luas. Lebih ekstrim lagi, bisa terjadi apa yang pernah dikatakan oleh Hobbes, bahwa manusia adalah serigala bagi sesamanya. Akan banyak muncul peristiwa main hakim sendiri, seperti membakar pencuri hidup-hidup, pembunuhan ramai-ramai oleh warga terhadap oknum yang disangka sebagai dukun santet, dan sebagainya. Bisa dipastikan bahwa kian banyaknya kasus yang ketahuan (tertangkap) merupakan pertanda perilaku negatip atau anti otoritas di masyarakat sudah kian meningkat. Dimana faktor materialisme dan konsumerisme bertindak sebagai katalisator. <br />
<br />
Seandainya hukum mampu menjangkau perilaku-perilaku jahat warga yang sebenarnya tetap dikategorikan sebagai kejahatan maka rumah tahanan dan penjara-penjara pun akan penuh. Oleh karena itu, hukum selama ini memang sudah sangat kompromistis. Kompromistis karena ketidakberdayaan penegak hukum itu sendiri dan kondisi warga yang memang cenderung bersemangat anti otoritas hukum, sebagai salah satu semangat di era post modernisme ini. Bukan lagi sekedar anti terhadap otoritas hukum melainkan juga anti atas otoritas lain yang semestinya lebih tinggi, yaitu otoritas Tuhan (nilai-nilai keagamaan). Disamping itu terjadi pula penentangan atas nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Ini berarti struktur peradaban kita semakin tidak jelas dan disertai dengan kian hilangnya “rasa malu” pada sebagian warga. <br />
<br />
Nilai kerugian akibat tindakan menyimpang warga itu memang sangat bervariasi. Ada yang sampai merugikan negara (misalnya korupsi), ada yang hanya merugikan kelompok tertentu, keluarga, teman atau merugikan dirinya sendiri. Akan tetapi, walaupun nilai kerugiannya beda tetapi hakekat penyimpangannya sebenarnya sama. Semangat korupsi tidak ada bedanya dengan semangat mencuri sebuah permen. Semangat membunuh manusia dewasa dengan aborsi sama saja. Semangat kekerasan atau “violence” tidak ada bedanya dengan semangat sosialisasi kekerasan di TV atau bioskop. Semangat perzinahan dengan pornografi sama saja. Bedanya ialah dari sisi penegakan hukum terhadapnya. Ada yang melanggar dari sisi norma keluarga atau norma sosial, norma agama, hingga melanggar norma hukum negara.<br />
<br />
Lebih jauh dikelompokkan sebagai berikut: Pertama, semangat anti otoritas yang dikelompokkan sebagai pelanggaran atas hukum negara (perilaku terjangkau hukum) dan sekaligus dipastikan telah melanggar nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial. Kedua, semangat anti otoritas yang dikategorikan sebagai pelanggaran atas larangan agama dan sekaligus anti nilai-nilai sosial, namun belum tentu terjangkau oleh aturan hukum negara. Ketiga, semangat anti otoritas atas nilai-nilai sosial yang sekaligus bisa dikategorikan sebagai anti otoritas ajaran Tuhan, namun belum tentu terjangkau oleh hukum negara. <br />
<br />
Seperti telah disinggung di atas, bahwa seandainya semua perilaku buruk warga itu bisa dijangkau oleh hukum maka penjara-penjara tidak akan muat menampung mereka. Polisi pun akan repot dibuatnya. Lalu, bagaimana cara menanggulangi semangat anti otoritas ini? Memang, secara teologis dalam Alkitab sudah jelas dikatakan bahwa semua manusia telah berdosa (Roma 3). Natur berdosa itu sudah ada sejak Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Dosa itu telah menjalar ke seluruh umat manusia sepanjang sejarahnya. Oleh karena itulah, menurut kriminolog Prof. Noach, tidak mungkin kejahatan itu bisa dihilangkan dari masyarakat, yang mungkin adalah mengurangi atau membatasinya. Caranya ada yang bersifat represif (sanksi hukum) dan ada yang bersifat preventif.<br />
<br />
Dalam rangka upaya represif aparat hukum memang diharapkan untuk lebih bertindak tegas terhadap segala pelanggaran hukum oleh warga, termasuk pelanggaran oleh aparat sendiri. Pelaku pornografi harus segera ditindak tegas guna mencegah terjadinya kejahatan seksual. Pemerintah juga perlu mengambil tindakan tegas kepada media hiburan yang menyuguhkan tema-tema kekerasan pada anak-anak. <br />
<br />
Khusus dalam upaya preventif-lah peran agama dan pendidikan merupakan dua pilar yang sangat penting. Selain fungsi agama yang mempertobatkan manusia, agama juga memiliki posisi strategis dalam upaya meluruskan semangat yang menyimpang dalam masyarakat. Agama dan pendidikan harus mampu mengantisipasi benih-benih kejahatan dalam warga agar tidak berkembang menjadi suatu kejahatan nyata yang melanggar hukum negara. Dua pilar ini yang sebenarnya paling bertanggungjawab atas terhindarnya warga dari perbuatan tercela yang melanggar hukum. <br />
<br />
Apabila nilai-nilai religiusitas, pendidikan dan nilai sosial budaya mampu menyadarkan masyarakat tentang makna hidup yang tidak hanya bergantung pada materi maka teori Thomas Aquino yang mengatakan, bahwa kemiskinan memberikan kesempatan untuk berbuat jahat, tidak selamanya lagi berlaku. Selain itu perlu pula diperhatikan bahwa lingkungan sosial yang tidak baik bisa membuat seseorang menjadi jahat, sedangkan lingkungan yang baik akan berakibat sebaliknya. Dalam hal ini, tugas kita bersama untuk mewujudkan suatu lingkungan sosial yang baik. Sekian.<br />
Komentar-komentarDadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-84854737786148103302011-02-16T20:41:00.000-08:002011-02-16T20:41:15.597-08:00KEBODOHAN UNIVERSALEBODOHAN UNIVERSAL <br />
<br />
Ada sebuah ilustrasi menarik untuk kita renungkan bersama-sama pada kesempatan ini, <br />
karena jangan-jangan akibat kesibukan kita, kita masuk dalam kelompok yang orang merugi, yaitu <br />
orang yang membuang-buang percuma sesuatu yang paling berharga yang dimilikinya. <br />
<br />
Jika ada seorang pemuda memperoleh warisan yang banyak dari orang tuanya, tetapi <br />
kemudian ia membelanjakannya tanpa perhitungan, bagaimana pandangan kita? Pastilah kita <br />
akan menyayangkannya, dan menganggap pemuda tersebut bodoh. Sekarang marilah kita <br />
perhatikan diri kita; jangan-jangan kita lupa kalau kita sendiripun tanpa disadari, seringkali bersikap <br />
seperti yang dilakukan pemuda tersebut.Kita acapkali menghabiskan modal yang paling bernilai <br />
yang kita miliki, hanya untuk sesuatu yang sama sekali tidak berarti. Apakah modal manusia yang <br />
paling bernilai ? Tidak diragukan lagi, itula usia! Bukanlah umur merupakan modal yang paling <br />
besar bagi manusia ? Dalam hal ini nabi kita yang mulia bersabda,”Kemuliaan umur dan waktu, <br />
lebih bernilai dibandingkan kemuliaan harta”. <br />
<br />
Bila kita perhatikan dengan cermat, manusia itu pada hakikatnya adalah pengendara di <br />
atas punggung usia. Ia menempuh perjalanan hidupnya, melewati hari demi hari, menjauhi dunia <br />
dan mendekati liang kubur. Dalam hal ini ada seorang bijak yang mengutarakan keheranannya, <br />
”Aku heran terhadap orang yang menyambut dunia yang sedang pergi meninggalkannya, tetapi <br />
malah berpaling dari akhirat yang sedang berjalan menuju kepadanya”. <br />
<br />
Kadang-kadang kita heran juga dengan sikap kita sendiri. Kenapa kita mudah menangis <br />
bila harta benda kita berkurang, sebaliknya tidak pernah menangis bila usia kita yang berkurang ? <br />
Bukankah tidak ada yang lebih bernilai bagi manusia selain usianya ? Ironisnya lagi, kehilangan <br />
usia ini malahan kita rayakan dengan sesemarak mungkin. Barangkali inilah satu-satunya <br />
kebodohan manusia yang bersifat universal, yaitu merayakan dengan meriah kehilangan sesuatu <br />
yang sangat berarti bagi dirinya. Padahal semua orang mengerti, bahwa yang hilang ini benar-<br />
benar menguap dan tidak akan pernah menjadi milik kita lgi. <br />
<br />
Ada lagi yang aneh pada diri kita, kita mau berjuang mati-matian mengerahkan seluruh <br />
daya dan potensi yang ada untuk mendapatkan sesuatu yang belum pasti kita peroleh; sementara <br />
untuk hal yang sudah pasti terjadi, kita hadapi dengan usaha yang sekedarnya saja. Bukankah <br />
satu-satunya kepastian bagi manusia itu adalah hanya kematian? Tidakkah kita sadari, bahwa <br />
sebenarnya kita semua sedang berkarya dalam batas hari-hari yang pendek untuk hari-hari yang <br />
panjang? Lalu mengapa kita selalu cenderung membangun istana duniawi, sedangkan istana <br />
akhirat kita abaikan? <br />
<br />
Bila kita sadar dengan tujuan keberadaan kita di dunia, maka pastilah kita menjadikan usia <br />
sebagai sesuatu yang paling berharga. Ia lebih mahal dari emas, intan berlian, atau batu mulia <br />
apapun. Oleh sebab itu, ia harus digunakan seoptimal mungkin. <br />
<br />
Ada perkataan seorang bijak yang sangat baik kita renungkan, katanya : ”Aku tidak <br />
menyesali sesuatu seperti penyelesalanku terhadap tenggelamnya matahari yang berarti umurku <br />
berkurang, akan tetapi amal shalihku tidak bertambah”. engapa kita biarkan umur kita berlalu begitu saja tanpa melakukan sesuatu yang berarti? <br />
Apakah sudah demikian parahnya kebodohan kita, sehingga rela menghabiskan modal yang <br />
paling bernilai? Bukankah kita harus mempertanggung jawabkan setiap menit yang berlalu? <br />
Firman Allah dalam surat 23 (Al-Mukminun) 115 sangat tegas menegaskan hal ini. ”Apakah kami <br />
sekalian mengira, bahwa kami menciptakan kamu sia-sia dan kepada Kami kamu tidak <br />
dikembalikan?”. <br />
Demikianlah yang dapat disampaikan pada kesempatan ini, mudah-mudahan renungan <br />
ini mampu menggugah hati nurani kita, sehingga kita tidak mau lagi membuang-buang umur <br />
dengan percuma, apalagi bersuka cita pada saat umur kita berlalu. Sebuah pepatah mengatakan <br />
”Kuburan akan datang kesetiap orang dengan kecepatan 60 menit perjam, tidak peduli sekaya <br />
atau sesehat apapun ia sekarang”. <i><strike><blockquote><blockquote><b><b><b></b></b></b></blockquote></blockquote></strike></i>Dadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5899391223051296708.post-32549199913904162102011-02-02T03:06:00.001-08:002011-02-02T03:06:08.547-08:00PIDANA MATI MAU DIBAWA KEMANA???ikisahkan pada jaman Nabi Muhammad terdapat seorang pejabat penarik zakat di Distrik Bani Sulaim yang bernama Ibn al-Lutbiyyah. Pada prakteknya ia mengambil sedikit harta zakat yang dikumpulkannya yang ia klaim sebagai hadiah. Mendengar hal itu, Nabi memberi reaksi sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa orang yang telah diangkatnya sebagai pejabat maka jika ia menerima sesuatu yang di luar gajinya adalah tindakan korupsi.<br />
Black’s Law Dictionary memberikan pengertian gratifikasi sebagai “a voluntarily given reward or recompense for a service or benefit” yang dapat diartikan gratifikasi adalah “sebuah pemberian yang diberikan atas diperolehnya suatu bantuan atau keuntungan”.<br />
<br />
Pemidanaan Gratifikasi.<br />
Gratifikasi berbeda dengan hadian dan sedekah. Hadiah dan sedekah tidak terkait dengan kepentingan untuk memperoleh keputusan tertentu, tetapi motifnya lebih didasarkan pada keikhlasan semata. Gratifikasi pemberian untuk memperoleh keuntungan tertentu lewat keputusan yang dikeluarkan oleh penerima gratifikasi. Pemikiran inilah yang menjadi landasan pasal pemidanaan gratifikasi. Pasal pemidanaan gratifikasi, Pasal 12B ayat (1) UU No. 31/1999 yo UU No. 20/2001, yang berbunyi setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.<br />
Dari rumusan pasal tersebut, berarti tidak semua gratifikasi menjadi suap. gratifikasi yang menjadi suap yang berakibat hukuman pidana (pemidanaan gratifikasi) (pasal 12B(2)).<br />
Pembuktian Tindak Pidana Gratifikasi. <br />
Dari rumusan pasal 12B ayat (1) UU No. 31/1999 yo UU No. 20/2001, unsur tindak pidana Gratifikasi atau suap ada dua, pertama, pemberian dan penerimaan gratifikasi (serah terima); kedua, berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Pada unsur kedua ini, muncul konstruksi yuridis turunan (unsur derivatif) unsur kedua dua hal, yaitu mengeluarkan putusan dari jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya. Dan, putusan tersebut menguntungkan pihak pemberi gratifikasi. Ini berarti, dalam unsur kedua, ada putusan jabatan yang putusan tersebut bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya (melawan hukum) dan ada keuntungan dari putusan tersebut pada pemberi gratifikasi.<br />
Unsur pertama dan unsur kedua, diikat oleh rumusan kata”apabila berhubungan dengan”. Ini menunjukan adanya hubungan sebab akibat (qondite sine quanon) antara unsur pertama dengan unsur kedua. Kata “apabila” menunjukan bahwa pembentuk undang-undang mengakui bahwa tidak semua gratifikasi berkaitan dengan jabatan (unsur kedua). Tanpa adanya hubungan sebab akibat dua unsur tindak pidana gratifikasi atau suap tidak bisa menyatu menjadi tindak pidana gratifikasi atau suap.<br />
Pembuktian adanya tindak pidana gratifikasi berarti menunjukan adanya dua unsur tersebut diatas dan menunjukan relasi sebab akibat antara dua unsur tersebut. Secara operasional, yang harus dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum; pertama, adanya serah terima gratifikasi, kedua, adanya putusan yang memberikan keuntungan pada penerima gratifikasi, ketiga, adanya sebab akibat dari dua hal tersebut.<br />
Sahkah Tangkap Tangan Gratifikasi ?<br />
Penangkapan pelaku gratifikasi secara hukum pidana terkait dengan kapan gratifikasi menjadi tindak pidana sehingga aparat hukum atau penyidik bisa melakukan tindakan hukum termasuk penangkapan pada saat menerima gratifikasi atau yang biasa disebut dengan istilah tangkap tangan. Kewenangan aparat melakukan tangkap tangan hanya pada perbuatan hukum yang masuk kualifikasi tindak pidana.<br />
Menurut Undang-Undang yang berlaku, sesungguhnya penerimaan gratifikasi tidak otomatis menjadi perbuatan yang terkualifisir sebagai tindak pidana. Hal ini bisa dilihat dari rumusan pasal 12 C (1) yang berbunyi; ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 12B (1) tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Penerima gratifikasi masih memiliki waktu 30 hari untuk melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Pasal 12C (2)). Pasal 12C ayat 1 dan ayat 2 menghapus ketentuan pemidanaan gratifikasi sebagaimana dalam pasal 12B ayat 1. Ini berarti, penerimaan gratifikasi belum otomatis menjadi tindak pidana karena undang-undang masih memberikan kesempatan untuk melaporkan kepada KPK. Lantas, KPK dalam waktu 30 hari sejak menerima laporan gratifikasi wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik negara. (pasal 12C(1)).<br />
Gratifikasi sebagai simbol.<br />
Berdasarkan kontruksi hukum diatas, sesungguhnya penangkapan tangan penerimaan gratifikasi tidak bisa dibenarkan karena bertentangan dengan pasal 12C (1). Namun, disisi lain, penangkapan gratifikasi sangat bermanfaat untuk mengungkapkan adanya kesepakatan perbuatan tindak pidana korupsi. Hal ini karena gratifikasi menjadi artefak atau simbol atau kesepakatan tersebut. Gratifikasi merupakan wajah di ujung permainan konspiratif tindak pidana korupsi.Tanpa ada tangkan tangan gratifikasi tidak mungkin atau sulit mengungkapkan adanya konspirasi tindak pidana korupsi.<br />
Oleh karena itu, seharusnya KPK jika berhasil menangkap tangan peristiwa gratifikasi, lantas jangan berkutat di gratifikasinya tapi harus menjadikan tangkap tangan gratifikasi sebagai cara menangkap tangan adanya perbuatan konspirasi koruptif. Jangan sampai penerima gratifikasi ditangkap diproses pidana, sementara yang berada dikonspirasi (awal permainan konspiratif) tidak tersentuh proses pidana. Bisa jadi yang tertangkap tangan hanyalah satu dua orang dari peserta konspirasi yang mana peserta lain lebih besar menikmati keuntungan materi yang diperoleh dari perbuatan konspirasiDadang Sumarna,SHhttp://www.blogger.com/profile/02757617426553068461noreply@blogger.com0